BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pemikiran dan
praktek pendidikan sejak dahulu,kini maupun masa yang akan datang senantiasa
akan mengalami dinamika perkembangan seiring dengan kemajuan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta perubahan sosial dan budaya yang terjadi
didalam masyarakat.Berbagai pemikiran tentang pendidikan yang muncul didalam
masyaraka bersamaan dengan dinamika perkembangan serta merta membawa perubahan
yang selanjutnya dikenal dengan aliran-aliran pendidikan.
Aliran-alirn
pendidikan tersebut muncul sejak manusia hidup dalam suatu kelompok yang
dihadapkan dengan problem regenerasi bagi keturunannya. Secara historis bahwa
aliran-aliran pendidikan ataupun berbagai pemikiran tentang pendidikandapt
ditemukan dalam berbagai literatur. Konon aliran pendidikan yang sempat
tercatat dalam sejarah pendidikan telah dimualai sejak zaman yunani kuno hingga
sekarang. Setiap aliran pendidikan dapat dimakanai sebagai suatu upaya untuk
memperbaiki martabat manusia. Tenetu saja dalam setiap aliran pendidikan
memiliki muatan agar pada setiap keturunan sebagai wujud generasi berikutnya mendapat pemaknaan pendidikan yang
lebih baik dari pada pendidikan yang dirasakan oleh orangtua mereka sebelumnya.
Pemahaman
terhadap berbagai aliran pendidikan
memimiliki arti yang sangat penting,ketika seorang pendidik ataupun calon
pendidik hendak menangakap hakikat dari setiap dinamika perkembangan pemikiran
tentang pendidikan yang tengah terjadi. Bagaimana pun juga aliran-aliran
pendidikan pada dasarnya merupakan gagasan dari para pemikir yang cukup berpengaruh secara luas pada
jamannya, sehingga tidak dapat diabaikan.
Pemahaman
terhadap pemikiran-pemikiran yang demikian dianggap penting dalam dunia
pendidikan karena akan menjadi bekal bagi tenaga pendidik, sehingga memiliki
wawasan historis yang lebih luas , lagi pula juga dapat menambah ketajaman
analisisya dalam mengaitkan antara keberadaan masa lampau dengan tuntutan dan
kebutuhan masa kini dalam rangka mengantisispasi masa yang akan datang.
Selanjutnya atas dasar pijakan tersebut, sekaligus dapat dijadikan penangkal
terhadap kemungkinana kekeliruan sekecil apapun didalam praktek pendidikan.
Diadasari bahwa keterlambatan dalam menangani kekeliruan sekecil apapun didalam
praktek pendidikan akan berdampak sangat
luas dan dalam tempo yang relatif
panjang bagi perkemebangan peradaban generasi manusia selanjutnya.
Berbagai
pemikiran tentang pendidikan tempo dulu
secara realitas telah memeberikan konstribusi yang cukup berarti bagi
praktek pendidikan bahkan pengaruhnya sempat meluas dan berkembang di benua
Eropa dan Amerika. Sehubungan dengan hal ini maka sangat logis bila
lairan-aliran klasik maupun gerakan baru dalam dunia pendiidkan sebagaian berasal
dari kedua benua tersebut.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang
diatas, penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut:
1.
Aliran-aliran Klasik dalam Pendidikan
2.
Gerakan-Gerakan Baru dalam Pendidikan
3. Dua
aliran pokok pendidikan di Indonesia.
C. Tujuan
1. ..
2. ...
3.
