MAKALAH
MANAJEMEN SEKOLAH
“IMPLEMENTASI
MANAJEMEN
BERBASIS
SEKOLAH”
Untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Umum Manajemen
Sekolah
Dosen Pengampu :
Rafika Bayu Kusumandari, S.pd, M.pd
DISUSUN
OLEH :
Diah Puji Rahayu (
4101412018 )
Dea Marantika (
4101412121 )
Siti Badriatul M. (4101412023
)
Fitriyana Wardani (
4101412192 )
Yesi Febriyanti (
4401412044 )
FAKULTAS
MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS
NEGERI SEMARANG
2013
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas nikmat karunia dan petunjuknya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah kelompok mata kuliah
Manajemen Sekolah yang berjudul “Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah”
Tentunya
dalam penyusunan makalah ini, tidak bisa terlepas dari peran orang atau lembaga
yang telah mendidik kami selama ini, oleh karena itu kami mengucap terima kasih
kepada :
1. Allah
SWT atas karunia dan petunjuknya dalam mengerjakan karya tulis ini.
2.
Rafika Bayu Kusumandari, S.pd, M.pd
dosen pengampu Manajemen Sekolah.
3.
Bapak dan ibu tercinta yang telah
memberikan segala sesuatu yang tidak ternilai bagi kami.
4.
Teman-teman yang telah memberikan motivasi dan kerjasamanya.
5.
Semua
pihak yang telah membantu yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, maka dari itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan
berikutnya. Semoga bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada
khususnya sebagaimana yang diharapkan. Amin.
Semarang, 10 November 2013
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul
....................................................................................... i
Kata Pengantar
....................................................................................... ii
Daftar Isi
................................................................................................
iii
BAB 1 PENDAHULUAN
..................................................................... 1
Latar Belakang ...........................................................................
1
Rumusan
Masalah .......................................................................
2
Tujuan
..........................................................................................
2
Manfaat
................. ......................................................................
2
BAB II PEMBAHASAN
....................................................................... 3
Strategi Implementasi
Manajemen Berbasis Sekolah ..................
3
Pentahapan Implementasi
Manajemen Berbasis Sekolah ............ 5
Perangkat
Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah ..............
7
Model
MBS (Model Australia) ................................................... 27
BAB III PENUTUP ...............................................................................
32
Kesimpulan
.................................................................................
32
Saran
...........................................................................................
32
DAFTAR
PUSTAKA ............................................................................
33
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Peningkatan
mutu pendidikan disekolah perlu didukung kemampuan manajerial para kepala
sekolah. Sekolah perlu berkembang maju dari tahun ke tahun. Karena itu hubungan
baik anatar guru perlu diciptakan terjalin iklim dan suasana kerja yang
kondusif dan manajemen sekolah perlu dibina agar sekolah menjadi lingkungan
pendidikan yang menumbuhkan kreativitas, disiplin, dan semangat belajar peserta
didik. Dalam kerangka inilah disarankan perlunya implementasi MBS.
Untuk
mengimplementasikan MBS secara efektif dan efisien, kepala sekolah perlu
memiliki pengetahuan,kepemimpinan, perencanaan, dan pandangan yang luas tentang
sekolah dan pendidikan. Wibawa kepala sekolah harus ditumbuh kembangkan dengan
peningkatan sikap kepedulian, semangat belajar, disiplin kerja, keteladanan dan
hubungan manusiawi sebagai modal perwujudan iklim kerja yang kondusif. Lebih
lanjut, kepala sekolah dituntut melakukan fungsinya sebagai manajer sekolah
dalam meningkatkan proses belajar mengajar, dengan melakukan supervisi kelas,
memebina dan memberikan saran-saran positif kepada guru. Disamping itu, kepala
sekolah juga harus melakukan tukar pikiran, sumbangan saran, dan studi banding
antar sekolah untuk menyerap kiat-kiat kepemimpinan dari kepala sekolah lain.
Dalam
rangka mengimplementasikan MBS secara efektif dan efisien, guru harus berkreasi
dalam meningkatkan manajemen kelas. Guru adalah teladan dan panutan langsung
para peserta didik di kelas. Oleh karena itu guru perlu siap dengan segala
kewajiban, baik manajemen maupun persiapan isis materi pengajaran. Guru juga
harus mengorganisasikan kelasnya dengan baik. Jadwal pemlajaran, pembagian
tugas peserta didik, kebersihan, keindahan dan ketertiban kelas, pengaturan
tempat duduk peserta didik, penempatan alat-alat dan lain-lain harus dilakukan
dengan sebaik-baiknya. Suasana kelas yang menyenangkan dan penuh dengan
disiplin sangat diperlukan untuk mendorong semangat peserta didik. Kreativitas
dan daya cipta guru untuk mengimplementasikan MBS perlu terus menerus didorong
dan dikembangkan.
Sesuai
dengan tuntutan diatas BPPN dan Bank Dunia(1999) telah melakukan berbagai
kajian, antara lain telah mengembangkan strategi pelaksanaan MBS, yang meliputi
pengelompokan sekolah berdasarkan kemampuan manajemen, pentahapan pelaksanaan
MBS dan perangkat pelaksanaan MBS
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan Latar
belakang diatas, penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana
strategi implementasi manajemen berbasis sekolah?
2. Bagaimana
pentahapan manajemen berbasis sekolah?
3. Apa
perangkat implementasi manajemen
berbasis sekolah?
