Jumat, 21 Maret 2014

MAKALAH ALIRAN-ALIRAN PENDIDIKAN



BAB I
PENDAHULUAN
A.         Latar Belakang
Pemikiran dan praktek pendidikan sejak dahulu,kini maupun masa yang akan datang senantiasa akan mengalami dinamika perkembangan seiring dengan kemajuan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan sosial dan budaya yang terjadi didalam masyarakat.Berbagai pemikiran tentang pendidikan yang muncul didalam masyaraka bersamaan dengan dinamika perkembangan serta merta membawa perubahan yang selanjutnya dikenal dengan aliran-aliran pendidikan.
Aliran-alirn pendidikan tersebut muncul sejak manusia hidup dalam suatu kelompok yang dihadapkan dengan problem regenerasi bagi keturunannya. Secara historis bahwa aliran-aliran pendidikan ataupun berbagai pemikiran tentang pendidikandapt ditemukan dalam berbagai literatur. Konon aliran pendidikan yang sempat tercatat dalam sejarah pendidikan telah dimualai sejak zaman yunani kuno hingga sekarang. Setiap aliran pendidikan dapat dimakanai sebagai suatu upaya untuk memperbaiki martabat manusia. Tenetu saja dalam setiap aliran pendidikan memiliki muatan agar pada setiap keturunan sebagai wujud generasi  berikutnya mendapat pemaknaan pendidikan yang lebih baik dari pada pendidikan yang dirasakan oleh orangtua mereka sebelumnya.
Pemahaman terhadap  berbagai aliran pendidikan memimiliki arti yang sangat penting,ketika seorang pendidik ataupun calon pendidik hendak menangakap hakikat dari setiap dinamika perkembangan pemikiran tentang pendidikan yang tengah terjadi. Bagaimana pun juga aliran-aliran pendidikan pada dasarnya merupakan gagasan dari para pemikir  yang cukup berpengaruh secara luas pada jamannya, sehingga tidak dapat diabaikan.
Pemahaman terhadap pemikiran-pemikiran yang demikian dianggap penting dalam dunia pendidikan karena akan menjadi bekal bagi tenaga pendidik, sehingga memiliki wawasan historis yang lebih luas , lagi pula juga dapat menambah ketajaman analisisya dalam mengaitkan antara keberadaan masa lampau dengan tuntutan dan kebutuhan masa kini dalam rangka mengantisispasi masa yang akan datang. Selanjutnya atas dasar pijakan tersebut, sekaligus dapat dijadikan penangkal terhadap kemungkinana kekeliruan sekecil apapun didalam praktek pendidikan. Diadasari bahwa keterlambatan dalam menangani kekeliruan sekecil apapun didalam praktek pendidikan  akan berdampak sangat luas  dan dalam tempo yang relatif panjang bagi perkemebangan peradaban generasi manusia selanjutnya.
Berbagai pemikiran tentang pendidikan tempo dulu  secara realitas telah memeberikan konstribusi yang cukup berarti bagi praktek pendidikan bahkan pengaruhnya sempat meluas dan berkembang di benua Eropa dan Amerika. Sehubungan dengan hal ini maka sangat logis bila lairan-aliran klasik maupun gerakan baru dalam dunia pendiidkan sebagaian berasal dari kedua benua tersebut.

B.  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut:
1.    Aliran-aliran Klasik dalam Pendidikan
2.    Gerakan-Gerakan Baru dalam Pendidikan
3.    Dua aliran pokok pendidikan di Indonesia.