D. Manfaat
BAB
II
PEMBAHASAN
1.Aliran-aliran Klasik dalam Pendidikan
Sampai saat ini
aliran klasik masih sering digunakan walaupun dengan pengembangan-pengembangan
yang disesuaikan dengan perkembangan zaman. Aliran-aliran klasik yang dimaksud
adalah aliran empirisme, nativisme, naturalisme, dan konvergensi.
a. Aliran Empirisme
Aliranini
dimotori oleh seorang filosof berkebangsaan inggris yang rasionalis bernama John Locke (1632- 1704) . Aliran
empirisme bertolak dari Lockean Tradition
yang mementingkan stimulsi eksternal dalam perkembangan manusia, dan menyatakan
bahwa perkembangan manusia, dan menyatakan bahwa perkembangan anak tergantung
kepada lingkungan, sedangkan pembawaan tidak dipentingkan. Pengalaman yang diperoleh
anak dalam kehidupan sehari-hari didapat dari dunia sekitarnya yang berupa
stimulan-stimulan. Stimulasi ini berasal dari alam bebas ataupun diciptakan
oleh orang dewasa dalam bentuk pendidikan.
Kata
empirisme berasal dari bahasa latin yaitu empericius.
Adapun secara etimologis empirisme berasal dari kata empiri yang berarti
pengalaman. Pokok pikiran yang dikemukakan oleh aliran ini menyatakan bahwa
pengalaman adalah sumber pengetahuan, sedangkan pembawaan yang berupa bakat
tidak diakuinya. Bakat atau talenta bagi aliran inin dianggap tidak ada.
Pengalaman secara terus menerus harus ditingkatkan melalui berbagai cara baik
belajar, latihan, dan sebagainya.
Menurut
aliran empirisme bahwa pada saat manusia dilahirkan sesungguhnya dalam keadaan
kosong bagaikan “tabula rasa” yaitu sebuah meja berlapis lilin yang tidak
terdapat tulisan apapun diatasnya. Dengan kata lain, seseorang yang dilahirkan
mirip atau bagaikan kertas yang putih bersih yang masih kosong, sehingga
pendidikan memiliki peran yang sangat penting bahkan dapat menentukan
keberadaan anak. Sehubungan dengan hal ini, dikatakan bahwa pendidikan adalah
“maha kuasa”,artinya seolah-olah pendidikan memiliki kekuasaan dalam menentukan
nasib anak. Oleh karena itu, John Locke menganjurkan
agar pendidikan di sekolah dilaksanakan berdasarkan atas kemampuan rasionya dan
bukan atas perasaannya. Mendidik menurut John
Locke adalah memebentuk pribadi anak sesuai denganyang dikehendaki. Aliran
ini dikenal juga dengan sebuah aliran Optimisme. Disamping itu aliran ini
meyakini bahwa dengan memeberikan pengalaman melalui didikan tertentu kepada
anak,maka akan terwujudlah apa yang diinginkan. Perkembangan seseorang
seluruhnya bergantung pada pengaruh lingkungan atau pengalaman melalui
pendidikan yang diperoleh.
Tentu
saja aliran ini memiliki pandangan yang sangat berat sebelah dalam melihat
keberhasilan seseorang yakni hanya semata-mata dari pengalaman (pendidikan)
yang diperolehnya. Sementara itu pembawaan yang berupa kemampuan dasar yang
dibawa seseorang sejak lahir diabaikan sama sekali. Padahal bila dicermati
keberhasilan seseorang secara realitas tidak semata-mata berasal dari
pengalaman (pendidikan) yang diperolehnya. Keberhasilan juga dapat disebabkan
oleh adanya kemampuan seseorang yang berupa kemauan keras, kestabilan emosi
ataupun kecerdasan sebagai pembawaan yang terdapat dalam dirinya.
Walaupun
demikian para penganut aliran ini masih berkeyakinan bahwa manusia dipandang
sebagai makhluk yang dapat memanipulasi keberadaanya karena keberadaanya yang
pasif.
b. Aliran Nativisme
Menurut
Zahra Idris (1992:6) nativisme berasal dari bahasa latin nativus yang berarti
terlahir. Seseorang berkembang berdasarkan pada apayang dibawanya sejak lahir.
Aliran ini merupakan kebalikan dari aliran empirisme. Salah satu tokoh aliran
ini adalah Arthur Schoupenhauer
(1788-1860). Adapun inti ajarannya adalah bahwa perkembangan seseorang
merupakan produk dari faktor pembawaan yang berupa bakat.