4. Bagaimana
mengidentifikasi manajemen berbasis
sekolah model Australia?
C.
Tujuan
Tujuan
ditulisnya makalah ini adalah sebagai berikut.
1.
Untuk
mengetahui strategi implementasi manajemen berbasis sekolah.
2.
Untuk
mengetahui pentahapan manajemen berbasis sekolah.
3.
Untuk
mengetahui perangkat
implementasi manajemen berbasis sekolah.
4.
Dapat mengidentifikasi manajemen berbasis sekolah model Australia.
D.
Manfaat
Manfaat
ditulisnya makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Memenuhi tugas mata kuliah Manajemen
Sekolah.
2. Mengetahui strategi
implementasi, pentahapan, serta perangkat
implementasi manajemen berbasis
sekolah.
3.
Mengetahui
manajemen
berbasis sekolah model Australia.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Strategi Implementasi Manajemen
Berbasis Sekolah (MBS)
Implementasi MBS akan berlangsung secara efektif dan efisien
apabila didukung oleh sumber daya manusia yang profesional untuk mengoperasikan
sekolah, dana yang cukup agar sekolah mampu menggaji staf sesuai dengan
fungsinya, sarana prasarana memadai untuk mendukung proses belajar mengajar,
serta dukungan masyarakat (orang tua) yang tinggi. Krisis ekonomi telah
memperlemah kemampuan bersekolah dan telah menimbulkan dampak negatif, yakni
menurunnya jumlah peserta didik mulai dari sekolah dasar sampai perguruan
tinggi (kesempatan belajar di SLTP, SLTA, dan perguruan tinggi tertinggal
dibandingkan dengan Negara lain), menurunnya partisipasi masyarakat karena
kerusuhan terjadi dimana-mana, angka partisipasi pendidikan sama dengan yang
telah dicapai negara-negara ASEAN lainnya 15-20 tahun yang lalu. Multi krisis
telah memperburuk kondisi pendidikan, memperburuk fasilitas pembelajaran, serta
menurunkan kondisi kesehatan dan kualitas pendidikan.
Kondisi sekolah di Indonesia pada saat krisis sekarang ini
sangat bervariasi dilihat dari segi kualitas, lokasi sekolah, dan partisipasi
masyarakat (orang tua). Kualifikasi sekolah bervaiasi dari sekolah yang sangat
maju sampai sekolah yang sangat tertinggal, sedangkan lokasi sekolah sangat
bervariasi dari sekolah yang terletak diperkotaan sampai sekolah yang letaknya
di daerah terpencil. Demikian pula partisipasi orang tua, bervariasi dari yang
partisipasinya tinggi sampai yang kurang bahkan tidak berpartisipasi sama
sekali. Kondisi-kondisi tersebut, tampaknya akan menjadi permasalah yang rumit
dan harus diprioritaskan penanganannya pasca krisis. Oleh karena itu, agar MBS
dapat diimplementasikan secara optimal, baik di era krisis maupun pasca krisis
dimasa mendatang, perlu adanya pengelompokan sekolah berdasarkan tingkat kemampuan
manajemen masing-masing. Pengelompokan ini di maksudkan untuk mempermudah
pihak-pihak terkait dalam memberikan dukungan.
1.
Pengelompokan
sekolah
Dalam rangka mengimplementasikan MBS, perlu dilakukan
pengelompokan sekolah berdasarkan kemampuan manajemen, dengan mempertimbangkan
kondisi lokasi dan kualitas sekolah. Dalam hal ini sedikitnya akan ditemui tiga
kategori sekolah, yaitu baik, sedang, kurang, yang tersebar di lokasi-lokasi
maju, sedang, dan ketinggalan. Kelompok-kelompok sekolah tersebut dapat dilihat
pada tabel 1. pada table tersebut setiap kelompok sekolah, menggambarkan juga
tingkat kemampuan manajemen.
TABEL KELOMPOK SEKOLAH DALAM MBS
Kemampuan sekolah
|
Kepala sekolah dan guru
|
Partisipasi masyarakat
|
Pendapatan daerah dan orang tua
|
Anggaran sekolah
|
Kemampuan
manajemen tinggi
|
Berkompetensi
tinggi (termasuk kepemimpinan)
|
Tinggi
(termasuk dukungan dana)
|
Tinggi
|
Anggaran
sekolah
diluar
anggaran pemerintahan besar
|
Kemampuan
manajemen sedang
|
Berkompetensi
sedang (termasuk kepemimpinan)
|
Sedang (termasuk
dukungan dana)
|
Sedang
|
Anggaran
sekolah
diluar
anggaran pemerintahan
|
Kemampuan
manajemen rendah
|
Berkompetensi
rendah (termasuk kepemimpinan)
|
Rendah
(termasuk dukungan dana)
|
Rendah
|
Anggaran
sekolah
diluar
anggaran pemerintahan kecil atau tidak ada
|
Kondisi
di atas mengisyaratkan tingkat kemampuan manajemen sekolah untuk
mengimplementasikan MBS berbeda satu kelompok sekolah dengan kelompok lainnya.
Perencanaan MBS harus menuju pada variasi tersebut, dan mempertimbangkan
kemampuan setiap sekolah. Perencanaan yang merujuk pada kemampuan sekolah
sangat perlu, khususnya untuk menghindari penyeragaman perlakuan (treatment)
terhadap sekolah.