C.  Tujuan
1. ..
2. ...
3.  

D.  Manfaat





BAB II
PEMBAHASAN
1.Aliran-aliran Klasik dalam Pendidikan
Sampai saat ini aliran klasik masih sering digunakan walaupun dengan pengembangan-pengembangan yang disesuaikan dengan perkembangan zaman. Aliran-aliran klasik yang dimaksud adalah aliran empirisme, nativisme, naturalisme, dan konvergensi.
a. Aliran Empirisme
Aliranini dimotori oleh seorang filosof berkebangsaan inggris yang rasionalis bernama John Locke (1632- 1704) . Aliran empirisme bertolak dari Lockean Tradition yang mementingkan stimulsi eksternal dalam perkembangan manusia, dan menyatakan bahwa perkembangan manusia, dan menyatakan bahwa perkembangan anak tergantung kepada lingkungan, sedangkan pembawaan tidak dipentingkan. Pengalaman yang diperoleh anak dalam kehidupan sehari-hari didapat dari dunia sekitarnya yang berupa stimulan-stimulan. Stimulasi ini berasal dari alam bebas ataupun diciptakan oleh orang dewasa dalam bentuk pendidikan.
Kata empirisme berasal dari bahasa latin yaitu empericius. Adapun secara etimologis empirisme berasal dari kata empiri yang berarti pengalaman. Pokok pikiran yang dikemukakan oleh aliran ini menyatakan bahwa pengalaman adalah sumber pengetahuan, sedangkan pembawaan yang berupa bakat tidak diakuinya. Bakat atau talenta bagi aliran inin dianggap tidak ada. Pengalaman secara terus menerus harus ditingkatkan melalui berbagai cara baik belajar, latihan, dan sebagainya.
Menurut aliran empirisme bahwa pada saat manusia dilahirkan sesungguhnya dalam keadaan kosong bagaikan “tabula rasa” yaitu sebuah meja berlapis lilin yang tidak terdapat tulisan apapun diatasnya. Dengan kata lain, seseorang yang dilahirkan mirip atau bagaikan kertas yang putih bersih yang masih kosong, sehingga pendidikan memiliki peran yang sangat penting bahkan dapat menentukan keberadaan anak. Sehubungan dengan hal ini, dikatakan bahwa pendidikan adalah “maha kuasa”,artinya seolah-olah pendidikan memiliki kekuasaan dalam menentukan nasib anak. Oleh karena itu, John Locke menganjurkan agar pendidikan di sekolah dilaksanakan berdasarkan atas kemampuan rasionya dan bukan atas perasaannya. Mendidik menurut John Locke adalah memebentuk pribadi anak sesuai denganyang dikehendaki. Aliran ini dikenal juga dengan sebuah aliran Optimisme. Disamping itu aliran ini meyakini bahwa dengan memeberikan pengalaman melalui didikan tertentu kepada anak,maka akan terwujudlah apa yang diinginkan. Perkembangan seseorang seluruhnya bergantung pada pengaruh lingkungan atau pengalaman melalui pendidikan yang diperoleh.
Tentu saja aliran ini memiliki pandangan yang sangat berat sebelah dalam melihat keberhasilan seseorang yakni hanya semata-mata dari pengalaman (pendidikan) yang diperolehnya. Sementara itu pembawaan yang berupa kemampuan dasar yang dibawa seseorang sejak lahir diabaikan sama sekali. Padahal bila dicermati keberhasilan seseorang secara realitas tidak semata-mata berasal dari pengalaman (pendidikan) yang diperolehnya. Keberhasilan juga dapat disebabkan oleh adanya kemampuan seseorang yang berupa kemauan keras, kestabilan emosi ataupun kecerdasan sebagai pembawaan yang terdapat dalam dirinya.
Walaupun demikian para penganut aliran ini masih berkeyakinan bahwa manusia dipandang sebagai makhluk yang dapat memanipulasi keberadaanya karena keberadaanya yang pasif.