Aliran
ini dikenal juga sebagai aliran Pesimistik karena pandangannya yang menyatakan,bahwa
orang yang “berbakat tidak baik” akan tetap tidak baik, sehingga tidak perlu
dididik untuk menjadi baik. Sebaliknya orang yang “berbakat baik” akan tetap
baik dan tidak perlu dididik, karena ia tidak mungkin akan terjerumus menjadi
“tidak baik”. Aliran ini juga mempunyai ajaran bahwa bakat yang merupakan
pembawaan seseorang akan menentukan nasibnya.
Walaupun
dalam kenyataan sering dijumpai adanya kemiripan anatara orang tua dan anaknya
baik secara fisik ataupun bakat-bakatnya, tetapi pembawaan bukanlah satu-satunya faktor yang menentukan
perkembangannya.Kiranya masih sangat banyak faktor lain yang mengantarkan anak
kearah kedewasaannya.
Namun demikian
menurut aliran ini tetap saja berpendapat bahwa pendidikan sama sekali tidak
berpengaruh terhadap perkembangan seseorang, sehingga bila pendidikan yang
diberikan tidak sesuai dengan pembawaan seseorang maka tidak akan ada gunanya.
Dengan demikian mendidik adalah membiarkan seseorang tumbuh berdasarkan
pembawaanya.
c.
Aliran Naturalisme
Pandangan yang ada persamaannya dengan
nativisme adalah aliran naturalisme(umar tirtaraharja,2000:197). Aliran ini
tumbuh pada abad ke XVIII,yaitu tepatnya pada tahun 1712-1778 yang di pelopori
oleh j.j rousseau. Ia mengamati pendidikan yang selanjutnya ditulis dalam bukunya
yang berjudul “Emile” . Di dalam
bukunnya tersebut ia menyatakan bahwa semua anak yang di lahirkan pada dasarnya
dalam keadaan baik. Anak menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan
manusia (masyarakat).
Aliran ini berpendapat bahwa pendidikan hanya
memiliki kewajiban memberi kesempatan kepada anak untuk tumbuh dengan
sendirinya. Pendidikan hendaknya diserahkan kepada alam. Pendidikan hanya dapat
berbuat menjaga agar pembawaan yang baik pada anak tidak menjadi rusak akibat
campur tangan masyarakat. Oleh karena itu ciri utama aliran ini adalah bahwa
dalam mendidik seorang anak hendaknya dikembalikan kepada alam agar pembawaan
yang baik tersebut tidak dirusak oleh pendidik. Pada saat anak menjadi remaja
hendaknya diajarkan agama dan moral yang semata mata sebagai alasan alamiah
semata.
Rousseau
berpendapat, bahwa lebih baik menunda suatu pengajaran dari pada cepat-cepat
melaksanakannya hanya karena ingin menanamkan suatu aturan atau otoritas tertentu(ditjen
dikti, 1983/84:37). Pernyataan ini mengandung arti bahwa pelaksanaan proses
pendidikan tidak dapat dilakukan secara coba-coba.
d.
Aliran Konvergensi
Aliran ini dipelopori oleh William Stern (1871-1938). Aliran ini
semakin dikenal setelah kedua aliran sebelumnya yakni empirisme dan nativisme
tidak lagi banyak memiliki pengikut.
Inti ajaran aliran konvergensi adalah
bahwa bakat, pembawaan, dan lingkungan atau pengalamanlah yang menentukan
pembentukan pribadi sesorang. Setiap pribadi merupakan basil konvergensi dari
faktor-faktor internal dan eksternal. Perpaduan antara pembawaan dan lingkungan
keduannya menuju pada satu titik pertemuan yang terwujud sebagai basil pendidikan. Sehubungan dengan hal itu
teori konvergensi yang dikemukakan William Stern berpendapat bahwa :
(1) Pendidikan
memiliki kemungkinan untuk dapat dilaksanakan , dalam arti dapat dijadikan
sebagai penolong kepada anak untuk mengembangkan potensinya.