Perbedaan
kemampuan manajemen, mengharuskan perlakuan yang berbeda terhadap setiap
sekolah sesuai dengan tingkat kemampuan masing-masing dalam menyerap paradigma
baru yang ditawarkan MBS. Misalnya, suatu sekolah mungkin hanya memerlukan
pelatihan untuk mampu melaksanakan MBS, namun sekolah lain barangkali
memerlukan dukungan-dukungan tambahan dari pemerintah agar dapat menerapkan
paradigma baru tersebut. Dengan mempertimbangkan kemampuan sekolah kewajiban
dan kewenangan sekolah terhadap pelaksanaan MBS, dapat dibedakan antara satu
sekolah dengan sekolah lain. Pemerintah berkewajiban melaksanakan upaya-upaya
maksimal bagi sekolah-sekolah yang kemampuan manajemennya kurang untuk
mempersiapkan pelaksanaan MBS. Namun demikian, untuk jangka panjang MBS akan
ditentukan oleh bagaimana sekolah mampu menyusun rencana sekolah, dan
melaksanakan rencana tersebut.
B. Pentahapan Implementasi Manajemen
Berbasis Sekolah(MBS)
Penerapan MBS secara menyeluruh
sebagai realisasi desentralisasi pendidikan memerlukan perubahan-perubahan
mendasar terhadap aspek-aspek yang menyangkut keuangan, ketenagaan, kurikulum,
sarana dan prasaran, serta partisipasi masyarakat.
MBS
dapat dilaksanakan melalui 3 tahap:
1. Jangka
pendek ( tahun pertama sampai tahun ketiga)
2. Jangka
menengah (tahun keempat sampai tahun keenam)
3. Jangka
panjang (setelah tahun keenam)
Pelaksanaan jangka pendek diprioritaskan
pada kegiatan yang tidak memerlukan perubahan mendasar terhadap aspek-aspek
pendidikan. Strategi ini perlu dipertahankan pada ha-hal yang bersifat
sosialisasi MBS terhadap masyarakat dan sekolah, pelatihan terhadap sumber daya
manusia, yang akan melaksanakan MBS, dan mengalokasikan dana Block Grant
langsung ke sekolah sebagai praktik pengelolaan keuangan dengan prinsip MBS.
Sosialisasi dan pelatihan mempunyai peranan yang sangat penting karena MBS
memerlukan adanya perubahan sikap dan perilaku tenaga kependidikan dan
masyarakat yang selama ini berpola top-down.
Kegiatan jangka pendek dipilih dengan mempertimbangkan alasan-alasan
berikut :
a) Baik
sekolah maupun masyarakat belum meyakini prinsip-prinsip MBS secara rinci. Oleh
karena itu, MBS perlu disosialisasikan agar mereka memahami hak dan kewajiban
masing-masing.
b) Pengalokasian
dana langsung ke sekolah merupakan prioritas utama dalam pelaksanaan otonomi
sekolah.
c) Pelaksanaan
MBS memerlukan tenaga yang memiliki keterampilan yang memadai, minimal mampu
mengelola dan mengerti prinsip-prinsip MBS.
d) Rekomendasi
bank dunia juga merujuk pada dua hal di atas, yaitu kurangnya otonomi kepala
sekolah dalam mengelola keuangan sekolah disatu pihak, dan kurangnya kemampuan
manajemen kepala sekolah dilain pihak.
Secara
garis besar, Fattah (2000) membaginya menjadi 3 tahap yaitu :
1. Tahap
sosialisasi
Tahap ini merupakan tahap penting
mengingat luasnya wilayah nusantara terutama daerah-daerah yang sulit dijangkau
oleh media informasi, baik cetak maupun elektronik.Dalam pada itu, masyarakat indonesia
pada umumnya tidak mudah menerima perubahan. Banyak perubahan, baik personal
maupun organisasional memerlukan pengetahuan dan ketrampilan baru. Dengan
begitu masyarakat beradaptasi dengan baik dengan lingkungan yang baru. Dalam
mengefektifkan pencapaian tujuan perubahan, diperlukan kejelasan tujuan dan
cara yang tepat, baik menyangkut aspek proses maupun pengembangan.
2. Tahap
piloting
Merupakan tahap uji coba agar penerapan
konsep manajemen berbasis sekolah tidak mengandung resiko. Uji coba memerlukan
persyaratan dasar, yaitu:
1. Akseptabilitas
Adanya
penerimaan dari para tenaga pendidikan sbg pelaksana dan penanggung jawab
pendidikan disekolah.
2.
Akuntabilitas
Program
MBS harus dpt dipertanggung jawabkan baik secara konsep, operasional maupun
pendanaannya.
3.
Reflikabilitas
Model MBS yang diuji cobakan dapat
direflikasi di sekolah lain sehingga perlakuan yang diberikan kepada sekolah
uji coba dapat dilaksanakan di sekolah lain.
4.
Sustainabilitas
Program
tersebut dapat dijaga kesinambunganya setelah uji coba dilaksanakan
3. Tahap
diseminasi
Merupakan tahapan memasyarakatkan model
MBS yang telah diujicobakan ke berbagai sekolah agar dapat
mengimplementasikannya secara efektif dan efisien.