b. Aliran  Nativisme
Menurut Zahra Idris (1992:6) nativisme berasal dari bahasa latin nativus yang berarti terlahir. Seseorang berkembang berdasarkan pada apayang dibawanya sejak lahir. Aliran ini merupakan kebalikan dari aliran empirisme. Salah satu tokoh aliran ini adalah Arthur Schoupenhauer (1788-1860). Adapun inti ajarannya adalah bahwa perkembangan seseorang merupakan produk dari faktor pembawaan yang berupa bakat.
Aliran ini dikenal juga sebagai aliran Pesimistik karena pandangannya yang menyatakan,bahwa orang yang “berbakat tidak baik” akan tetap tidak baik, sehingga tidak perlu dididik untuk menjadi baik. Sebaliknya orang yang “berbakat baik” akan tetap baik dan tidak perlu dididik, karena ia tidak mungkin akan terjerumus menjadi “tidak baik”. Aliran ini juga mempunyai ajaran bahwa bakat yang merupakan pembawaan seseorang akan menentukan nasibnya.
Walaupun dalam kenyataan sering dijumpai adanya kemiripan anatara orang tua dan anaknya baik secara fisik ataupun bakat-bakatnya, tetapi pembawaan bukanlah  satu-satunya faktor yang menentukan perkembangannya.Kiranya masih sangat banyak faktor lain yang mengantarkan anak kearah kedewasaannya.
Namun demikian menurut aliran ini tetap saja berpendapat bahwa pendidikan sama sekali tidak berpengaruh terhadap perkembangan seseorang, sehingga bila pendidikan yang diberikan tidak sesuai dengan pembawaan seseorang maka tidak akan ada gunanya. Dengan demikian mendidik adalah membiarkan seseorang tumbuh berdasarkan pembawaanya.
c. Aliran Naturalisme
 Pandangan yang ada persamaannya dengan nativisme adalah aliran naturalisme(umar tirtaraharja,2000:197). Aliran ini tumbuh pada abad ke XVIII,yaitu tepatnya pada tahun 1712-1778 yang di pelopori oleh j.j rousseau. Ia mengamati pendidikan yang selanjutnya ditulis dalam bukunya yang berjudul “Emile” . Di dalam bukunnya tersebut ia menyatakan bahwa semua anak yang di lahirkan pada dasarnya dalam keadaan baik. Anak menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat).
Aliran ini berpendapat bahwa pendidikan hanya memiliki kewajiban memberi kesempatan kepada anak untuk tumbuh dengan sendirinya. Pendidikan hendaknya diserahkan kepada alam. Pendidikan hanya dapat berbuat menjaga agar pembawaan yang baik pada anak tidak menjadi rusak akibat campur tangan masyarakat. Oleh karena itu ciri utama aliran ini adalah bahwa dalam mendidik seorang anak hendaknya dikembalikan kepada alam agar pembawaan yang baik tersebut tidak dirusak oleh pendidik. Pada saat anak menjadi remaja hendaknya diajarkan agama dan moral yang semata mata sebagai alasan alamiah semata.
Rousseau berpendapat, bahwa lebih baik menunda suatu pengajaran dari pada cepat-cepat melaksanakannya hanya karena ingin menanamkan suatu aturan atau otoritas tertentu(ditjen dikti, 1983/84:37). Pernyataan ini mengandung arti bahwa pelaksanaan proses pendidikan tidak dapat dilakukan secara coba-coba.
d. Aliran Konvergensi
Aliran ini dipelopori oleh William Stern (1871-1938). Aliran ini semakin dikenal setelah kedua aliran sebelumnya yakni empirisme dan nativisme tidak lagi banyak memiliki pengikut.
Inti ajaran aliran konvergensi adalah bahwa bakat, pembawaan, dan lingkungan atau pengalamanlah yang menentukan pembentukan pribadi sesorang. Setiap pribadi merupakan basil konvergensi dari faktor-faktor internal dan eksternal. Perpaduan antara pembawaan dan lingkungan keduannya menuju pada satu titik pertemuan yang terwujud sebagai  basil pendidikan. Sehubungan dengan hal itu teori konvergensi  yang dikemukakan William Stern berpendapat bahwa :
(1)     Pendidikan memiliki kemungkinan untuk dapat dilaksanakan , dalam arti dapat dijadikan sebagai penolong kepada anak untuk mengembangkan potensinya.
(2)   Yang membatasi hasil pendidikan anak adalah pembawaan dan lingkungannya.
Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan modern, aliran konvergensi dipandang lebih realistis, sehingga banyak diikuti oleh para pakar pendidikan.
Aliran ini semakin berkembang pada abad XX. Sebagai kelanjutan dari perkembangan aliran ini tumbuh “gerakan baru” dalam dunia pendidikan. Pemikiran bahwa keadaan diluar diri anak dapat meningkatkan kepribadiannya terwujud dalam pengajaran alam sekitar, pengajaran sekitar, pengajaran pusat perhatian, sekolah kerja, dari pengajaran proyek, sebagaimana yang akan di bahas berikut ini.
2. Gerakan-Gerakan Baru dalam Pendidikan
a. Pembelajaran Alam Sekitar
Dasar pemikiran yang terkandung di dalam pengajaran alam sekitar adalah bahwa peserta didik akan mendapat kecakapan dan kesanggupan baru dalam menghadapi dunia kenyataan. Di dalam pendidikan hal ini dapat di tanamankan pemahaman, apresiasi, pemanfaatan lingkungan alami dan sumber-sumber pengetahuan di luar sekolah yang semuanya penting bagi perkembangan peserta didik. Penjelajahan seseorang dalam menemukan hal-hal baru, baik untuk pengetahuan, olah raga, maupun rekreasi menjadikan program pendidikan alam sekitar dipandang sangat penting.
Melalui penjelajahan yang di lakukan, maka sekarang peserta didik, menghayati secara langsung tentang keadaan alam sekitar. Belajar sambil mengerjakan sesuatu dengan serta merta memanfaatkan setiap waktu senggangnya. Hal ini sangat penting bagi para ahli pendidikan/guru/pembimbing dalam merencanakan dan membantu peserta didik agar dapat mengalami kehidupan nyata, memiliki pemahaman terhadap kemanusiaan serta sumber-sumber alami. Pendidikan alam sekitar ini mudah di laksanakan di segala jenjang pendidikan. Hanya saja konskuensinya, dalam persiapan perlu  di pikirkan tentang biaya ketika akan di adakan penjelajahan seperti halnya biaya transportasi, biaya hidup selama penjelajahan, penginapan dan sebagainya.
Semua sumber daya yang tersedia dapat di manfaatkan untuk meningkatkan kegiatan belajar. Program pendidikan/pengajaran alam sedapat mungkin di usahakan agar sesuai dengan kegiatan pendidikan disekolah dan senantiasa agar lingkungan belajar tidak terganggu. Untuk keperluan ini, para guru /pembimbing perlu dilatih sedemikian rupa dalam kegiatan inservice training ( pendidikan dalam jabatan).
Sistem ini berkembang sejak timbulnya kota-kota besar yang semakin menjauhkan peserta didik dari ketenangan dan keindahan alam sekitar. Para guru yang mengajar dari luar kelas dalam suasana yang tidak formal ada kesempatan untuk mengenal seluruh kepribadian anak.
Dalam kaitannya dengan pendidikan pengajaran alam sekitar tersebut di Amerika berkembang juga sekolah taman (park school),yang merupakan upaya kerjasama antar sekolah,pemerintah setempat dan masyarakat.
b. Pengajaran Pusat Perhatian (Centres D’interet)
Penemuan adalah Ovide Decroly (1871-1923), seorang dokter perancis yang mendirikan yayasan untuk anak-anak abnormal yang bertempat dirumahnya yakni pada tahun 1901. Pada tahun 1907 metodenya diterapkan pada anak-anak normal. Pengajarannya disusun menurut pusat perhatian anak, yang di namai centers d’interet.
Dari pusat perhatian ini kemudian di ambil pelajaran –pelajaran yang lain (metode seperti ini ditemui pada metode proyek) yang dapat digunakan sebagai pusat perhatian ialah yang sesuai dengan perhatian anak.
Declory mencari dan menyelidiki naluri anak dalam pertumbuhannya (secara intrinsik). Naluri yang perlu di dapatkan adalah naluri untuk memepertahankan diri, untuk makan, bermain dan bekerja, dan meniru.
Berangkat dari naluri tersebut selanjutnya  disusn pusat perhatian seperti :
a.       Untuk makan
b.       untuk berlindung
c.       Untuk  mempertahankan diri terhadap musuh, dan
d.      untuk bekerja.
Setiap pusat perhatian menjadi pokok pelajaran selama setahun. Dari pusat perhatian inilah kemudian diadakan latihan berbahasa, berhitung, sejarah, ilmu bumi dan lain lain.
Jika yang dijadikan pusat perhatian itu makanan, maka setiap hari diperhatikan hal-hal terkait  dengan pusat perhatian. Segala hal yang diperhatikan dicatat, bila perlu digambar, dan di buat model dengan menggunakan tanah liat. Jadi sekolah tidak terdapat daftar pelajaran, rencana ataupun metode untuk pelajaran tertentu.yang menarik pada pendidikan/ pengajaran decroly yaitu bahwa anak selalu bekerja sendiri tanpa di tolong dan dilayani.
c.Sekolah Kerja
George Kerschensteiner (1854 – 1932) adalah seorang guru ilmu pasti yang kemudian diangkat menjadi inspektur di Munchen. Ia banyak menulis karangan tentang arbeitsshule. Perhatiaannya tertuju pada pendidikan kewarganegaraan, pengertian dan pendidikan watak, serta soal-soal pokok tentang organisasi sekolah.
Pada tahun 1898 ia mengembangkan cita-cita pendidikan. Bagi Kerschensteiner, tujuan hidup manusia yang tertinggi ialah mengabdi pada negara. Bentuk sekolah untuk menjadi warga negara yang baik yaitu mendidik anak agar pekerjaannya tidak merugikan masyarakat, namun justru memajukannya. Berhubungan dengan itu, kewajiban sekolah yang terpenting ialah menyiapkan peserta didik untuk sesuatu pekerjaan. Pekerjaan tersebut hendaknya juga untuk kepentingan negara. Oleh karena itu, para peserta didik harus ditanamkan keinsyafan untuk ikut serta membantu negara di samping pekerjaannya. Jadi yang menjadi pusat tujuan pengajaran adalah kerja untuk menatap masa mendatang.
Kerschensteiner telah berhasil menciptakan lebih dari 50 macam pekerjaan di sekolah yang dibagi atas tiga golongan besar yaitu sekolah untuk perindustrian terbuka bagi calon masinis, tukang gunting, tukang pungkas, dan sejenisnya. Sekolah perdagangan disusun menurut golongan makanan, pakaian, bank, asuransi, memegang buku, dan sejenisnya. Melalui bekerja manusia menuju lingkungan kebudayaan masyarakatnya. Peserta didik bekerja per kelompok sesuai dengan bagian masing-masing, sehingga menimbulkan tanggung jawab.
Semua latihan kerja dilakukan di sekolah, sehingga sekolah harus dilengkapi dengna berbagai fasilitas seperti tempat pertukangan, laboratorium, tempat menggambar, dapur sekolah, kebun sekolah, dan sebagainya. Dengan demikian sekolah sangat besar biayanya, sehingga tidak setiap guru sanggup melakukannya. Hasil dari pelajaran pekerjaan tangan menurut Kerschensteiner dapat membentuk watak dan bagi peserta didik wanita mendapat perhatian yang cukup besar karena wanitalah yang akan melahirkan warga negara yang baik.