(2) Yang
membatasi hasil pendidikan anak adalah pembawaan dan lingkungannya.
Sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan modern, aliran konvergensi dipandang lebih realistis, sehingga
banyak diikuti oleh para pakar pendidikan.
Aliran ini semakin berkembang pada abad
XX. Sebagai kelanjutan dari perkembangan aliran ini tumbuh “gerakan baru” dalam
dunia pendidikan. Pemikiran bahwa keadaan diluar diri anak dapat meningkatkan
kepribadiannya terwujud dalam pengajaran alam sekitar, pengajaran sekitar,
pengajaran pusat perhatian, sekolah kerja, dari pengajaran proyek, sebagaimana
yang akan di bahas berikut ini.
2.
Gerakan-Gerakan Baru dalam Pendidikan
a.
Pembelajaran Alam Sekitar
Dasar pemikiran yang terkandung di dalam
pengajaran alam sekitar adalah bahwa peserta didik akan mendapat kecakapan dan
kesanggupan baru dalam menghadapi dunia kenyataan. Di dalam pendidikan hal ini
dapat di tanamankan pemahaman, apresiasi, pemanfaatan lingkungan alami dan
sumber-sumber pengetahuan di luar sekolah yang semuanya penting bagi
perkembangan peserta didik. Penjelajahan seseorang dalam menemukan hal-hal
baru, baik untuk pengetahuan, olah raga, maupun rekreasi menjadikan program
pendidikan alam sekitar dipandang sangat penting.
Melalui penjelajahan yang di lakukan,
maka sekarang peserta didik, menghayati secara langsung tentang keadaan alam
sekitar. Belajar sambil mengerjakan sesuatu dengan serta merta memanfaatkan
setiap waktu senggangnya. Hal ini sangat penting bagi para ahli
pendidikan/guru/pembimbing dalam merencanakan dan membantu peserta didik agar
dapat mengalami kehidupan nyata, memiliki pemahaman terhadap kemanusiaan serta
sumber-sumber alami. Pendidikan alam sekitar ini mudah di laksanakan di segala
jenjang pendidikan. Hanya saja konskuensinya, dalam persiapan perlu di pikirkan tentang biaya ketika akan di
adakan penjelajahan seperti halnya biaya transportasi, biaya hidup selama
penjelajahan, penginapan dan sebagainya.
Semua sumber daya yang tersedia dapat di
manfaatkan untuk meningkatkan kegiatan belajar. Program pendidikan/pengajaran
alam sedapat mungkin di usahakan agar sesuai dengan kegiatan pendidikan
disekolah dan senantiasa agar lingkungan belajar tidak terganggu. Untuk
keperluan ini, para guru /pembimbing perlu dilatih sedemikian rupa dalam
kegiatan inservice training (
pendidikan dalam jabatan).
Sistem ini berkembang sejak timbulnya
kota-kota besar yang semakin menjauhkan peserta didik dari ketenangan dan keindahan
alam sekitar. Para guru yang mengajar dari luar kelas dalam suasana yang tidak
formal ada kesempatan untuk mengenal seluruh kepribadian anak.
Dalam kaitannya dengan pendidikan
pengajaran alam sekitar tersebut di Amerika berkembang juga sekolah taman (park school),yang merupakan upaya
kerjasama antar sekolah,pemerintah setempat dan masyarakat.
b.
Pengajaran Pusat Perhatian (Centres
D’interet)
Penemuan adalah Ovide Decroly (1871-1923), seorang dokter perancis yang mendirikan
yayasan untuk anak-anak abnormal yang bertempat dirumahnya yakni pada tahun
1901. Pada tahun 1907 metodenya diterapkan pada anak-anak normal. Pengajarannya
disusun menurut pusat perhatian anak, yang di namai centers d’interet.