C. Perangkat Implementasi Manajemen
Berbasis Sekolah(MBS)
Dalam mengimplementasikan MBS perlu
adanya pedoman atau petunjuk pelaksanaan MBS sebagai pijakan pelaksanaan MBS
(Guidelines) dalam hal ini aturan main yang terangkum pada perangkat peraturan
yang dipakai sebagai pedoman dalam perencanaan, monitoring dan evaluasi serta
laporan pelaksanaan, yang semuanya itu merupakan komponen penting dalam sistem
pendidikan karena mencerminkan perkembangan atau kemanjuan hasil pendidikan
dari satu waktu kewaktu lain. Oleh sebab itu perlu adanya keseriusan, kemampuan
dan politik pemerintah (Political Will) sebagai penanggung jawab pendidikan.
MBS akan berjalan dengan baik, manakala di lanjang oleh adanya rencana sekolah
hal ini termasuk salah satu dariperangkat terpenting dalam pengelolaan MBS.
Perencanaan sekoah adalah perencanaan yang di susun bersama dengan dewan
sekolah yang sesuaikan dengan Visi dan Misi sekolah, tujuan sekolah prioritas
yang akan di capai. Untuk memperoleh pemahaman lebih lanjut, berikut disajikan tabel
tentang strategi MBS dan perangkat pelaksanaanya hasil kajian BPPN dan Bank
Dunia 2000.
TABEL IMPLEMENTASI MBS
Aspek
|
Jangka
pendek (th ke-1 – ke-3)
|
Jangka
menengah (th ke-4 – ke-6)
|
Jangka
panjang (th ke-7 – ke-10)
|
A. Ketenagaan
|
|
|
|
1. Kepala
sekolah
|
· Sejumlah
Kepala
sekolah dipilih dari semua katagori
sekolah
untuk
mengikuti
pelatihan
tentang prinsip-
prinsip
MBS
dan
pengelola
keuangan
sekolah
dengan
prinsip
MBS.
· Pelatihan
ini
dilakukan
secara
berta-
hap
untuk
sebanyak
mungkin
kepala
sekolah
|
· Kepala
sekolah
menerima
pelatihan
bagi
yang
belum
dan
pelatihan
lanjutan
bagi
yang
sudah
· Kepala
sekolah
memiliki
keleluasaan
dalam
mengatur
sekolah,
antara
lain
dalam
:
-
mengatur
dana
-
mengisi
kurikulum
(local
diisi
ditingkat
sekolah,
jika
sekolah
yang
bersangku-
tan
mampu)
|
· Ada kewena-
ngan
yang luas
bagi
kepala
seko
lah dalam
rangka
kebijakan
nasional
· Pemilihan
kepala sekolah
dilakukan
oleh
dewan
sekolah
(school
council)
dengan
memper-
timbangkan
kompetisinya
(keterampilan,
pengalaman
kepemimpinan,
kemampuan
dalam
menggerakkan
masyarakat
untuk
berpartisipasi,
dan
bersifat
proaktif)
|
2. Guru
|
· SD:
seleksi
dan
pengang-
katan
di Tk I,
sedangkan
penempatan
di
Tk.
II.
· SLTP
: seleksi
di
pusat,
pengangkatan
dan
penem-
patan
Tk. I.
|
SD
· Seleksi
di Tk.I
· Pengangkatan
dan
penempa-
tan
di Tk. II
SLTP
· Seleksi
di
Tk.I
· Pengangkatan
dan
penempa-
tan
di Tk.II.
· Pemilihan
guru
baik SD
maupaun
SLTP
di
dasarkan
pada
kompetensi
· Penempatan
guru
sesuai
dengan
kebutuhan
sekolah
· Diberlakukan
insentif dan
disnsentif
terhadap
sekolah
yang
memiliki
kelebihan
dan
kekurangan
guru.
· Guru
mempe-
roleh
insentif
sesuai
dengan
prestasinya.
· Guru
wajib
menguasai
prinsip-
prinsip
SBM.
|
· Seleksi
pengang-katan
dan
penempatan
di
Dati
II
· Pemilihan
berdasarkan
kompetensi.
· Penempatan
guru
sesuai
dengan
kebutuhan
sekolah.
· Diberlakukan
insentif
dan
disisentif
terhadapsekola
h
yang
memiliki
kelebihan
dan
kekurangan
guru.
· Guru
memeperoleh
insentif sesuai
dengan
prestasinya.
· Guru
Wajib
menguasai
prinsip-prinsip
SBM
|
3. Pengawas
/
pemimpin
dan
staf
“Dinas
Dikbud”
|
· Pelatihan
tentang
prinsip-
prinsip
SBM.
· Profesionalisasi
pengawas
/
pimpinan
dan
staf
“Dinas Dikbud”
|
· Pelatihan
lanjutan.
· Profesionalisa
si
pengawas /
pimpinan
dan
staf
“Dinas
Dikbud
|
· Profesionalisasi
pengawas
/
pimpinan
dan
staf
“Dinas
Dikbud
|
B. Keuangan
|
|
|
|
1. “DIK”
|
Tetap seperti
saat ini, yaitu
berasal dari
anggaran rutin
pemerintah.
Penetapan
alokasi di Dati I
berdasarkan
alokasi besaran
dari pusat.
|
Penentuan
alokasi di
Dati -II
berdasarkan
alokasi
besaran dari
pusat (khusus
gaji tenaga
kependidikan)
|
Diberikan
dalam bentuk
block grant
Dati II. Dati II
mengalokasi-
kan kesekolah
sesuai dengan
jumlah dan
kepengkatan
guru
|
2. “DIP”
|
· Tetap
seperti
saat
ini, yaitu
dana
dari
anggaran
pembangunan
untuk
bantuan
operasional
sekolah,
pengadaan
gedung,
dan
pengadaan
laboraturium
di Dati I untuk SD
dan
di pusat
untuk
SLTP
· Block
grant
langsung
kesekolah.
