Jumat, 21 Maret 2014

“IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH



Unnes Warna.JPG

MAKALAH MANAJEMEN SEKOLAH
“IMPLEMENTASI MANAJEMEN
BERBASIS SEKOLAH”





Untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Umum Manajemen Sekolah
Dosen Pengampu :
Rafika Bayu Kusumandari, S.pd, M.pd

DISUSUN OLEH :
Diah Puji Rahayu        ( 4101412018 )
Dea Marantika                        ( 4101412121 )
Siti Badriatul M.         (4101412023 )
Fitriyana Wardani       ( 4101412192 )
Yesi Febriyanti            ( 4401412044 )

FAKULTAS MATEMATIKA  DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas nikmat karunia dan petunjuknya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah kelompok mata kuliah Manajemen Sekolah yang berjudul “Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah”
Tentunya dalam penyusunan makalah ini, tidak bisa terlepas dari peran orang atau lembaga yang telah mendidik kami selama ini, oleh karena itu kami mengucap terima kasih kepada :
1.      Allah SWT atas karunia dan petunjuknya dalam mengerjakan karya tulis ini.
2.      Rafika Bayu Kusumandari, S.pd, M.pd dosen pengampu Manajemen Sekolah.
3.      Bapak dan ibu tercinta yang telah memberikan segala sesuatu yang tidak ternilai bagi kami.
4.      Teman-teman  yang telah memberikan motivasi dan kerjasamanya.
5.      Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan berikutnya. Semoga bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya sebagaimana yang diharapkan. Amin.

      Semarang, 10 November 2013

Penulis




DAFTAR ISI
Halaman Judul  .......................................................................................  i
Kata Pengantar .......................................................................................  ii
Daftar Isi  ................................................................................................ iii
BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................... 1  
Latar Belakang  ........................................................................... 1   
            Rumusan Masalah .......................................................................  2
            Tujuan .......................................................................................... 2
            Manfaat ................. ...................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................  3      
Strategi Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah .................. 3
Pentahapan Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah ............ 5
Perangkat Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah .............. 7
Model MBS (Model Australia) ................................................... 27
BAB III PENUTUP ............................................................................... 32
Kesimpulan ................................................................................. 32
            Saran ........................................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................  33



BAB I
PENDAHULUAN
A.         Latar Belakang
Peningkatan mutu pendidikan disekolah perlu didukung kemampuan manajerial para kepala sekolah. Sekolah perlu berkembang maju dari tahun ke tahun. Karena itu hubungan baik anatar guru perlu diciptakan terjalin iklim dan suasana kerja yang kondusif dan manajemen sekolah perlu dibina agar sekolah menjadi lingkungan pendidikan yang menumbuhkan kreativitas, disiplin, dan semangat belajar peserta didik. Dalam kerangka inilah disarankan perlunya implementasi MBS.
Untuk mengimplementasikan MBS secara efektif dan efisien, kepala sekolah perlu memiliki pengetahuan,kepemimpinan, perencanaan, dan pandangan yang luas tentang sekolah dan pendidikan. Wibawa kepala sekolah harus ditumbuh kembangkan dengan peningkatan sikap kepedulian, semangat belajar, disiplin kerja, keteladanan dan hubungan manusiawi sebagai modal perwujudan iklim kerja yang kondusif. Lebih lanjut, kepala sekolah dituntut melakukan fungsinya sebagai manajer sekolah dalam meningkatkan proses belajar mengajar, dengan melakukan supervisi kelas, memebina dan memberikan saran-saran positif kepada guru. Disamping itu, kepala sekolah juga harus melakukan tukar pikiran, sumbangan saran, dan studi banding antar sekolah untuk menyerap kiat-kiat kepemimpinan dari kepala sekolah lain.
Dalam rangka mengimplementasikan MBS secara efektif dan efisien, guru harus berkreasi dalam meningkatkan manajemen kelas. Guru adalah teladan dan panutan langsung para peserta didik di kelas. Oleh karena itu guru perlu siap dengan segala kewajiban, baik manajemen maupun persiapan isis materi pengajaran. Guru juga harus mengorganisasikan kelasnya dengan baik. Jadwal pemlajaran, pembagian tugas peserta didik, kebersihan, keindahan dan ketertiban kelas, pengaturan tempat duduk peserta didik, penempatan alat-alat dan lain-lain harus dilakukan dengan sebaik-baiknya. Suasana kelas yang menyenangkan dan penuh dengan disiplin sangat diperlukan untuk mendorong semangat peserta didik. Kreativitas dan daya cipta guru untuk mengimplementasikan MBS perlu terus menerus didorong dan dikembangkan.
Sesuai dengan tuntutan diatas BPPN dan Bank Dunia(1999) telah melakukan berbagai kajian, antara lain telah mengembangkan strategi pelaksanaan MBS, yang meliputi pengelompokan sekolah berdasarkan kemampuan manajemen, pentahapan pelaksanaan MBS dan perangkat pelaksanaan MBS
B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar belakang diatas, penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana strategi implementasi manajemen berbasis sekolah?
2.      Bagaimana pentahapan manajemen berbasis sekolah?
3.      Apa perangkat  implementasi manajemen berbasis sekolah?
4.      Bagaimana mengidentifikasi  manajemen berbasis sekolah model Australia?
C.      Tujuan
Tujuan ditulisnya makalah ini adalah sebagai berikut.
1.      Untuk mengetahui strategi implementasi manajemen berbasis sekolah.
2.      Untuk mengetahui pentahapan manajemen berbasis sekolah.
3.      Untuk mengetahui perangkat  implementasi manajemen berbasis sekolah.
4.      Dapat mengidentifikasi  manajemen berbasis sekolah model Australia.
D.      Manfaat
Manfaat ditulisnya makalah ini adalah sebagai berikut.
1.      Memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Sekolah.
2.      Mengetahui strategi implementasi, pentahapan, serta perangkat  implementasi  manajemen berbasis sekolah.
3.      Mengetahui manajemen berbasis sekolah model Australia.