d.Pengajaran Proyek
Proyek pengajaran berarti kegiatan, sedangkan belajar mengandung arti kesempatan untuk memilih, merancang, berlatih memimpin, dan sebagainya. Dalam hal ini, penting ialah bahwa peserta didik telah aktif memecahkan persoalan, maka wataknya akan terbentuk. Demikian konsep pemikiran WH Kilpatrick di dalam pengajaran proyek.
Ia menanamkan pengajaran proyek sebagai satu kesatuan tugas yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik yang secara teratur dikerjakan bersama-sama dengan kawan-kawannya ( a unit of wholehearted purpposeful activity in a social environment).
Setiap proyek harus jelas arti sosialnya. Menurut Kilpatrick, dengan tetap duduk di bangku masing-masing, maka pembentukan watak para peserta didik tidak dapat terlaksana. Walaupun cara pengajaran proyek berlainan sekali dengan keadaan sekarang, tetapi bila metode ini dirancang dengan sebaik-baiknya maka pada saat inipun masih dapat diterapkan.
3. Dua Aliran Pokok Pendidikan di Indonesia.
a.    Perguruan Kebangsaan Taman Siswa
Perguruan Kebangsaan Taman Siswa didirikan oleh Raden Mas Soewardi Soerjaningrat atau biasa dikenal dengan nama Ki Hajar Dewantara pada tanggal 03 Juli 1922 di Yogyakarta. Dengan adanya peningkatan-peningkatan jenjang, akhirnya dijadikan sebuah lembaga yang bernama Perguruan Kebangsaan Taman Siswa.
Dalam melaksanakan konsep pendidikannya Taman Siswa memiliki asas-asas sebagai berikut.
1.      Asas merdeka untuk mengatur dirinya sendiri.seseorang itu merdeka untuk mengantar dirinya sendiri dengan wajib mengingat kedamaian dan keterlibatan dalam kehidupan bersama. Kemerdekaan dalam cipta, rasa, dan karsa. Pendidik harus membimbing peserta didik menjadi manusia yang biasa mencari sendiri pengetahuan dengan menggunakan pikiran, perasaan, dan kemauan.
2.      Asas kebudayaan yang dalam hal ini kebudayaan Indonesia sendiri. Pendidikan harus didasarkan atas kebudayaan sendiri agar peserta didik jangan cepat terpengaruh oleh kebudayaan yang datang dari luar.
3.      Asas kerakyatan, pendidikan dan pengajaran harus diberikan kepada seluruh rakyat.
4.      Asas kekuatan sendiri (berdikari); Taman siswa menolak bantuan yang mungkin dapat mengikatnya baik secara lahir maupun batin.
5.      Asas berhamba kepada anak; Para pendidik dalam mendidik anak hendaknya dengan sepenuh hati, tulus, ikhlas dengan tidak terikat pada siapapun dan oleh siapapun juga.