· Bantuan
pemerintah
untuk
sekolah
swasta
disesuaikan
dengan
kemampuan
pemerintah.
|
· Dana
dari
anggaran
ini
diberikan
kepada
sekolah
semuanya
dalam
bentuk
block
grant
yang
diterimakan
secara
langsung
kesekolah.
· Sekolah
memiliki
keluasan
dalam
mengelola
anggaran
tersebut
dengan
sepengetahua
n
BP3 yang
telah
ditingkatkan
fungsinya.
· Pengelolaan
dana
ini juga
akan
diikuti
dengan
sistem
pengawasan
yang
intensif.
· Block
grand
untuk
sekolah
swasta
disesuaikan
dengan
kemampuan
keuangan.
|
· Dana
dari
anggaran
ini
diberikan
kepada
sekolah
semuanya
dalam
bentuk
block
grant.
· Sekolah
memiliki
keleluasan
dalam
mengelola
anggaran
tersebut
dengan
kontrol
dari
dewan
sekolah
(school
Council).
· Pengelolaan
dana
ini juga
akan
diikuti
oleh
sistem
pengawasan
yang
intensif.
· Sekolah
dengan
kemampuan
manajemen
rendah
memperoleh
dana
lebih
besar
dari
sekolah
dengan
kemampuan
manajemen
sedang
dan
sekolah
dengan
kemampuan
manajemen
sedang
memperoleh
dana
lebih
besar
dari
sekolah
berkemampuan
manajemen
tinggi.
· Bock
grant
untuk
sekolah
swasta
semakin
meningkat
disesuaikan
dengan
kemampuan
keuangan
negara
|
3. Dana
dari orang tua dan masyarakat
|
Tetap seperti saat
ini, yaitu masih ada
orang tua yang
diwajibkan
membaya
kesekolah
|
Ada kesepakatan
secara demokratis
antara orang tua dan
sekolah
apabila orang tua
dikenakan suatu
gaya untuk
anaknya.
Sedangkan
sumbangan
sukarela
bergantung
ketersediaan
sumber daya
dimasyarakat.
Keberadaan dana
ini sangat
berbeda antara
satu sekolah
dengan lainnya.
Bahan sekolah
dengan
kemampuan
manajemen
rendah, mungkin
sekali tidak memiliki
sumber
dana ini (sehingga
orang
tua bisa di
bebaskan dari
pengadaan dana
ini). Pengelolaan
dana ini harus
sepengetahuan
BP3 yang telah
ditingkatkan
fungsinya.
|
Ada kesepakatan
secara demokratis
antara orang tua dan
dewan sekolah
dan sekolah apabila
orang tua
dikenakan suatu
biaya utnuk
anaknya.
Sedangkan
sumbangan
sukarela
bergantung
ketersediaan
sumber daya
dimasyarakat.
Keberadaan dana
ini sangat berbeda
antara satu sekolah
dengan lainnya.
Sekolah ‘dengan
kemamuan
manajemen rendah,
mungkin sekali
tidak memiliki
sumber dana ini
(sehingga orang tua
bisa di bebaskan
dari pengadaan
dana ini).
Pengelolaan dana
ini harus
sepengetahuan
dewan sekolah
(school council)
dan disertai
pengawasan dari
pengawas yang
ditentukan Dati II.
|
C. Kurikulum
|
|
|
|
1. Materi
|
Tetap seperti saat
ini, yaitu ada
kurikulum local 20
% yang diserahkan
kedaerah dan 80 %
masih disusun
ditingkat pusat.
|
1. Kurikulum Inti
(80 %). Disusun
dipusat untuk
dilaksanakan
diseluruh
Indonesia.
Sekolah memiliki
kelenturan dalam
mengalokasikan
waktu belajar.
Maksudnya jam
mata pelajaran
tertentu boleh
dikurangi untuk
menambah /
mengganti mata
pelajarana lain
yang di anggap
sangant penting
oleh sekolah yang
bersangkutan.
2. Kurikulum
Muatan Lokal
(20
%). Disusun
ditingkat sekolah
berdasarkan
potensi
lingkungan
setempat atau
disediakan
ditingkat Dati II
bagi sekolah yang
tidak mampu
menyusun
sendiri. Isi
kurikulum bisa
berfariasi antara
satu sekolah
dengan sekolah
lainnya.
|
a. Kurikulum Inti
(standar
kompeten-
si
minimal), untuk
menjaga
kualitas
pendidikan
dan
kesatuan
bangsa,
disusun
di pusa
untuk
dilksanakan
diseluruh
Indonesia.
Waktu belajar boleh
diambah
namun
tidak
boleh
dikurangi.
b. Kurikulum
Elektif
(termasuk
muatan
local).
Pedoman
disusun
ditingkat
pusat,
materinya
ditentukan
/ dipilih ditingkat Dati II atau sekolah dengan mempertimbangkan kondisi
setempat. Waktu belajarnya boleh dikurangi untuk menambah waktu pelaksanaan
butir a
|
2.
Pengujian
|
Tetap seperti saat
ini, yaitu pedoman
dan kisi-kisi
disusun dipusat,
soal dibuat diTk. I
untuk SD.