BAB II
PEMBAHASAN
A.  Strategi Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Implementasi MBS akan berlangsung secara efektif dan efisien apabila didukung oleh sumber daya manusia yang profesional untuk mengoperasikan sekolah, dana yang cukup agar sekolah mampu menggaji staf sesuai dengan fungsinya, sarana prasarana memadai untuk mendukung proses belajar mengajar, serta dukungan masyarakat (orang tua) yang tinggi. Krisis ekonomi telah memperlemah kemampuan bersekolah dan telah menimbulkan dampak negatif, yakni menurunnya jumlah peserta didik mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi (kesempatan belajar di SLTP, SLTA, dan perguruan tinggi tertinggal dibandingkan dengan Negara lain), menurunnya partisipasi masyarakat karena kerusuhan terjadi dimana-mana, angka partisipasi pendidikan sama dengan yang telah dicapai negara-negara ASEAN lainnya 15-20 tahun yang lalu. Multi krisis telah memperburuk kondisi pendidikan, memperburuk fasilitas pembelajaran, serta menurunkan kondisi kesehatan dan kualitas pendidikan.
Kondisi sekolah di Indonesia pada saat krisis sekarang ini sangat bervariasi dilihat dari segi kualitas, lokasi sekolah, dan partisipasi masyarakat (orang tua). Kualifikasi sekolah bervaiasi dari sekolah yang sangat maju sampai sekolah yang sangat tertinggal, sedangkan lokasi sekolah sangat bervariasi dari sekolah yang terletak diperkotaan sampai sekolah yang letaknya di daerah terpencil. Demikian pula partisipasi orang tua, bervariasi dari yang partisipasinya tinggi sampai yang kurang bahkan tidak berpartisipasi sama sekali. Kondisi-kondisi tersebut, tampaknya akan menjadi permasalah yang rumit dan harus diprioritaskan penanganannya pasca krisis. Oleh karena itu, agar MBS dapat diimplementasikan secara optimal, baik di era krisis maupun pasca krisis dimasa mendatang, perlu adanya pengelompokan sekolah berdasarkan tingkat kemampuan manajemen masing-masing. Pengelompokan ini di maksudkan untuk mempermudah pihak-pihak terkait dalam memberikan dukungan.

1.      Pengelompokan sekolah
Dalam rangka mengimplementasikan MBS, perlu dilakukan pengelompokan sekolah berdasarkan kemampuan manajemen, dengan mempertimbangkan kondisi lokasi dan kualitas sekolah. Dalam hal ini sedikitnya akan ditemui tiga kategori sekolah, yaitu baik, sedang, kurang, yang tersebar di lokasi-lokasi maju, sedang, dan ketinggalan. Kelompok-kelompok sekolah tersebut dapat dilihat pada tabel 1. pada table tersebut setiap kelompok sekolah, menggambarkan juga tingkat kemampuan manajemen.
TABEL KELOMPOK SEKOLAH DALAM MBS
Kemampuan sekolah
Kepala sekolah dan guru
Partisipasi masyarakat
Pendapatan daerah dan orang tua
Anggaran sekolah
Kemampuan manajemen tinggi
Berkompetensi tinggi (termasuk kepemimpinan)
Tinggi (termasuk dukungan dana)
Tinggi
Anggaran sekolah
diluar anggaran pemerintahan besar
Kemampuan manajemen sedang
Berkompetensi sedang (termasuk kepemimpinan)
Sedang (termasuk dukungan dana)
Sedang
Anggaran sekolah
diluar anggaran pemerintahan
Kemampuan manajemen rendah
Berkompetensi rendah (termasuk kepemimpinan)
Rendah (termasuk dukungan dana)
Rendah
Anggaran sekolah
diluar anggaran pemerintahan kecil atau tidak ada

Kondisi di atas mengisyaratkan tingkat kemampuan manajemen sekolah untuk mengimplementasikan MBS berbeda satu kelompok sekolah dengan kelompok lainnya. Perencanaan MBS harus menuju pada variasi tersebut, dan mempertimbangkan kemampuan setiap sekolah. Perencanaan yang merujuk pada kemampuan sekolah sangat perlu, khususnya untuk menghindari penyeragaman perlakuan (treatment) terhadap sekolah.
Perbedaan kemampuan manajemen, mengharuskan perlakuan yang berbeda terhadap setiap sekolah sesuai dengan tingkat kemampuan masing-masing dalam menyerap paradigma baru yang ditawarkan MBS. Misalnya, suatu sekolah mungkin hanya memerlukan pelatihan untuk mampu melaksanakan MBS, namun sekolah lain barangkali memerlukan dukungan-dukungan tambahan dari pemerintah agar dapat menerapkan paradigma baru tersebut. Dengan mempertimbangkan kemampuan sekolah kewajiban dan kewenangan sekolah terhadap pelaksanaan MBS, dapat dibedakan antara satu sekolah dengan sekolah lain. Pemerintah berkewajiban melaksanakan upaya-upaya maksimal bagi sekolah-sekolah yang kemampuan manajemennya kurang untuk mempersiapkan pelaksanaan MBS. Namun demikian, untuk jangka panjang MBS akan ditentukan oleh bagaimana sekolah mampu menyusun rencana sekolah, dan melaksanakan rencana tersebut.
B.  Pentahapan Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah(MBS)
Penerapan MBS secara menyeluruh sebagai realisasi desentralisasi pendidikan memerlukan perubahan-perubahan mendasar terhadap aspek-aspek yang menyangkut keuangan, ketenagaan, kurikulum, sarana dan prasaran, serta partisipasi masyarakat.
MBS dapat dilaksanakan melalui 3 tahap:
1.    Jangka pendek ( tahun pertama sampai tahun ketiga)
2.    Jangka menengah (tahun keempat sampai tahun keenam)
3.    Jangka panjang (setelah tahun keenam)
Pelaksanaan jangka pendek diprioritaskan pada kegiatan yang tidak memerlukan perubahan mendasar terhadap aspek-aspek pendidikan. Strategi ini perlu dipertahankan pada ha-hal yang bersifat sosialisasi MBS terhadap masyarakat dan sekolah, pelatihan terhadap sumber daya manusia, yang akan melaksanakan MBS, dan mengalokasikan dana Block Grant langsung ke sekolah sebagai praktik pengelolaan keuangan dengan prinsip MBS. Sosialisasi dan pelatihan mempunyai peranan yang sangat penting karena MBS memerlukan adanya perubahan sikap dan perilaku tenaga kependidikan dan masyarakat yang selama ini berpola top-down. Kegiatan jangka pendek dipilih dengan mempertimbangkan alasan-alasan berikut :
a)      Baik sekolah maupun masyarakat belum meyakini prinsip-prinsip MBS secara rinci. Oleh karena itu, MBS perlu disosialisasikan agar mereka memahami hak dan kewajiban masing-masing.
b)      Pengalokasian dana langsung ke sekolah merupakan prioritas utama dalam pelaksanaan otonomi sekolah.
c)      Pelaksanaan MBS memerlukan tenaga yang memiliki keterampilan yang memadai, minimal mampu mengelola dan mengerti prinsip-prinsip MBS.
d)     Rekomendasi bank dunia juga merujuk pada dua hal di atas, yaitu kurangnya otonomi kepala sekolah dalam mengelola keuangan sekolah disatu pihak, dan kurangnya kemampuan manajemen kepala sekolah dilain pihak.
Secara garis besar, Fattah (2000) membaginya menjadi 3 tahap yaitu :
1.      Tahap sosialisasi
Tahap ini merupakan tahap penting mengingat luasnya wilayah nusantara terutama daerah-daerah yang sulit dijangkau oleh media informasi, baik cetak maupun elektronik.Dalam pada itu, masyarakat indonesia pada umumnya tidak mudah menerima perubahan. Banyak perubahan, baik personal maupun organisasional memerlukan pengetahuan dan ketrampilan baru. Dengan begitu masyarakat beradaptasi dengan baik dengan lingkungan yang baru. Dalam mengefektifkan pencapaian tujuan perubahan, diperlukan kejelasan tujuan dan cara yang tepat, baik menyangkut aspek proses maupun pengembangan.
2.    Tahap piloting
Merupakan tahap uji coba agar penerapan konsep manajemen berbasis sekolah tidak mengandung resiko. Uji coba memerlukan persyaratan dasar, yaitu:
1.     Akseptabilitas
Adanya penerimaan dari para tenaga pendidikan sbg pelaksana dan penanggung jawab pendidikan disekolah.
2.   Akuntabilitas
Program MBS harus dpt dipertanggung jawabkan baik secara konsep, operasional maupun pendanaannya.
3.        Reflikabilitas
Model MBS yang diuji cobakan dapat direflikasi di sekolah lain sehingga perlakuan yang diberikan kepada sekolah uji coba dapat dilaksanakan di sekolah lain.
4.        Sustainabilitas
Program tersebut dapat dijaga kesinambunganya setelah uji coba dilaksanakan
3.  Tahap diseminasi
Merupakan tahapan memasyarakatkan model MBS yang telah diujicobakan ke berbagai sekolah agar dapat mengimplementasikannya secara efektif dan efisien.
C.  Perangkat Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah(MBS)
Dalam mengimplementasikan MBS perlu adanya pedoman atau petunjuk pelaksanaan MBS sebagai pijakan pelaksanaan MBS (Guidelines) dalam hal ini aturan main yang terangkum pada perangkat peraturan yang dipakai sebagai pedoman dalam perencanaan, monitoring dan evaluasi serta laporan pelaksanaan, yang semuanya itu merupakan komponen penting dalam sistem pendidikan karena mencerminkan perkembangan atau kemanjuan hasil pendidikan dari satu waktu kewaktu lain. Oleh sebab itu perlu adanya keseriusan, kemampuan dan politik pemerintah (Political Will) sebagai penanggung jawab pendidikan. MBS akan berjalan dengan baik, manakala di lanjang oleh adanya rencana sekolah hal ini termasuk salah satu dariperangkat terpenting dalam pengelolaan MBS. Perencanaan sekoah adalah perencanaan yang di susun bersama dengan dewan sekolah yang sesuaikan dengan Visi dan Misi sekolah, tujuan sekolah prioritas yang akan di capai. Untuk memperoleh pemahaman lebih lanjut, berikut disajikan tabel tentang strategi MBS dan perangkat pelaksanaanya hasil kajian BPPN dan Bank Dunia 2000.

TABEL IMPLEMENTASI MBS
Aspek
Jangka pendek (th ke-1 – ke-3)
Jangka menengah (th ke-4 – ke-6)
Jangka panjang (th ke-7 – ke-10)
A.    Ketenagaan



1.      Kepala sekolah
·      Sejumlah
Kepala sekolah dipilih dari semua katagori
sekolah untuk
mengikuti
pelatihan tentang prinsip-
prinsip MBS
dan pengelola
keuangan
sekolah dengan
prinsip MBS.
·      Pelatihan ini
dilakukan
secara berta-
hap untuk
sebanyak
mungkin kepala
sekolah


·    Kepala
sekolah
menerima
pelatihan bagi
yang belum
dan pelatihan
lanjutan bagi
yang sudah
·    Kepala
sekolah
memiliki
keleluasaan
dalam
mengatur
sekolah,
antara lain
dalam :
- mengatur
dana
- mengisi
kurikulum
(local diisi
ditingkat
sekolah, jika
sekolah
yang
bersangku-
tan mampu)
·   Ada kewena-
ngan yang luas
bagi kepala
seko lah dalam
rangka
kebijakan nasional
·    Pemilihan kepala sekolah
dilakukan oleh
dewan sekolah
(school council)
dengan
memper-
timbangkan
kompetisinya
(keterampilan,
pengalaman
kepemimpinan,
kemampuan
dalam
menggerakkan
masyarakat
untuk
berpartisipasi,
dan bersifat
proaktif)


2.      Guru
·      SD: seleksi
dan pengang-
katan di Tk I,
sedangkan
penempatan di
Tk. II.
·      SLTP : seleksi
di pusat,
pengangkatan
dan penem-
patan Tk. I.

SD
·     Seleksi di Tk.I
·    Pengangkatan
dan penempa-
tan di Tk. II
SLTP
·     Seleksi di
Tk.I
·   Pengangkatan
dan penempa-
tan di Tk.II.
·     Pemilihan
guru baik SD
maupaun
SLTP di
dasarkan pada
kompetensi
·     Penempatan
guru sesuai
dengan
kebutuhan
sekolah
·    Diberlakukan insentif dan
disnsentif
terhadap
sekolah yang
memiliki
kelebihan dan
kekurangan
guru.
·    Guru mempe-
roleh insentif
sesuai dengan
prestasinya.
·      Guru wajib
menguasai
prinsip-
prinsip SBM.
·   Seleksi pengang-katan
dan
penempatan di
Dati II
·   Pemilihan
berdasarkan
kompetensi.
·   Penempatan
guru sesuai
dengan
kebutuhan
sekolah.
·   Diberlakukan
insentif dan
disisentif
terhadapsekola
h yang
memiliki
kelebihan dan
kekurangan
guru.
·   Guru
memeperoleh insentif sesuai
dengan
prestasinya.
·   Guru Wajib
menguasai
prinsip-prinsip
SBM


3.      Pengawas /
pemimpin
dan staf
“Dinas
Dikbud”

·      Pelatihan
tentang prinsip-
prinsip SBM.
·    Profesionalisasi
pengawas /
pimpinan dan
staf “Dinas Dikbud”
·  Pelatihan
 lanjutan.
·     Profesionalisa
si pengawas /
pimpinan dan
staf “Dinas
Dikbud

·    Profesionalisasi
pengawas /
pimpinan dan
staf “Dinas
Dikbud

B.     Keuangan



1.      “DIK”
Tetap seperti
saat ini, yaitu
berasal dari
anggaran rutin
pemerintah.
Penetapan
alokasi di Dati I
berdasarkan
alokasi besaran
dari pusat.
Penentuan
alokasi di
Dati -II
berdasarkan
alokasi
besaran dari
pusat (khusus
gaji tenaga
kependidikan)

Diberikan
dalam bentuk
block grant
Dati II. Dati II
mengalokasi-
kan kesekolah
sesuai dengan
jumlah dan
kepengkatan
guru
2.      “DIP”
·      Tetap seperti
saat ini, yaitu
dana dari
anggaran
pembangunan
untuk bantuan
operasional
sekolah,
pengadaan
gedung, dan
pengadaan
laboraturium di Dati I untuk SD
dan di pusat
untuk SLTP
·      Block grant
langsung
kesekolah.
·      Bantuan
pemerintah
untuk sekolah
swasta
disesuaikan
dengan
kemampuan
pemerintah.