Dari pusat perhatian ini kemudian di
ambil pelajaran –pelajaran yang lain (metode seperti ini ditemui pada metode
proyek) yang dapat digunakan sebagai pusat perhatian ialah yang sesuai dengan
perhatian anak.
Declory
mencari dan menyelidiki naluri anak dalam pertumbuhannya (secara intrinsik).
Naluri yang perlu di dapatkan adalah naluri untuk memepertahankan diri, untuk
makan, bermain dan bekerja, dan meniru.
Berangkat
dari naluri tersebut selanjutnya disusn
pusat perhatian seperti :
a. Untuk
makan
b. untuk berlindung
c. Untuk mempertahankan diri terhadap musuh, dan
d. untuk
bekerja.
Setiap pusat
perhatian menjadi pokok pelajaran selama setahun. Dari pusat perhatian inilah
kemudian diadakan latihan berbahasa, berhitung, sejarah, ilmu bumi dan lain
lain.
Jika yang dijadikan pusat perhatian itu
makanan, maka setiap hari diperhatikan hal-hal terkait dengan pusat perhatian. Segala hal yang
diperhatikan dicatat, bila perlu digambar, dan di buat model dengan menggunakan
tanah liat. Jadi sekolah tidak terdapat daftar pelajaran, rencana ataupun
metode untuk pelajaran tertentu.yang menarik pada pendidikan/ pengajaran
decroly yaitu bahwa anak selalu bekerja sendiri tanpa di tolong dan dilayani.
c.Sekolah Kerja
George Kerschensteiner
(1854 – 1932) adalah seorang guru ilmu pasti yang kemudian diangkat menjadi
inspektur di Munchen. Ia banyak menulis karangan tentang arbeitsshule.
Perhatiaannya tertuju pada pendidikan kewarganegaraan, pengertian dan
pendidikan watak, serta soal-soal pokok tentang organisasi sekolah.
Pada
tahun 1898 ia mengembangkan cita-cita pendidikan. Bagi Kerschensteiner, tujuan
hidup manusia yang tertinggi ialah mengabdi pada negara. Bentuk sekolah untuk
menjadi warga negara yang baik yaitu mendidik anak agar pekerjaannya tidak
merugikan masyarakat, namun justru memajukannya. Berhubungan dengan itu,
kewajiban sekolah yang terpenting ialah menyiapkan peserta didik untuk sesuatu
pekerjaan. Pekerjaan tersebut hendaknya juga untuk kepentingan negara. Oleh
karena itu, para peserta didik harus ditanamkan keinsyafan untuk ikut serta
membantu negara di samping pekerjaannya. Jadi yang menjadi pusat tujuan
pengajaran adalah kerja untuk menatap masa mendatang.
Kerschensteiner
telah berhasil menciptakan lebih dari 50 macam pekerjaan di sekolah yang dibagi
atas tiga golongan besar yaitu sekolah untuk perindustrian terbuka bagi calon
masinis, tukang gunting, tukang pungkas, dan sejenisnya. Sekolah perdagangan
disusun menurut golongan makanan, pakaian, bank, asuransi, memegang buku, dan
sejenisnya. Melalui bekerja manusia menuju lingkungan kebudayaan masyarakatnya.
Peserta didik bekerja per kelompok sesuai dengan bagian masing-masing, sehingga
menimbulkan tanggung jawab.
Semua
latihan kerja dilakukan di sekolah, sehingga sekolah harus dilengkapi dengna
berbagai fasilitas seperti tempat pertukangan, laboratorium, tempat menggambar,
dapur sekolah, kebun sekolah, dan sebagainya. Dengan demikian sekolah sangat
besar biayanya, sehingga tidak setiap guru sanggup melakukannya. Hasil dari
pelajaran pekerjaan tangan menurut Kerschensteiner dapat membentuk watak dan
bagi peserta didik wanita mendapat perhatian yang cukup besar karena wanitalah
yang akan melahirkan warga negara yang baik.
d.Pengajaran
Proyek
Proyek
pengajaran berarti kegiatan, sedangkan belajar mengandung arti kesempatan untuk
memilih, merancang, berlatih memimpin, dan sebagainya. Dalam hal ini, penting
ialah bahwa peserta didik telah aktif memecahkan persoalan, maka wataknya akan
terbentuk. Demikian konsep pemikiran WH Kilpatrick di dalam pengajaran proyek.