Sedangkan utnuk
SLTP, baik
pedoman, kisi-kisi
maupun soal dibuat
di Tk. Pusat
|
Baik utnuk SD
maupun SLTP,
pedoman dan
kisi-kisi disusun
di pusat, soal
dibuat di Tk. I.
|
Guidelines, kisi-
kisi, dan soal untuk
standar kompetensi
minimal dibuat di
pusat, sedangkan
untuk elektif di
Dati I.
|
D. Sarana
dan prasarana sekolah
|
· Identifikasi
dan
penataan
ulang
pengadaan
sarana
prasarana
sekolah.
· Pengadaan
sarana
prasarana
dilakukan
di
Dati
II.
|
Pengadaan sarana
prasarana di
tingkat sekolah.
|
Pengadaan sarana
prasarana di tingkat
sekolah.
|
E. Partisipassi
masyarakat
|
· Sosialisasi
prinsip-prinsip
SBM
untuk
masyarakat
luas
melalui
media
masa
dan
forum
lainnya.
· Bentuk
partisipasi
masyarakat
melalui
BP3.
|
Bentuk partisipasi
masyarakat masih
berbentuk BP3
yang fungsinya di
tambah sebagai
berikut :
1. Bersama
sekolah
ikut
menyusun
kurikulum
local.
2. Mengawasi
penggunaan
dana
sekolah
dan
dana dari masyarakat
(kalau
ada).
|
Bentuk : komite/
Dewan sekolah,
terdiri atas : tokoh
masyarakat,
seseorang yang
memiliki keahlian
tertentu, kepala
sekolah,
perwakilan guru,
perwakilan
“Dikbud Dati II”,
dan perwakilan
orang tua murid
“Dunia Usaha”
Tugasnya antara
lain :
· Memilih
kepala
sekolah
· Mengorganisasi
sumbangan
dari
orang
tua dan
masyarakat
· Mengawasi
pengelolaan
keuangan
sekolah
· Ikut
menyusun
atau
memilih
kurikulum
dan
bahan
ajar
· Membantu
dan
mengawasi
proses
belajar
mengajar
|
TABEL PERANGKAT PELAKSANA MBS
No.
|
Perangkat
|
Bentuk
|
Program Kerja
|
1.
|
Kesiapan
sumberdaya manusia
yang terkait dengan
pelaksanaan SBM
|
1. Sosialisasi
2. Pelatihan
3. Uji
coba
|
· Media
masa
· Diskusi
dan forumilmiah
· Pelatihan
kepala
sekolah,
pengawas,
guru,
dan unsur
terkait
lainnya
· Dipilih
daerah dan sekolah mewakili
kriteria
criteria sebagai ujicoba SBM
|
2.
|
Kategori sekolah dan
daerah
|
1. Jenjang
sekolah
2. Kemampuan
manajemen sekolah
3. Kriteria
daerah
|
· SD/MI:
Al Hayatul
· Islamiyah
dan
Swasta
· SLTP/MTs:
Al
Hayatul
Islamiyah
dan
swasta
· Sekolah
dengan kemampuan
manajemen
tinggi
· Sekolah
dengan
kemampuan
manajemen
sedang
· Sekolah
dengan
kemampuan
manajemen
rendah
· Daerah
dengan
pendapatan
daerah
tinggi
· Daerah
dengan
pendapatan
daerah sedang
· Daerah
dengan
pendapatan
daerah rendah
|
3.
|
Peraturan kebijakan
dan pedoman
|
1. Peraturan
kebijakan dari pusat
2. Pedoman
pelaksanaan SBM
|
Perlu dirumuskan
seperangkat peraturan
yang diperlukan untuk
pelaksanaan otonomi
pada masing-masing
unsur.
Pedoman dari pusat
perlu dirumuskan
sedemikian rupa,
meliputi kerangka
nasioanal dan otonomi
sekolah. Pedoman ini antara lain meliputi: rencana sekolah,
pembiayaan,evaluasi,
monitoring (internal
akhir.
|
4.
|
Renacana sekolah
|
Rencana sekolah
disusun oleh sekolah
dengan partisipasi
masyarakat yang
tergabung dalam
“Dewan sekolah”
Rencana sekolah ini
harus memperoleh
persetujuan dari Dati
II.
Rencana sekolah perlu
mencantumkan, antara
lain misi dan visi
sekolah tujuan umum
dan khusus,
nilai-nilai
nasional dan khusus,
nilai-nilai nasioanal
dan
local, prioritas
pencapaiannya.
|
Rencana sekolah ini
merupakan program
yang akan
dilaksanakan
oleh sekolah selama
misalnya 3 tahun.