Dua tahun setelah Indonesia merdeka yaitu tahun 1945 berhasil disusun dasar-dasar Taman Siswa yang dikenal dengan Panca Darma yang isinya adalah:
1.      Kemanusiaan
Harus ada cinta kasih terhadap sesama manusia dan terhadap seluruh makhluk Allah. Kepentingan bangsa tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umat manusia.
2.      Kodrat Hidup
Biasa disebut pembawaan. Kodrat hidup sangat dibutuhkan untuk pemeliharaan dan kemajuan hidup, hingga manusia dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan hidup lahir batin.
3.      Kebangsaan
Tidak boleh bersifat chauvinitis (menyombongkan kehebatan bangsa sendiri) dan tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum manusia.
4.      Kebudayaan
Kebudayaan nasional harus dipelihara. Pendidik harus mengajak peserta didik meresapi jiwa bangsa yang terwujud dalam kebudayaannya. Oleh karena itu harus selektif dalam menerima kebudayaan asing.
5.      Kemerdekaan Kebebasan
Tiap perkosaan terhadap anak didik, menyulitkan dan menghambat kemajuannya tentang kebudayaan dikemukakan teori “trikon” yaitu: pertama; kontinu artinya kebudayaan harus berkesinambungan, berjalan tidak terputus; kedua konsentris artinya dalam menilai dan menerima kebudayaan asing, kita harus berpusat pada kebudayaan sendiri; ketiga konvergensi artinya kebudayaan kita (Indonesia) berpadudengan kebudayaan bangsa lain didunia, menjadi kebudayaan umat manusia.

Ki Hajar Dewantara juga menetukan semboyan bagi kaum pendidikan antara lain: ing ngarso sungtulodo, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. Hasil pemikiran Ki Hajar Dewantara menunjukkan Taman Siswa di bidang pendidikan dan kebudayaan dan telah memberikan saham terbesar pada pendidikan nasional, yakni pendidikan yang sesuai dengan aspirasi bangsa Indonesia. Undang-Undang Pendidikan No.4 tahun 1950 praktis telah menncakup semua prinsip Taman Siswa bangsa Indonesia sangat menghargai jasa Ki Hajar Dewantara, sehingga mulai tahun 1961 hari lahirnya dijadikan hari Pendidikan Nasional.
b.      Ruang Pendidikan INS di Kayutanam
INS kependekan dari Indonesiche Nederland School yang bertempat di Kayutanam, yaitu suatu kota kecil di dekat Padang Panjang Sumatera Barat, pendirinya Mohammad Syafei yang juga lulusan dari negeri Belanda. M. Syafei dengan sekolahnya ingin membentuk pemuda-pemuda Indonesia yang berani tegak sendiri, berusaha sendiri, hidup bebas dan tidak tergantung seumur hidupnya pada pemerintah sebagai pegawainya. Adapun dasar pemikiran INS adalah:
1.      Percaya dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
2.      Menentang intelektualisme, aktif, giat dan punya daya cipta serta dinamis. Siswa di didik suka bekerja dengan tangannya dan mengutamakan pelajaran ekspresi sebagai alat.
3.      Memperhatikan bakat dan lingkungan siswa yaitu tiap sekolah hendak berorientasi pada lingkungan tempat sekolah yang bersangkutan.
4.      Berpikir secara rasional, bukan secara mistik.

Tujuan pendidikan INS yaitu:
1.      Mendidik rakyat ke arah kemerdekaan
2.      Beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa
3.      Menjadikan manusia yang selaras dengan perkembangan jasmani dan rokhaninya
4.      Memberikan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat
5.      Menanamkan rasa percaya diri, berkemauan keras dan berani bertanggung jawab
6.      Harus dapat membiayai diri sendiri dengan semboyan “cari sendiri” dan “kerjakan sendiri”.
Perlu juga diketahui bahwa ruang pendidikan INS terdiri atas empat tingkatan yaitu:
1.      Ruang rendah Seolah Dasar 7 tahun
2.      Ruang antara tahun (sambungan ruang rendah). Siswa tamatan HIS atau Schakel tidak langsung dapat diterima pada ruang dewasa, tetapi harus masuk ruang antara lebih dahulu. Kepada mereka diberikan pelajaran yang belum mereka peroleh, seperti pekerjaan tangan, bahasa inggris dan lain-lain.
3.      Ruang dewasa 4 tahun (sambungan Ruang Antara atau Ruang Tengah). Tamatan ruang dewasa yang hendak menjadi guru, diwajibkan belajar Ilmu Keguruan dan Praktek mengajar.
4.      Ruang Masyarakat 1 tahun






Tidak ada komentar:

Posting Komentar