Ia
menanamkan pengajaran proyek sebagai satu kesatuan tugas yang sesuai dengan
kebutuhan peserta didik yang secara teratur dikerjakan bersama-sama dengan
kawan-kawannya ( a unit of wholehearted purpposeful activity in a social
environment).
Setiap proyek
harus jelas arti sosialnya. Menurut Kilpatrick, dengan tetap duduk di bangku
masing-masing, maka pembentukan watak para peserta didik tidak dapat
terlaksana. Walaupun cara pengajaran proyek berlainan sekali dengan keadaan
sekarang, tetapi bila metode ini dirancang dengan sebaik-baiknya maka pada saat
inipun masih dapat diterapkan.
3. Dua Aliran Pokok Pendidikan di Indonesia.
a. Perguruan Kebangsaan Taman Siswa
Perguruan
Kebangsaan Taman Siswa didirikan oleh Raden Mas Soewardi Soerjaningrat atau
biasa dikenal dengan nama Ki Hajar Dewantara pada tanggal 03 Juli 1922 di
Yogyakarta. Dengan adanya peningkatan-peningkatan jenjang, akhirnya dijadikan
sebuah lembaga yang bernama Perguruan Kebangsaan Taman Siswa.
Dalam
melaksanakan konsep pendidikannya Taman Siswa memiliki asas-asas sebagai
berikut.
1. Asas merdeka untuk mengatur dirinya
sendiri.seseorang itu merdeka untuk mengantar dirinya sendiri dengan wajib
mengingat kedamaian dan keterlibatan dalam kehidupan bersama. Kemerdekaan dalam
cipta, rasa, dan karsa. Pendidik harus membimbing peserta didik menjadi manusia
yang biasa mencari sendiri pengetahuan dengan menggunakan pikiran, perasaan,
dan kemauan.
2. Asas kebudayaan yang dalam hal ini kebudayaan
Indonesia sendiri. Pendidikan harus didasarkan atas kebudayaan sendiri agar
peserta didik jangan cepat terpengaruh oleh kebudayaan yang datang dari luar.
3. Asas kerakyatan, pendidikan dan pengajaran
harus diberikan kepada seluruh rakyat.
4. Asas kekuatan sendiri (berdikari); Taman siswa
menolak bantuan yang mungkin dapat mengikatnya baik secara lahir maupun batin.
5. Asas berhamba kepada anak; Para pendidik dalam
mendidik anak hendaknya dengan sepenuh hati, tulus, ikhlas dengan tidak terikat
pada siapapun dan oleh siapapun juga.
Dua
tahun setelah Indonesia merdeka yaitu tahun 1945 berhasil disusun dasar-dasar
Taman Siswa yang dikenal dengan Panca Darma yang isinya adalah:
1. Kemanusiaan
Harus ada cinta kasih terhadap sesama manusia
dan terhadap seluruh makhluk Allah. Kepentingan bangsa tidak boleh bertentangan
dengan kepentingan umat manusia.
2. Kodrat Hidup
Biasa disebut pembawaan. Kodrat hidup sangat
dibutuhkan untuk pemeliharaan dan kemajuan hidup, hingga manusia dapat mencapai
keselamatan dan kebahagiaan hidup lahir batin.
3. Kebangsaan
Tidak boleh bersifat chauvinitis (menyombongkan kehebatan bangsa sendiri) dan tidak
boleh bertentangan dengan kepentingan umum manusia.