Rencana ini .di titik
beratkan pada apa
yang
akan dicapai oleh
sekolah selama kurun
waktu tersebut. Sebagai
contoh, sekolah akan
meningkatkan kualitas
belajar siswa
(kenaikan
NEM).
|
5.
|
Rencana pembiayaan
|
Rencana Aggaran
Sekolah yang
disetujui
Dati II
|
Sekolah yang
menyusun anggaran
yang diperlukan untuk
mendukung
pelaksanaan Rencana
Sekolah. Anggaran
disini termasuk
sumber-sumber dana
dari pemerintah,
orang tua dan masyarakat. Semua dana yang disetujui langsung dierimakan
kesekolah
|
6.
|
Monitoring dan
evaluasi internal
|
Monitoring dan
evaluasi internal (slef-assessment) yang
dilakukan oleh diri
sendiri
|
Pengelolaan sekolah
yang terjalin erat
dengan masyarakat
melakukan monitoring
internal
(slef-assessment). Kegiatan ini mengjhasilkan
laporan taunan yang
berisi laporan
sekolah dan “dewan sekolah” tentang pelaksanaan
kegiatan sekolah
berdasarkan
perencanaan sekolah
dan perencanaan
anggaran serta
kemajuan yang dicapai
selama tahun yang bersangkutan
|
7.
|
Monitoring dan
evaluasi eksternal
|
Monitoringdan
evaluasi
oleh pihak eksternal
|
Kegiatan ini
dilakukan oleh pengawas, Dati II, Pusat / Dati I atau
Konsultan Independen
Monitoring dan
evaluasi eksternal
dilakukan berdasarkan
rencana sekolah dan
rencana anggaran.
Hasil dari monitoring dan
evaluasi digunakan
sebagai tolak ukur
apakah sekolah akan
memperoleh tambahan
dana tetap, atau pengurangan pada tiga tahun berikutnya.
|
D. Model MBS (Model Australia)
Untuk memantapkan pemahaman tentang
implementasi MBS berikut disajikan model MBS yang telah diimplementasikan di
Australia (Satori, 1999).
1.
Konsep
Pengembangan
Manajemen
Berbasis Sekolah/MBS (School Based
Management) merupakan refleksi pengelolaan desentralisasi pendidikan di
Australia. Sesuai dengan namanya, MBS menempatkan sekolah sebagai lembaga yang
memiliki kewenangan yang menetapkan kebijakan visi, misi, dan sasaran/tujuan
sekolah yang membawa implikasi terhadap pengembangan kurikulum sekolah dan
program-program operatif lainnya.
MBS
dibangun dengan memperhatikan kebijakan dan panduan dari pemerintahan negara
bagian di satu pihak dan partisipasi masyarakat melalui School Council (SC) serta parent
and community Association (P&G) di pihak lain. Perpaduan dari dua
kepentingan ini dituangkan dalam dokumen (1) school policy (yang membuat visi, misi, sasaran, pengembangan
kurikulum, dan prioritas program, (2) scool
planning review (untuk jangka waktu tiga tahun), (3) school palnning quality assurance, dan accountability dilakukan melalui kegiatan yang disebut eksternal
dan internal monitoring.
2.
Ruang
Lingkup Kewenangan
Aspek kewenangan dalam
MBS meliputi:
a. Menyusun
serta mengembangkan kurikulum dan proses pembelajaran untuk meningkatkan hasil
belajar siswa bersama-sama dengan SC dan P&G, sekolah menyusun kurikulum
dengan tetap memperhatikan pemerintah.
b. Melakukan
pengelolaan sekolah; bentuk pengelolaan sekolah menggambarkan kadar pelaksanaan
MBS sekolah. Sekolah dapat memilih antara tiga kemungkinan, yaitu (1) standard fleksibility option (SO); (2) Enhanced Flexibility Option (EO 1); dan
(3) Enhanced Flexibility Option (EO
2).
c. Membuat
perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggung jawaban; pelaksanaan MBS tidak lepas
dari accountability yang dapat
dilihat dari perencanaan sekolah dan pencapaiannya. Perencanaan sekolah ini
atas school palnning overviewi untuk
jangka waktu tiga tahun, dan school
annual planning untuk jangka waktu satu tahun. Adapun pencapaian
implementasinya dilakukan melalui ternal
monitoring (school review) dan internal
monitoring sebagai evaluasi diri yang dilaporkan secara kumulatif dalam school annual report. Kegiatan tersebut
merupakan bagian dari mekanis mequality
assurance dan accountability.
d. Menjamin
dna mengusahakan sumber daya (human and
financial); dalam MBS diparaktekkan apa yang disebut dengan resources fleksibility yang mencakup
dukungan untuk (1) mengajar dan kepemimpinan, (2) dukungan sekolah, (3)
lingkungan sekolah. Di samping dan itu, dikenal pula dan khusus berupa school grant dan targeted fund. Semua dana tersebut berasal dari pemerintah. Dana
sekolah bersumber pula dari orang tua dan masyarakat. Dana ini diperoleh
apabila orang tua dan masyarakat melihat kepemimpinan program sasaran, dan
manfaat yang jelas.
3.
Jenis
Pengorganisasian MBS
Pengorganisasian
pengelolaan sekolah menggambarkan kadar kewenangan yang diberikan kepala
sekolah.
a. Standard Flexibility Option (SO)
Dalam bentuk ini peran
dan dukungan kantor distrik lebih besar. Kepala sekolah hanya bertanggung jawab
terhadap penyusunan rencana sekolah (termasuk penggunaan anggaran) dan
pelaksanaan pelajaran (implementasi kurikulum). Kantor distrik bertanggung
jawab terhadap pengesahan dan monitoring serta bertindak sebagai penasihat
dalam menyusun school palnning overview
(yang merupakan rencana strategis untuk tiga tahun), school annual planning, dan school
annual report. Dalam pengelolaan MBS tipe SO ini, pemerintah Negara bagian
memberikan petunjuk/pedoman dan dukungan.
b. Enhanced flexibility option (EO1)
Dalam bentuk ini
sekolah bertanggung jawab untuk menyusun rencana strategis sekolah (school palnning overview) untuk tiga
tahun, school annual planning, dan school annual report dengan bimbingan
dan pengesahan dari kantor distrik (superintendent).
Dalam posisi ini, peran kantor distrik adalah (1) memberikan dukungan kepada
kepala sekolah dalam pelaksanaan monitoring internal; (2)
menandatangani/membenarkan isi rencana sekolah (rencana strategi dan tahunan).
Sementara itu peran kantor pendidikan pemerintah Negara bagian mengembangkan
dan menetapkan prioritas program yang akan disajikan sumber penyusunan
perencanaan sekolah.
c. Enhanced flexibility option (EO2)
Di
sini keterlibatan distrik sangat kurang, hanya berperan sebagai lembaga
konsultasi. Kantor distrik hanya memberikan dokumen yang disusun dan disahkan
oleh sekolah bersama school council berupa
school planning overview, school annual
planning, dan school annual report.
Kantor pendidikan negara bagian menyiapkan isi kurikulum inti (core curriculum), menertibkan dokumen
silabus, dan mengkoordinasikan test standar, serta melakukan school overview.
Dengan
memperhatikan alternative penyelenggaraan MBS seperti dijelaskan di atas,
implementasi praktek tersebut tergantung pada kondisi tersebut:
1. Partisipasi
dan komitmen dari orang tua dan penduduk masyarakat sekitar dalam
penyelenggaraan pendidikan bagi anak-anak; komitmen dan partisipasi tersebut
direfleksikan dalam kekuatan posisi school
council (SC) dan parent and community
association (P&C). Kondisi ini tampaknya sangat berkaitan dengan
tingkat pendidikan dan status social-ekonomi masyarakat.
2. Program
Quality-Asssurance dan Accountability yang dipahami baik oleh semua
pihak dalam jajaran departemen pendidikan. Dalam program ini, praktek
pendelegasian ke sekolah yang disertai dengan kerjasama indikator kinerja
sebagai “benchmarking” memungkinkan
para pejabat/pelaksana dari kantor pendidikan negara bagian, distrik sampai
sekolah meiliki kesamaan persepsi dalam pelaksanaannya.
3. Pelaksanaan
basic skill test memungkinkan kantor
pendidikan negara bagian, distrik, dan sekolah memperoleh informasi tentang
kinerja sekolah. Bagi sekolah, hasil tes ini dapat dijadikan bahan diagnosis
dan masukan bagi program pengembangan sekolah. Sementara itu dari hasil test
yang sama, kantor distrik dapat memberikan layanan penasihatan yang lebih
terfokus, dan bagi kantor pendidikan negara bagian onformasi hasil tes
dijadikan bahan untuk mengembangkan proses pembinaan sekolah.
4. Adanya
school planning overview yang
merupakan perencanaan strategi sekolah, memungkinkan sekolah untuk memahami
visi, misi, dan sasaran prioritas pengembangan sekolah. Kemampuan manajemen
seperti itu diperlukan dalam membangun kinerja kelembagaan sekolah sehingga
jajaran perencanaan tahuan (annual
planning) sekolah dapat dilakukan lebih terarah.
5. Pelaksanaan
MBS ini pun didukung oleh adanya school
annual report yang menggambarkan pencapaian perencanaan tahunan sekolah. School annual report yang dibahas
bersama dan memperoleh penerimaan dari school
council menggambarkan akuntabilitas kelembagaan sekolah.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
1. Strategi
implementasi MBS dengan cara pengelompokan sekolah berdasarkan tingkat
kemampuan manajemen masing-masing. Pengelompokan sekolah tersebut berdasarkan
kemampuan sekolah, kepala sekolah dan guru, partisipasi masyarakat, pendapat
daerah dan orang tua, anggaran sekolah.
2. Pentahapan
MBS dapat dilaksanakan melalui 3 tahap Jangka pendek ( tahun pertama sampai
tahun ketiga), Jangka menengah (tahun keempat sampai tahun keenam), Jangka
panjang (setelah tahun keenam) .
3. Menurut
Fattah, tahapan MBS dapat dilakukan melalui
tiga tahap yaitu tahap sosialisasi, piloting, dan deseminasi.
4. Implementasi
MBS memerlukan seperangkat peraturan dan pedoman-pedoman(guidelines) umum yang
dapat dipakai sebagai pedoman dalam perencanaan, monitoring, dan evaluasi serta
proses pelaksanaanya. Seperangkat implementasi tersebut perlu dikenalkan sejak
awal melalui pelatihan- pelatihan yang diselenggarakan sejak pelaksanaan jangka
pendek.
5. Model
MBS( model Australia) dapat di pahaami dengan menelaah segi konsep
pengembangan, ruang lingkup kewenangan, jenis pengorganisasian.
B. Saran
Sekolah
perlu berkembang maju dari tahun ke tahun. Karena itu hubungan baik anatar guru
perlu diciptakan terjalin iklim dan suasana kerja yang kondusif dan manajemen
sekolah perlu dibina agar sekolah menjadi lingkungan pendidikan yang
menumbuhkan kreativitas, disiplin, dan semangat belajar peserta didik. Dalam
kerangka inilah disarankan perlunya implementasi MBS. Dalam rangka
mengimplementasikan MBS secara efektif dan efisien, guru harus berkreasi dalam meningkatkan
manajemen kelas.
DAFTAR
PUSTAKA
Sutomo,2012.Manajemen Sekolah.Semarang:Unnes Press