·  Dana dari
anggaran ini
diberikan
kepada
sekolah
semuanya
dalam bentuk
block grant
yang
diterimakan
secara
langsung kesekolah.
·   Sekolah
memiliki
keluasan
dalam
mengelola
anggaran
tersebut
dengan
sepengetahua
n BP3 yang
telah
ditingkatkan
fungsinya.
·     Pengelolaan
dana ini juga
akan diikuti
dengan sistem
pengawasan
yang intensif.
·   Block grand
untuk sekolah
swasta disesuaikan
dengan
kemampuan
keuangan.



·    Dana dari
anggaran ini
diberikan
kepada sekolah
semuanya
dalam bentuk
block grant.
·    Sekolah
memiliki
keleluasan
dalam
mengelola anggaran
tersebut dengan
kontrol dari
dewan sekolah
(school
Council).
·     Pengelolaan
dana ini juga
akan diikuti
oleh sistem
pengawasan
yang intensif.
·    Sekolah dengan
kemampuan
manajemen
rendah
memperoleh
dana lebih
besar dari
sekolah dengan
kemampuan
manajemen
sedang dan
sekolah dengan
kemampuan
manajemen
sedang
memperoleh
dana lebih
besar dari
sekolah
berkemampuan
manajemen
tinggi.
·    Bock grant
untuk sekolah
swasta semakin
meningkat
disesuaikan
dengan
kemampuan
keuangan
negara
3.      Dana dari orang tua dan masyarakat
Tetap seperti saat
ini, yaitu masih ada
orang tua yang diwajibkan
membaya
kesekolah


Ada kesepakatan
secara demokratis
antara orang tua dan sekolah
apabila orang tua
dikenakan suatu
gaya untuk
anaknya.
Sedangkan
sumbangan
sukarela
bergantung
ketersediaan
sumber daya
dimasyarakat.
Keberadaan dana
ini sangat
berbeda antara
satu sekolah
dengan lainnya.
Bahan sekolah
dengan
kemampuan
manajemen
rendah, mungkin
sekali tidak memiliki sumber
dana ini (sehingga orang
tua bisa di
bebaskan dari
pengadaan dana
ini). Pengelolaan
dana ini harus
sepengetahuan
BP3 yang telah
ditingkatkan
fungsinya.
Ada kesepakatan
secara demokratis
antara orang tua dan dewan sekolah
dan sekolah apabila
orang tua
dikenakan suatu
biaya utnuk
anaknya.
Sedangkan
sumbangan
sukarela
bergantung
ketersediaan
sumber daya
dimasyarakat.
Keberadaan dana
ini sangat berbeda
antara satu sekolah
dengan lainnya.
Sekolah ‘dengan
kemamuan
manajemen rendah,
mungkin sekali
tidak memiliki
sumber dana ini (sehingga orang tua
bisa di bebaskan
dari pengadaan
dana ini).
Pengelolaan dana
ini harus
sepengetahuan
dewan sekolah
(school council)
dan disertai
pengawasan dari
pengawas yang
ditentukan Dati II.
C.     Kurikulum



1.  Materi
Tetap seperti saat
ini, yaitu ada
kurikulum local 20
% yang diserahkan
kedaerah dan 80 %
masih disusun
ditingkat pusat.

1. Kurikulum Inti
(80 %). Disusun
dipusat untuk
dilaksanakan
diseluruh
Indonesia.
Sekolah memiliki
kelenturan dalam
mengalokasikan
waktu belajar. Maksudnya jam
mata pelajaran
tertentu boleh
dikurangi untuk
menambah /
mengganti mata
pelajarana lain
yang di anggap
sangant penting
oleh sekolah yang
bersangkutan.
2.  Kurikulum
Muatan Lokal
(20
%). Disusun
ditingkat sekolah
berdasarkan
potensi
lingkungan
setempat atau
disediakan
ditingkat Dati II
bagi sekolah yang tidak mampu
menyusun
sendiri. Isi
kurikulum bisa
berfariasi antara
satu sekolah
dengan sekolah
lainnya.
a. Kurikulum Inti
(standar kompeten-
si minimal), untuk
menjaga kualitas
pendidikan dan
kesatuan bangsa,
disusun di pusa
untuk dilksanakan
diseluruh
Indonesia. Waktu belajar boleh
diambah namun
tidak boleh
dikurangi.
b. Kurikulum
Elektif
(termasuk
muatan local).
Pedoman disusun
ditingkat pusat,
materinya
ditentukan / dipilih ditingkat Dati II atau sekolah dengan mempertimbangkan kondisi setempat. Waktu belajarnya boleh dikurangi untuk menambah waktu pelaksanaan butir a


2. Pengujian
Tetap seperti saat
ini, yaitu pedoman
dan kisi-kisi
disusun dipusat,
soal dibuat diTk. I
untuk SD.
Sedangkan utnuk
SLTP, baik
pedoman, kisi-kisi
maupun soal dibuat
di Tk. Pusat
Baik utnuk SD
maupun SLTP,
pedoman dan
kisi-kisi disusun
di pusat, soal
dibuat di Tk. I.

Guidelines, kisi-
kisi, dan soal untuk
standar kompetensi
minimal dibuat di
pusat, sedangkan
untuk elektif di
Dati I.

D.    Sarana dan prasarana sekolah
· Identifikasi dan
penataan ulang
pengadaan
sarana prasarana
sekolah.
· Pengadaan
sarana
prasarana
dilakukan di
Dati II.
Pengadaan sarana
prasarana di
tingkat sekolah.

Pengadaan sarana
prasarana di tingkat
sekolah.

E.     Partisipassi masyarakat
· Sosialisasi
prinsip-prinsip
SBM untuk
masyarakat luas
melalui media
masa dan
forum lainnya.
· Bentuk
partisipasi
masyarakat
melalui BP3.

Bentuk partisipasi
masyarakat masih
berbentuk BP3
yang fungsinya di
tambah sebagai
berikut :
1. Bersama
sekolah ikut
menyusun
kurikulum
local.
2. Mengawasi
penggunaan
dana sekolah
dan dana dari masyarakat
(kalau ada).


Bentuk : komite/
Dewan sekolah,
terdiri atas : tokoh
masyarakat,
seseorang yang
memiliki keahlian
tertentu, kepala
sekolah,
perwakilan guru,
perwakilan
“Dikbud Dati II”,
dan perwakilan
orang tua murid
“Dunia Usaha”
Tugasnya antara
lain :
·    Memilih kepala
sekolah
·     Mengorganisasi
sumbangan dari
orang tua dan
masyarakat
·   Mengawasi
pengelolaan
keuangan
sekolah
·    Ikut menyusun
atau memilih
kurikulum dan
bahan ajar
·   Membantu dan
mengawasi
proses belajar
mengajar

TABEL PERANGKAT PELAKSANA MBS
No.
Perangkat
Bentuk
Program Kerja
1.
Kesiapan
sumberdaya manusia
yang terkait dengan
pelaksanaan SBM

1.      Sosialisasi
2.      Pelatihan
3.      Uji coba








·      Media masa
·     Diskusi dan    forumilmiah
·     Pelatihan kepala
sekolah, pengawas,
guru, dan unsur
terkait lainnya
·     Dipilih daerah dan  sekolah mewakili
kriteria criteria sebagai ujicoba SBM
2.
Kategori sekolah dan daerah
1.      Jenjang sekolah
2.      Kemampuan manajemen sekolah
3.      Kriteria daerah
·    SD/MI: Al Hayatul
·    Islamiyah dan
Swasta
·    SLTP/MTs: Al
Hayatul Islamiyah
dan swasta
·    Sekolah dengan kemampuan
manajemen tinggi
·    Sekolah dengan
kemampuan
manajemen sedang
·    Sekolah dengan
kemampuan
manajemen rendah
·    Daerah dengan
pendapatan daerah
tinggi
·   Daerah dengan
pendapatan daerah sedang
·   Daerah dengan
pendapatan daerah rendah
3.
Peraturan kebijakan dan pedoman
1.      Peraturan kebijakan dari pusat
2.      Pedoman pelaksanaan SBM
Perlu dirumuskan
seperangkat peraturan yang diperlukan untuk
pelaksanaan otonomi pada masing-masing
unsur.
Pedoman dari pusat
perlu dirumuskan
sedemikian rupa,
meliputi kerangka
nasioanal dan otonomi sekolah. Pedoman ini antara lain meliputi: rencana sekolah,
pembiayaan,evaluasi,
monitoring (internal
monitoring), laporan
akhir.
4.
Renacana sekolah
Rencana sekolah
disusun oleh sekolah
dengan partisipasi
masyarakat yang
tergabung dalam
“Dewan sekolah”
Rencana sekolah ini
harus memperoleh
persetujuan dari Dati II.
Rencana sekolah perlu
mencantumkan, antara
lain misi dan visi
sekolah tujuan umum
dan khusus, nilai-nilai
nasional dan khusus,
nilai-nilai nasioanal dan
local, prioritas
pencapaiannya.

Rencana sekolah ini
merupakan program
yang akan dilaksanakan
oleh sekolah selama
misalnya 3 tahun.
Rencana ini .di titik
beratkan pada apa yang
akan dicapai oleh
sekolah selama kurun waktu tersebut. Sebagai
contoh, sekolah akan
meningkatkan kualitas
belajar siswa (kenaikan
NEM).
5.
Rencana pembiayaan
Rencana Aggaran
Sekolah yang disetujui
Dati II

Sekolah yang
menyusun anggaran
yang diperlukan untuk
mendukung
pelaksanaan Rencana
Sekolah. Anggaran
disini termasuk
sumber-sumber dana
dari pemerintah, orang tua dan masyarakat. Semua dana yang disetujui langsung dierimakan kesekolah
6.
Monitoring dan evaluasi internal
Monitoring dan evaluasi internal (slef-assessment) yang
dilakukan oleh diri
sendiri

Pengelolaan sekolah yang terjalin erat
dengan masyarakat
melakukan monitoring
internal (slef-assessment). Kegiatan ini mengjhasilkan
laporan taunan yang
berisi laporan sekolah dan “dewan sekolah” tentang pelaksanaan
kegiatan sekolah
berdasarkan
perencanaan sekolah
dan perencanaan
anggaran serta
kemajuan yang dicapai selama tahun yang bersangkutan
7.
Monitoring dan evaluasi eksternal
Monitoringdan evaluasi
oleh pihak eksternal

Kegiatan ini dilakukan oleh pengawas, Dati II, Pusat / Dati I atau
Konsultan Independen
Monitoring dan evaluasi eksternal
dilakukan berdasarkan
rencana sekolah dan
rencana anggaran. Hasil dari monitoring dan
evaluasi digunakan
sebagai tolak ukur
apakah sekolah akan
memperoleh tambahan dana tetap, atau pengurangan pada tiga tahun berikutnya.

D.  Model MBS (Model Australia)
Untuk memantapkan pemahaman tentang implementasi MBS berikut disajikan model MBS yang telah diimplementasikan di Australia (Satori, 1999).
1.    Konsep Pengembangan
Manajemen Berbasis Sekolah/MBS (School Based Management) merupakan refleksi pengelolaan desentralisasi pendidikan di Australia. Sesuai dengan namanya, MBS menempatkan sekolah sebagai lembaga yang memiliki kewenangan yang menetapkan kebijakan visi, misi, dan sasaran/tujuan sekolah yang membawa implikasi terhadap pengembangan kurikulum sekolah dan program-program operatif lainnya.
MBS dibangun dengan memperhatikan kebijakan dan panduan dari pemerintahan negara bagian di satu pihak dan partisipasi masyarakat melalui School Council (SC) serta parent and community Association (P&G) di pihak lain. Perpaduan dari dua kepentingan ini dituangkan dalam dokumen (1) school policy (yang membuat visi, misi, sasaran, pengembangan kurikulum, dan prioritas program, (2) scool planning review (untuk jangka waktu tiga tahun), (3) school palnning quality assurance, dan accountability dilakukan melalui kegiatan yang disebut eksternal dan internal monitoring.
2.      Ruang Lingkup Kewenangan
Aspek kewenangan dalam MBS meliputi:
a.       Menyusun serta mengembangkan kurikulum dan proses pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar siswa bersama-sama dengan SC dan P&G, sekolah menyusun kurikulum dengan tetap memperhatikan pemerintah.
b.      Melakukan pengelolaan sekolah; bentuk pengelolaan sekolah menggambarkan kadar pelaksanaan MBS sekolah. Sekolah dapat memilih antara tiga kemungkinan, yaitu (1) standard fleksibility option (SO); (2) Enhanced Flexibility Option (EO 1); dan (3) Enhanced Flexibility Option (EO 2).
c.       Membuat perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggung jawaban; pelaksanaan MBS tidak lepas dari accountability yang dapat dilihat dari perencanaan sekolah dan pencapaiannya. Perencanaan sekolah ini atas school palnning overviewi untuk jangka waktu tiga tahun, dan school annual planning untuk jangka waktu satu tahun. Adapun pencapaian implementasinya dilakukan melalui ternal monitoring (school review) dan internal monitoring sebagai evaluasi diri yang dilaporkan secara kumulatif dalam school annual report. Kegiatan tersebut merupakan bagian dari mekanis mequality assurance dan accountability.
d.      Menjamin dna mengusahakan sumber daya (human and financial); dalam MBS diparaktekkan apa yang disebut dengan resources fleksibility yang mencakup dukungan untuk (1) mengajar dan kepemimpinan, (2) dukungan sekolah, (3) lingkungan sekolah. Di samping dan itu, dikenal pula dan khusus berupa school grant dan targeted fund. Semua dana tersebut berasal dari pemerintah. Dana sekolah bersumber pula dari orang tua dan masyarakat. Dana ini diperoleh apabila orang tua dan masyarakat melihat kepemimpinan program sasaran, dan manfaat yang jelas.
3.      Jenis Pengorganisasian MBS
Pengorganisasian pengelolaan sekolah menggambarkan kadar kewenangan yang diberikan kepala sekolah.
a.       Standard Flexibility Option (SO)
Dalam bentuk ini peran dan dukungan kantor distrik lebih besar. Kepala sekolah hanya bertanggung jawab terhadap penyusunan rencana sekolah (termasuk penggunaan anggaran) dan pelaksanaan pelajaran (implementasi kurikulum). Kantor distrik bertanggung jawab terhadap pengesahan dan monitoring serta bertindak sebagai penasihat dalam menyusun school palnning overview (yang merupakan rencana strategis untuk tiga tahun), school annual planning, dan school annual report. Dalam pengelolaan MBS tipe SO ini, pemerintah Negara bagian memberikan petunjuk/pedoman dan dukungan.
b.      Enhanced flexibility option (EO1)
Dalam bentuk ini sekolah bertanggung jawab untuk menyusun rencana strategis sekolah (school palnning overview) untuk tiga tahun, school annual planning, dan school annual report dengan bimbingan dan pengesahan dari kantor distrik (superintendent). Dalam posisi ini, peran kantor distrik adalah (1) memberikan dukungan kepada kepala sekolah dalam pelaksanaan monitoring internal; (2) menandatangani/membenarkan isi rencana sekolah (rencana strategi dan tahunan). Sementara itu peran kantor pendidikan pemerintah Negara bagian mengembangkan dan menetapkan prioritas program yang akan disajikan sumber penyusunan perencanaan sekolah.
c.       Enhanced flexibility option (EO2)
Di sini keterlibatan distrik sangat kurang, hanya berperan sebagai lembaga konsultasi. Kantor distrik hanya memberikan dokumen yang disusun dan disahkan oleh sekolah bersama school council berupa school planning overview, school annual planning, dan school annual report. Kantor pendidikan negara bagian menyiapkan isi kurikulum inti (core curriculum), menertibkan dokumen silabus, dan mengkoordinasikan test standar, serta melakukan school overview.
Dengan memperhatikan alternative penyelenggaraan MBS seperti dijelaskan di atas, implementasi praktek tersebut tergantung pada kondisi tersebut:
1.      Partisipasi dan komitmen dari orang tua dan penduduk masyarakat sekitar dalam penyelenggaraan pendidikan bagi anak-anak; komitmen dan partisipasi tersebut direfleksikan dalam kekuatan posisi school council (SC) dan parent and community association (P&C). Kondisi ini tampaknya sangat berkaitan dengan tingkat pendidikan dan status social-ekonomi masyarakat.
2.      Program Quality-Asssurance dan Accountability yang dipahami baik oleh semua pihak dalam jajaran departemen pendidikan. Dalam program ini, praktek pendelegasian ke sekolah yang disertai dengan kerjasama indikator kinerja sebagai “benchmarking” memungkinkan para pejabat/pelaksana dari kantor pendidikan negara bagian, distrik sampai sekolah meiliki kesamaan persepsi dalam pelaksanaannya.
3.      Pelaksanaan basic skill test memungkinkan kantor pendidikan negara bagian, distrik, dan sekolah memperoleh informasi tentang kinerja sekolah. Bagi sekolah, hasil tes ini dapat dijadikan bahan diagnosis dan masukan bagi program pengembangan sekolah. Sementara itu dari hasil test yang sama, kantor distrik dapat memberikan layanan penasihatan yang lebih terfokus, dan bagi kantor pendidikan negara bagian onformasi hasil tes dijadikan bahan untuk mengembangkan proses pembinaan sekolah.
4.      Adanya school planning overview yang merupakan perencanaan strategi sekolah, memungkinkan sekolah untuk memahami visi, misi, dan sasaran prioritas pengembangan sekolah. Kemampuan manajemen seperti itu diperlukan dalam membangun kinerja kelembagaan sekolah sehingga jajaran perencanaan tahuan (annual planning) sekolah dapat dilakukan lebih terarah.
5.      Pelaksanaan MBS ini pun didukung oleh adanya school annual report yang menggambarkan pencapaian perencanaan tahunan sekolah. School annual report yang dibahas bersama dan memperoleh penerimaan dari school council menggambarkan akuntabilitas kelembagaan sekolah.


















BAB III
PENUTUP
A.  Simpulan
1.    Strategi implementasi MBS dengan cara pengelompokan sekolah berdasarkan tingkat kemampuan manajemen masing-masing. Pengelompokan sekolah tersebut berdasarkan kemampuan sekolah, kepala sekolah dan guru, partisipasi masyarakat, pendapat daerah dan orang tua, anggaran sekolah.
2.    Pentahapan MBS dapat dilaksanakan melalui 3 tahap Jangka pendek ( tahun pertama sampai tahun ketiga), Jangka menengah (tahun keempat sampai tahun keenam), Jangka panjang (setelah tahun keenam) .
3.    Menurut Fattah, tahapan MBS dapat dilakukan melalui  tiga tahap yaitu tahap sosialisasi, piloting, dan deseminasi.
4.    Implementasi MBS memerlukan seperangkat peraturan dan pedoman-pedoman(guidelines) umum yang dapat dipakai sebagai pedoman dalam perencanaan, monitoring, dan evaluasi serta proses pelaksanaanya. Seperangkat implementasi tersebut perlu dikenalkan sejak awal melalui pelatihan- pelatihan yang diselenggarakan sejak pelaksanaan jangka pendek.
5.    Model MBS( model Australia) dapat di pahaami dengan menelaah segi konsep pengembangan, ruang lingkup kewenangan, jenis pengorganisasian.
B.  Saran
Sekolah perlu berkembang maju dari tahun ke tahun. Karena itu hubungan baik anatar guru perlu diciptakan terjalin iklim dan suasana kerja yang kondusif dan manajemen sekolah perlu dibina agar sekolah menjadi lingkungan pendidikan yang menumbuhkan kreativitas, disiplin, dan semangat belajar peserta didik. Dalam kerangka inilah disarankan perlunya implementasi MBS. Dalam rangka mengimplementasikan MBS secara efektif dan efisien, guru harus berkreasi dalam meningkatkan manajemen kelas.




DAFTAR PUSTAKA
Sutomo,2012.Manajemen Sekolah.Semarang:Unnes Press