4. Kebudayaan
Kebudayaan nasional harus dipelihara. Pendidik
harus mengajak peserta didik meresapi jiwa bangsa yang terwujud dalam
kebudayaannya. Oleh karena itu harus selektif dalam menerima kebudayaan asing.
5. Kemerdekaan Kebebasan
Tiap perkosaan terhadap anak didik,
menyulitkan dan menghambat kemajuannya tentang kebudayaan dikemukakan teori
“trikon” yaitu: pertama; kontinu artinya kebudayaan harus berkesinambungan,
berjalan tidak terputus; kedua konsentris artinya dalam menilai dan menerima
kebudayaan asing, kita harus berpusat pada kebudayaan sendiri; ketiga
konvergensi artinya kebudayaan kita (Indonesia) berpadudengan kebudayaan bangsa
lain didunia, menjadi kebudayaan umat manusia.
Ki Hajar
Dewantara juga menetukan semboyan bagi kaum pendidikan antara lain: ing ngarso sungtulodo, ing madya mangun
karsa, tut wuri handayani. Hasil pemikiran Ki Hajar Dewantara menunjukkan
Taman Siswa di bidang pendidikan dan kebudayaan dan telah memberikan saham
terbesar pada pendidikan nasional, yakni pendidikan yang sesuai dengan aspirasi
bangsa Indonesia. Undang-Undang Pendidikan No.4 tahun 1950 praktis telah
menncakup semua prinsip Taman Siswa bangsa Indonesia sangat menghargai jasa Ki
Hajar Dewantara, sehingga mulai tahun 1961 hari lahirnya dijadikan hari
Pendidikan Nasional.
b. Ruang Pendidikan INS di Kayutanam
INS kependekan dari Indonesiche Nederland School yang bertempat di Kayutanam, yaitu
suatu kota kecil di dekat Padang Panjang Sumatera Barat, pendirinya Mohammad
Syafei yang juga lulusan dari negeri Belanda. M. Syafei dengan sekolahnya ingin
membentuk pemuda-pemuda Indonesia yang berani tegak sendiri, berusaha sendiri,
hidup bebas dan tidak tergantung seumur hidupnya pada pemerintah sebagai
pegawainya. Adapun
dasar pemikiran INS adalah:
1. Percaya dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa
2. Menentang intelektualisme, aktif, giat dan
punya daya cipta serta dinamis. Siswa di didik suka bekerja dengan tangannya
dan mengutamakan pelajaran ekspresi sebagai alat.
3. Memperhatikan bakat dan lingkungan siswa yaitu
tiap sekolah hendak berorientasi pada lingkungan tempat sekolah yang
bersangkutan.
4. Berpikir secara rasional, bukan secara mistik.
Tujuan pendidikan INS yaitu:
1. Mendidik rakyat ke arah kemerdekaan
2. Beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa
3. Menjadikan manusia yang selaras dengan
perkembangan jasmani dan rokhaninya
4. Memberikan pendidikan yang sesuai dengan
kebutuhan masyarakat
5. Menanamkan rasa percaya diri, berkemauan keras
dan berani bertanggung jawab
6. Harus dapat membiayai diri sendiri dengan
semboyan “cari sendiri” dan “kerjakan sendiri”.
Perlu juga diketahui bahwa ruang pendidikan
INS terdiri atas empat tingkatan yaitu:
1. Ruang rendah Seolah Dasar 7 tahun
2. Ruang antara tahun (sambungan ruang rendah).
Siswa tamatan HIS atau Schakel tidak langsung dapat diterima pada ruang dewasa,
tetapi harus masuk ruang antara lebih dahulu. Kepada mereka diberikan pelajaran
yang belum mereka peroleh, seperti pekerjaan tangan, bahasa inggris dan lain-lain.
3. Ruang dewasa 4 tahun (sambungan Ruang Antara
atau Ruang Tengah). Tamatan ruang dewasa yang hendak menjadi guru, diwajibkan
belajar Ilmu Keguruan dan Praktek mengajar.
4. Ruang Masyarakat 1 tahun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar