Jumat, 21 Maret 2014

Makalah Pancasila dan Hak Asasi Manusia



MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA
“PANCASILA DAN HAK ASASI MANUSIA”
Unnes Warna.JPG











                                     DISUSUN OLEH :
1.                                                    FITRIANA WARDANI                (4101412192)
2. 

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM






BAB I
PENDAHULUAN

      A.   Latar Belakang
Setiap individu terlahir ke dunia ini memiliki seperangkat hak-hak yang merupakan karunia Tuhan yang diberikan secara otomatis dimiliki oleh individu tersebut ketika ia terlahir ke dunia ini. Hal ini sifatnya sangat mendasar dan fundamental bagi hidup dan kehidupan manusia dan merupakan hak kodrati, yang tidak bisa terlepas dari dan dalam kehidupan manusia.
Dalam pengkajian tentang hak-hak asasi manusia, sejarah hak asasi manusia dimulai di Inggris dengan lahirnya Magna Charta (1215), yaitu perlindungan tentang kaum bangsawan dan gereja. Pada tahun 1776 di Amerika Serikat terdapat Declaration of Independence (Deklarasi Kemerdekaan) yang di dalamnya memuat hak asasi manusia dan hak asasi warga Negara. Perkembangan selanjutnya adalah setelah Revolusi Perancis, di Perancis tuntutan tentang hak-hak asasi warga Negara dengan semboyannya kemerdekaan, persamaan dan persaudaraan.
Pada abad ke-20 perkembangan lebih lanjut hak-hak asasi manusia tidak sekadar terbatas pada persamaan hak, hak atas kebebasan dan hak pilih saja, tetapi meluas dan berkembang meliputi bidang ekonomi (kesejahteraan) dan sosial budaya. Di Amerika Serikat sewaktu Presiden Roosevelt dikenal dengan kebebasan yaitu kebebasan berbicara, kebebasan memeluk agama, kebebasan dari rasa ketakutan dan kebebasan berkeinginan.
Setelah Perang Dunia II peristiwa yang penting dalam perkembangan hak-hak asasi manusia, adalah paham demokrasi (dari, oleh, untuk) rakyat dan peristiwa penting diakuinya hak-hak asasi manusia secara umum (universal), yaitu lahirnya “Universal Declaration of Human Rights” sebagai pernyataan umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia, pada tangggal 10 Desember 1948 dalam Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa di Paris, yang memuat 30 pasal tentang hak-hak asasi manusia. 
Para pendiri Negara telah menyadari bahwa dengan hak fundamental yang dimiliki setiap manusia dan juga bangsa menjadikan manusia memiliki martabat serta derajat yang tinggi dibandingkan dengan makhluk lainnya. Demikian pula bangsa Indonesia dapat berdiri sebagai negara yang merdeka dan bermartabat seperti bangsa-bangsa merdeka lainnya di dunia. Itulah sehinga materi yang berkenaan dengan HAM oleh pendiri negara telah diinkorporasikan dalam perumusan Pancasila dan UUD 1945. Dimasukkannya materi HAM di dalam UUD 1945 telah membawa konsekuensi bahwa HAM telah merupakan hak konstitusional yang dijamin oleh hukum.
Pancasila baik sebagai dasar Negara maupun sebagai ideologi bangsa banyak mendapat sorotan. Pada tatanan faktual misalnya selalu digeneralisasi bahwa adanya penyimpangan-penyimpangan dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, pelanggaran HAM dan bentuk lainnya seperti KKN, dianggap sebagai bukti ketidakberdayaan ideology Pancasila dalam mengatasi berbagai masalah bangsa yang timbul dalam era reformasi sekarang dan pengaruh kehidupan global. Pancasila juga mendapat sorotan dari para penulis dari berbagai disiplin ilmu. Meskipun demikian, pada dasarnya semua menyadari bahwa Pancasila memuat sejumlah nilai dasar (sistem nilai universal) yang melandasi HAM dan tidak dapat dipisahkan dari cita rakyat Indonesia. Pancasila tidak dapat dipisahkan dengan UUD 1945 sebagai landasan konstitusional.
Masalah HAM adalah sesuatu hal yang sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam era reformasi ini. Dalam pemenuhan tentang HAM ini, kita harus ingat bahwa kita sebagai makhluk sosial tidak dapat menghindari untuk bersentuhan atau bersinggungan dengan kepentingan orang lain. Jangan sampai untuk memenuhi HAM pribadi masing – masing, orang sampai melakukan pelanggaran terhadap HAM orang lain. Karena itulah penulis tertarik untuk membahas tentang Hak Asasi Manusia.

B. PERUMUSAN MASALAH
            Dari latar belakang di atas masalah yang akan di bahas adalaih sebagai berikut:
1.      Apa pengertian dan ciri pokok hakikat HAM?
2.      Bagaimana sejarah perkembangan HAM baik di Indonesia maupun di dunia?
3.      Bagaianakah implementasi HAM dalam Pancasila?
4.      Bagaimanakah prinsip HAM dalam sila-sila dari Pancasila?
5.      Bagaimanakan upaya penegakan HAM?
6.      Bagaimanakah praktik pelanggaran HAM di Indonesia?
7.      Apa sajakah masalah-masalah yang dihadapi dalam penegakan HAM?
8.      Bagaimanakah upaya pencegahan pelanggaran HAM di Indonesia?





C. LANDASAN TEORI
Memahami amanat yang terkandung dalam alenia keempat pembukan UUD 1945, maka sangat jelas bahwa Negara Indonesia yang dicita-citakan dan hendak dibangun adalah Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat atau Negara demokrasi. HAM adalah salah satu tiang yang sangat penting untuk menopang terbangun tegaknya sebuah Negara demokrasi.
Sejalan dengan jiwa dan semangat pembukaan UUD yang mengamanatkan hendak dibangunnya Negara demokrasi tersebut, maka UUD 1945 mengimplementasikan kedalam pasal-pasal nya tentang hak asasi manusia.Bangsa Indonesia sejak awal mempunyai komitmen yang sangat kuat untuk menjungjung tinggi HAM, oleh karena itu bangsa Indonesia selalu berusaha untuk menegakkan sejalan dan selaras dengan falsafah bagian pancasila dan perkembangan atau dinamika jaman nya.
Pembukaan UUD 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 merupakan piagam HAM pertama di Indonesia, yang lahir lebih dulu disbanding pernyataan HAM se jagad oleh PBB (10 Desember 1948). Komitmen kuat tentang HAM sebagaimana tertuang dalam pembukaan UUD 1945 kemudian dijabarkan kedalam pasal-pasal (batang tubuh) UUD 1945.
Namun dengan adanya berbagai pelanggaran HAM yang begitu banyak, maka dipandang belum cukup apabila tentang HAM hanya sebagaimana tercantum dalam piagam HAM yang ada selama ini.Untuk itu perlu adanya ketetapan MPR yang khusus memuat tentang HAM.Tap MPR yang dimaksud sebagai piagam Ham terbaru itu adalah ketetapan No.XVII/MPR/1998 tentang HAM.Berikut ini dijelaskan tentang pandangan dan sikap bangsa Indonesia tentang HAM sebagi dimuat dalam lampiran Tap tersebut.











BAB II
PEMBAHASAN

1.      Pengertian dan ciri pokok hakikat HAM
a)      Pengertian HAM
Hak asasi manusia adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia sebagai anugerah Tuhan yang dibawa sejak lahir. Menurut UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dinyatakan bahwa HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatannya, serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Menurut pendapat Jan Materson (dari komisi HAM PBB), dalam Teaching Human Rights, United Nations sebagaimana dikutip Baharuddin Lopa menegaskan bahwa HAM adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia.
John Locke menyatakan bahwa HAM adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati. (Mansyur Effendi, 1994).
Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan bahwa “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”.
HAM memiliki beberapa ciri khusus, yaitu sebagai berikut:
Ø  Hakiki (ada pada setiap diri manusia sebagai makhluk Tuhan).
Ø  Universal, artinya hak itu berlaku untuk semua orang.
Ø  Permanen dan tidak dapat dicabut.
Ø  Tak dapat dibagi, artinya semua orang berhak mendapatkan semua hak.
               
b)      Ciri pokok hakikat HAM
Hakikat HAM memiliki beberapa ciri pokok, diantaranya adalah:
v  HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun diwarisi. HAM adalah bagian dari manusia secara otomatis.
v      HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politik atau asal-usul sosial dan bangsa.
v     HAM tidak bisa dilanggar. Tidak seorangpun mempunyai hak untuk membatasi atau melanggar hak orang lain. Orang tetap mempunyai HAM walaupun sebuah Negara membuat hukum yang tidak melindungi atau melanggar HAM (Mansyur Fakih, 2003).
2.      Sejarah perkembangan HAM di Indonesia dan di dunia
a)      Sejarah perkembangan HAM di Indonesia
Dalam perjalanan sejarah, bangsa Indonesia sejak awal perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia sudah menuntut dihormatinya HAM. Hal tersebut terlihat jelas dalam tonggak-tonggak sejarah perjuangan pergerakan Indonesia melawan penjajah sebagai barikut:
Ø  Kebangkitan Nasional 20 Mei 1908, yang diawali dengan lahirnya berbagai pergerakan kemerdekaan pada awal abad 20,menunjukan kebangkitan bangsa Indonesia untuk membebaskan diri dari penjajahan bangsa lain.
Ø  Sumpah pemuda tanggal 28 Oktober1928 membuktikan bahwa bangsa Indonesia menyadari haknya sebagai satu bangsa yang bertanah air satu dan menjunjung satu bahasa persatuan Indonesia.
Ø  Proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesiapada tanggal 17 Agustus1945 merupakan puncak perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia diikuti dengan penetapan Undang-Undang Dasar  1945 pada tanggal 18 Agustus 1945 yang dalam pembukaannya mengamanatkan :” Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa. Oleh karena itu penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan”. Undang –Undang Dasar 1945 menetapkan aturan dasar yang sangat pokok, termasuk hak asasi manusia.
Ø  Rumusan hak asasi manusia dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia secara eksplisit juga telah dicantumkan dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Serikat dan Undang-Undang Dasar Sementara 1950. Kedua konstitusi tersebut mencantumkan secara rinci ketentuan-ketentuan mengenai hak asasi manusia.Dalam sidang konstituante upaya untuk merumuskan naskah tentang hak asasi manusia juga telah dilakukan.
Ø  Dengan tekad melaksanakan Undang-Undang Dasar1945 secara murni dan konsekuen, maka pada Sidang Umum MPRS 1966 telah ditetapkan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Sementara XIV/MPRS/1966 tentang Pembentukan Panitia Ad Hoc untuk menyiapkan Dokumen Rancangan Piagam Hak Asasi Manusia dan Hak-hak serta Kewajiban Warga Negara.Berdasarkan Keputusan Pimpinan MPRS tanggal 6 Maret 1967 Nomor 24/B/1967, hasil kerja Panitia Ad Hoc diterima untuk dibahas pada persidangan berikutnya. Namun pada Sidang Rancangan Piagan tersebut tidak dibahas karena Sidang lebih mengutamakan membahas masalah mendesak yang berkaitan dengan rehabilitasi dan konsolidasi nasional setelah terjadi tragedi nasional berupa pemberontakan G-30-S/PKI pada tahun 1965, dan menata kembali kehidupan nasional berdasar Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Ø  Terbentuknya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1993, yang mendapat tanggapan positif masalah penegakan hak asasi manusia, sehingga lebih mendorong bangsa Indonesia untuk segera merumuskan hak asasi manusia menurut sudut pandang bangsa Indonesia.
Ø  Kemajuan mengenai perumusan tentang hak asasi manusia tercapai ketika Sidang Umum  Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tahun 1998 telah tercantum dalan Garis-Garis Besar Haluan Negara secara lebih rinci.

b)      Sejarah Perkembangan HAM dunia
Sejarah dan perkembangan mengenai HAM sudah ada dari dahulu, dimulai dari pemikiran – pemikiran tentang HAM pasca Perang Dunia II yang dibagi ke dalam empat generasi, yaitu :
o   Generasi pertama berpendapat bahwa pemikiran HAM hanya berpusat pada bidang hukum dan politik. Fokus pemikiran HAM generasi pertama pada bidang hukum dan politik disebabkan oleh dampak dan situasi perang dunia II, totaliterisme dan adanya keinginan Negara-negara yang baru merdeka untuk menciptakan sesuatu tertib hukum yang baru.
o   Generasi kedua pemikiran HAM tidak saja menuntut hak yuridis melainkan juga hak-hak sosial, ekonomi, politik dan budaya. Jadi pemikiran HAM generasi kedua menunjukan perluasan pengertian konsep dan cakupan hak asasi manusia. Pada masa generasi kedua, hak yuridis kurang mendapat penekanan sehingga terjadi ketidakseimbangan dengan hak sosial-budaya, hak ekonomi dan hak politik.
o   Generasi ketiga sebagai reaksi pemikiran HAM generasi kedua. Generasi ketiga menjanjikan adanya kesatuan antara hak ekonomi, sosial, budaya, politik dan hukum dalam suatu keranjang yang disebut dengan hak-hak melaksanakan pembangunan. Dalam pelaksanaannya hasil pemikiran HAM generasi ketiga juga mengalami ketidakseimbangan dimana terjadi penekanan terhadap hak ekonomi dalam arti pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama, sedangkan hak lainnya terabaikan sehingga menimbulkan banyak korban, karena banyak hak-hak rakyat lainnya yang dilanggar.
o   Generasi keempat yang mengkritik peranan negara yang sangat dominan dalam proses pembangunan yang terfokus pada pembangunan ekonomi dan menimbulkan dampak negative seperti diabaikannya aspek kesejahteraan rakyat. Selain itu program pembangunan yang dijalankan tidak berdasarkan kebutuhan rakyat secara keseluruhan melainkan memenuhi kebutuhan sekelompok elit. Pemikiran HAM generasi keempat dipelopori oleh Negara-negara di kawasan Asia yang pada tahun 1983 melahirkan deklarasi hak asasi manusia yang disebut Declaration of the basic Duties of Asia People and Government.
Dari pemikiran – pemikiran tersebut, nantinya akan menghasilkan hal – hal penting mengenai perkembangan HAM di dunia. Hal – hal tersebut yaitu :
·         Magna Charta (1215)
Pada umumnya para pakar di Eropa berpendapat bahwa lahirnya HAM di kawasan Eropa dimulai dengan lahirnya magna Charta yang antara lain memuat pandangan bahwa raja yang tadinya memiliki kekuasaan absolute (raja yang menciptakan hukum, tetapi ia sendiri tidak terikat dengan hukum yang dibuatnya), menjadi dibatasi kekuasaannya dan mulai dapat diminta pertanggung jawabannya dimuka hukum ( Mansyur Effendi, 1994 ).
·         Declaration of Independence of The United States (1776)
 Perkembangan HAM selanjutnya ditandai dengan munculnya The American Declaration of Independence yang lahir dari paham Rousseau dan Montesquuieu. Mulailah dipertegas bahwa manusia adalah merdeka sejak di dalam perut ibunya, sehingga tidaklah logis bila sesudah lahir ia harus dibelenggu.
·         Declaration des Droits de Il ‘Homme et du Ctoyen (1789)
       Selanjutnya, pada tahun 1789 lahirlah The French Declaration (Deklarasi Perancis), dimana ketentuan tentang hak lebih dirinci lagi sebagaimana dimuat dalam The Rule of Law yang antara lain berbunyi tidak boleh ada penangkapan tanpa alasan yang sah. Dalam kaitan itu berlaku prinsip presumption of innocent, artinya orang-orang yang ditangkap, kemudian ditahan dan dituduh, berhak dinyatakan tidak bersalah, sampai ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan ia bersalah.
·         Atlantic Charter (1941)
            Atlantik Charter muncul setelah perang dunia ke II oleh F.D. Roosevelt. Pada Atlantic Charter terdapat empat hak kebebasan utama yang harus dimiliki oleh setiap orang tanpa terkecuali, yang disebut The Four Freedom, yaitu :
§  Hak untuk memiliki kebebasan berbicara dan menyatakan pendapat,
§  Hak untuk memiliki kebebasan memeluk agama dan beribadah sesuai dengan ajaran agama yang diperlukannya,
§  Hak untuk memiliki kebebasan dari kemiskinan, yang dapat diartikan bahwa setiap bangsa berhak untuk berusaha mencapai tingkat kehidupan yang damai dan sejahtera bagi penduduknya,
§  Hak untuk memiliki kebebasan dari ketakutan, yang meliputi usaha, pengurangan persenjataan, sehingga tidak satupun bangsa berada dalam posisi berkeinginan untuk melakukan serangan terhadap negara lain ( Mansyur Effendi,1994).
·         Universal Declaration of Human Rights (1948)
Merupakan deklarasi yang diumumkan oleh PBB, mengenai hak – hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia. Deklarasi ini terdiri dari 30 pasal yang mengatur mengenai hak – hak tersebut.

3.      Implementasi HAM dalam Pancasila
HAM merupakan salah satu contoh dari penerapan pancasila sila kedua. Maksudnya disini adalah bagaimana HAM benar-benar dilaksanakan dan dijunjung tinggi dengan tetap berpegang pada pernyataan pancasila yang berbunyi “Kemanusiaan yang adil dan beradab”. Di dalam kehidupan bangsa, manusia mempunyai kedudukan sebagai warga masyarakat dan warga negara. Oleh karena itu, mereka berhak untuk memiliki suatu kedudukan (harkat, martabat, dan drajat) yang sama. Sila kedua pancasila ini mengandung nilai-nilai kemanusiaan yang mengakui adanya harkat dan martabat manusia, mengakui bahwa semua manusia adalah bersaudara, mengakui bahwa setiap manusia berhak diperlakukan secara adil, dan pengakuan bahwa setiap manusia wajib mengembangkan kehidupan bersama yang semakin berbudaya (beradab).
Atas dasar tersebut, sila kemanusiaan tidak akan membedakan manusia dalam memperlakukan dan mengakui harkat dan martabatnya baik karena perbedaan kulit, suku, jenis kelamin, agama, dan lain-lain. Setiap warga negara diberi kebebasan yang sama, tidak ada perbedaan apapun misalnya kebebasan memeluk agama. Dalam melaksanakan perintah agama, diwajibkan saling menghormati. Kita tidak boleh melecehkan agama dan keyakinan orang lain.
Peraturan pelaksanaan hak asasi manusia berbentuk peraturan perundang-undangan yang bersumber pada pancasila. Dalam pelaksanaannya, hak asasi perlu dilindungi dengan pelaksanaan kewajibannya. Setiap orang mempunyai hak asasi. Sesuai dengan ajaran hak asasi dalam berbagai peraturan yang berlaku, hak asasi manusia tidak dapat dilaksanakan secara mutlak sebab kalau dilaksanakan secara mutlak maka akan melanggar hak asasi orang lain. Jadi batas pelaksanaan hak asasi adalah hak milik orang lain.
Mertoprawiro (dalam Margono, dkk, 2002: 60) menyatakan bahwa pelaksanaan hak asasi manusia dalam pancasila harus selalu ada keserasian atau keseimbangan antara hak dan kewajiban itu sesuai dengan hakikat kehidupan manusia yang tidak dapat dipisahkan dengan masyarakatnya. Kedua saling membutuhkan dan mempengaruhi. Keseimbangan tersebut harus dicapai sehingga dapat memberikan ketenangan dan keberhasilan setiap manusia.
Oleh karena itu, upaya pemajuan dan perlindungan Hak-hak Asasi Manusia di Indonesia dilakukan berdasarkan prinsip keseimbangan. Prinsip keseimbangan mengandung pengertian bahwa diantara Hak-hak Asasi Manusia perorangan dan kolektif serta tanggung jawab perorangan terhadap masyarakat dan bangsa memerlukan keseimbangan dan keselarasan. Keseimbangan dan keselarasan antara kebebasan dan tanggung jawab merupakan faktor penting dalam pemajuan dan perlindungan Hak-hak Asasi Manusia. Di dalam era globalisasai sekarang ini, tidak ada negara yang bisa menutup dirinya dari masyarakat internasional, mengucilkan diri dari komunitas internasional, dan sebaliknya kalau ingin menjalin hubungan dengan banyak negara, pemerintah yang berkuasa tidak bisa berbuat sewenang-wenang, sehingga kehilangan kelayakan sebagai suatu pemerintah. Demikian pula dengan warga negara juga tidak bisa melanggar hukum dan Hak Asasi Manusia.
Semua pihak, yakni pemerintah, organisasi-organisasi sosial politik dan kemasyarakatan, maupun berbagai lembaga-lembaga swadaya masyarakat, serta semua kalangan dan lapisan masyarakat dan warga negara perlu terlibat dalam penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia. Upaya-upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam rangka menegakan Hak Asasi Manusia di antaranya melalui pembentukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan pengadilan HAM, serta Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi.
Pemerintah juga memberlakukan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Undang-undang ini merupakan payung dari seluruh peraturan perundang-undangan tentang Hak Asasi Manusia. Pembentukan Undang-Undang tersebut merupakan perwujudan tanggung jawab bangsa Indonesia sebagai anggota PBB dalam menjunjung tinggi dan melaksanakan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Ternyata penegakan Hak Asasi Manusia masih jauh dari harapan masyarakat. Banyak hambatan dan tantangan dalam penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia. Sejarah Indonesia hingga kini mencatat berbagai penderitaan, kesengsaran, dan kesenjangan sosial. Hal tersebut disebabkan oleh perilaku tidak adil dan diskriminatif atas dasar etnik, ras, warna kulit, budaya, bahasa, agama, golongan, jenis kelamin, dan status sosial lainnya. Kenyataan memang menunjukan bahwa pelaksanaan penghormatan, perlindungan, atau pengakuan Hak Asasi Manusia masih jauh dari memuaskan.
Hal tersebut tercermin dari kejadian berupa penangkapan yang tidak sah, penculikan, penganiayaan, pemerkosaan, penghilangan paksa, bahkan pembunuhan, pembakaran rumah tinggal dan tempat ibadah, penyerangan pemuka agama beserta kelurganya dan sebagainya.
Selain itu, terjadi pula penyalahgunaan kekuasaan oleh oknum pejabat publik dan aparat negara. Mereka yang seharusnya menjadi penegak hukum, pemelihara keamanan, dan pelindung rakyat, kadang kala justru mengintimidasi, menganiaya atau bahkan menghilangkan nyawa rakyat. Adapun hak –hak asasi manusia dapat dibedakan menjadi: (1) hak-hak asasi pribadi meliputi kebebasan menyatakan pendapat, memeluk agama, bergerak, dan sebagainya; (2) hak-hak asasi ekonomi yaitu hak untuk memiliki sesuatu, membeli, dan menjual serta memanfaatkannya; (3) hak-hak asasi politik yaitu hak untuk ikut serta dalam pemerintahan, hak pilih, hak untuk mendirikan partai politik dan sebagainya; dan (4) hak-hak asasi untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan.
Implementasi HAM dapat dipahami secara benar maka perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya HAM dalam kehidupan sosial maupun kehidupan individu yang tercermin dalam sikap dan perilaku sehari-hari, upaya tersebut harus diupayakan secara terus menerus ke setiap orang sedini mungkin melalui pendidikan HAM baik pendidikan formal maupun non formal. Implementasi HAM tidak hanya disadari dengan pikiran tetapi harus dilaksanakan dengan sungguh-sungguh agar tercipta keseimbangan hidup di dalam masyarakat.
4.      Prinsip HAM dari sila-sila dalam Pancasila
The founding fathers setelah melakukan perenungan yang dalam dan panjang akhirnya menyepakati, menetapkan serta mengesahkan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa, dasar dan ideologi Negara pada 18 Agustus 1945. sumber bahan dan nilai Pancasila digali dari diri bangsa Indonesia sendiri.
Nilai yang terkandung dalam lima sila Pancasila, menurut Hamid Attamimi (BP-7 Pusat, 1993:69) memiliki fungsi konstruktif dan regulatif. Fungsi konstruktif mengandung arti bahwa Pancasilalah yang menentukan apakah tata hukum Indonesia merupahan tata hukum yang benar. Pancasila di sini merupakan dasar suatu tata hukum, yang tanpa itu suatu tata hukum kehilangan arti dan makna sebagai hukum. Pancasila juga memiliki fungsi regulatif yang menentukan apakah hukum positif yang berlaku di Indonesia merupakan hukum yang adil atau tidak.
Bila mengacu kepada fungsi konstruktif dan regulatif dari Pancasila, maka menjadi catatan kita bersama bahwa setiap proses perumusan perundang-undangan (termasuk di dalamnya UU tentang HAM), para perumus harus selalu menjadikan nilai-nilai universal dan bahkan nilai lokal yang terkandung dalam Pancasila sebagai acuannya.
Sistem nilai universal dari Pancasila yang melandasi HAM adalah (a) nilai religius atau ketuhanan, (b) nilai kemanusiaan, (c) nilai persatuan, (d) nilai kerakyatan, dan (e) nilai keadilan.
Nilai religius (ketuhanan) yang diamanatkan dalam sila pertama, dapat dikatakan merupakan suatu keunikan dalam penyelenggaraan Negara RI dibandingkan dengan Negara-negara Barat misalnya, yang tentunya berangkat dari kondisi masyarakat Indonesia sendiri. Ide tentang HAM bagi bangsa Indonesia adalah HAM yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai ketuhanan. Karena HAM bersumber dari nilai-nilai ketuhanan sehingga HAM yang dikembangkan tidak menyalahi aturan yang ditetapkan Tuhan.
Manusia dengan menempatkan dirinya sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa, maka pada dasarnya manusia itu, termasuk manusia yang menyelenggarakan kekuasaan tidak akan berarti apapun dalam kehidupannya tanpa kekuasaanNya, sebab di depan Tuhan semua manusia sama.
Harkristuti Harkrisnowo (2002: 5), merinci kerangka pikiran utama yang dapat ditarik dari sila pertama Pancasila dalam kaitannya dengan HAM (termasuk kaitannya dengan hukum) adalah:
a.    Negara berkewajiban untuk menjamin hak dan kebebasan dasar pada setiap individu untuk beragama secara bebas.
b.    Ketentuan perundang-undangan harus selalu mengacu pada nilai-nilai ke-Tuhan-an yang universal
c.    Semua individu dalam Negara memiliki hak yang asasi untuk memilih dan menjalankan ibadahnya sesuai dengan apa yang ia percaya, dan tiada apapun yang dapat memaksanya untuk memilih dan menjalankan ibadahnya tersebut.
Derivasi dari asas di atas telah secara tegas dirumuskan dalam pasal 2 UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang menyebutkan bahwa “Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak dan kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat pada dan tak terpisahkan dari manusia, yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi peningkatan martabat kemanusiaan, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kecerdasan serta keadilan” (Sinar Grafika, 1999; 4). Pemahaman nilai ini di tingkat praksis juga Nampak belum bulat. Hal ini dapat dilihat dari berbagai tingkat dan bentuk konflik yang terjadi di beberapa daerah yang masih dilandasi oleh hal-hal yang primordial.
Kemanusaiaan yang adil dan beradab sebagai sila kedua Pancasila mengandung nilai kemanusiaan, yaitu pengakuan terhadap adanya martabat manusia dengan segala hal asasinya yang harus dihormati oleh siapapun, dan perlakuan yang adil terhadap sesama manusia. Pengertian manusia beradab adalah manusia yang memiliki daya cipta, rasa, karsa dan iman, sehingga nyatalah bedanya dengan makhluk lain (Suhadi, 2003: 42). Nilai-nilai kemanusiaan ini merupakan sumber nilai bagi HAM. Tanpa nilai kemanusiaan, HAM akan mengakibatkan manusia ke luar dari jatidirinya sebagai manusia. Untuk itu, kemanusiaan yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia adalah berkeadilan dan berkeadaban. Karena itu perwujudan HAM harus meningkatkan keadilan dan peradaban manusia. Sila kedua Pancasila inilah yang melandasi sejumlah hak dan kebebasan mendasar bagi seluruh individu yang berada dalam wilayah Indonesia.
Prinsip yang terkandung dalam sila kedua Pancasila menjadi landasan untuk berperilaku terhadap sesama (Harkristuti Harkrisnowo, 2002:8), yang pada dasarnya antara lain adalah:
a.    Setiap individu memiliki kebebasan mendasar yang dijamin Negara dan hanya dibatasi oleh kebebasan orang lain.
b.    Setiap individu harus diberlakukan sama oleh Negara tanpa melihat asal-usul biologis maupun sosialnya.
c.    Hak atas hidup yang berkualitas, hak atas rasa aman dari ancaman, serangan atau derita apapun dimiliki oleh setiap individu.
d.    Setiap individu harus dilindungi dan berhak untuk tidak disiksa secara psikis maupun psikologis dan pejabat publik.
Sila ketiga pancasila yakni persatuan Indonesia mengandung nilai-nilai persatuan bangsa. Nilai persatuan yang ada disesuaikan dengan nilai-nilai ke-Indonesia-an. Nilai persatuan yang dimaksud adalah kondisi dinamis untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan secara terus menerus dari bangsa Indonesia yang sangat heterogen, baik dari segi ras, suku, agama, tingkat ekonomi maupun keyakinan politik. Sila ketiga Pancasila inilah yang membuahkan kerangka pikir, misalnya penghormatan kepada setiap perbedaan yang ada, penghormatan pada hukum dan masyarakat adat, harmoni dan keseimbangan.
Kerakyatan yang dipimpin olah hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan /perwakilan, sebagai sila keempat pancasila, merupakan asas yang menghasilkan seperangkat nilai yang menjadi landasan kehidupan sebagai warga Negara dalam pemerintahan, yang dirumuskan dalam hak untuk turut serta dalam pemerintahan. Manusia Indonesia sebagai warga Negara dan warga masyarakat mempuyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama. Di dalam menyelesaikan masalah bersama diutamakan musyawarah dengan melibatkan seluruh komponen ikut berpartisipasi dalam masalah tersebut.
Pada dasarnya asas yang dianut dalam sila keempat Pancasila adalah mengutamakan partisipasi publik yang merupakan salah satu unsur dalam kerangka Good Governance. Implikasinya adalah bahwa dalam proses pengambilan keputusan, publik harus dilibatkan untuk menyuarakan aspirasi mereka.
Sila kelima pancasila di dalamnya terkandung nilai – nilai keadilan sosial, antara lain berupa (a) perwujudan keadilan sosial dalam kehidupan masyarakat meliputi seluruh rakyat Indonesia, (b) keadilan dalam kehidupan social terutama meliputi bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial, kebudayaan, serta pertahanan keamanan, dan (c) cita-cita masyarakat adil makmur material dan spiritual secara merata bagi seluruh rakyat Indonesia, (d) adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban, serta menghormati hak-hak orang lain, dan (e) cinta akan kemajuan dan pembangunan.
Nilai keadilan harus menjadi dasar dalam pembangunan HAM karena tanpa keadilan HAM akan menjadi manusia kehilangan jati dirinya sebagai manusia. Menjadilah ia bertindak sewenang-wenang dan melanggar HAM manusia lainnya.
Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia mengandung elemen keadilan yang sebenarnya lebih dari sekedar keadilan menurut hukum (legal justice). Sila kelima Pancasila ini menurut Harkristuti Harkrisnowo (2002:10), membawa ke depan sejumlah landasan pikir bagi semua komponen yang menyangkut antara lain:
a.    Hak atas pendidikan, pekerjaan, perumahan yang layak bagi setiap insan
b.    Hak atas keadilan hukum yang didasarkan pada asas persamaan di muka hukum.
c.    Adannya mekanisme hukum memastikan bahwa keadilan diberikan pada setiap  insan.




    5. Upaya Penegakan HAM
Untuk menjaga penegakkan HAM, maka dibutuhkan suatu lembaga yang memantau proses penegakkan HAM. Di dalam PBB sendiri terdapat beberapa badan yang mengatur tentang penegakkan HAM secara internasional. Hal ini membuat Indonesia membangun suatu mekanisme penegakkan HAM untuk mengawasi proses penegakkan HAM di Indonesia. Berikut ini adalah lembaga – lembaga ( internasional dan nasional ) yang mengawasi proses penegakkan HAM di dunia internasional :
i)        Office of the United Nations High Commissioner for Human Rights
Agen PBB yang bekerja untuk mempromosikan dan melindungi hak asasi manusia yang dijamin di bawah hukum internasional dan ditetapkan dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948

ii)      United Nations Security Council
Salah satu organ utama Perserikatan Bangsa-Bangsa yang bertugas memelihara perdamaian dan keamanan internasional. Kekuasaannya, yang diatur dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, termasuk pembentukan operasi penjaga perdamaian , pembentukan sanksi internasional, dan memiliki otorisasi tindakan militer. Kekuasaan tersebut telah ditinjau melalui Resolusi Dewan Keamanan PBB Resolusi.

iii)    United Nations Human Rights Council
Badan antar-pemerintah dalam Sistem Perserikatan Bangsa-Bangsa. Bertindak sebagai penghubung ke Komisi PBB tentang Hak Asasi Manusia dan sebagai bagian dari Majelis Umum PBB. Dalam menjalankan pekerjaannya badan ini bekerja sama dengan Kantor Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia dan melibatkan Perserikatan Bangsa-Bangsa.

iv)    International Criminal Court
Pengadilan yang berfungsi untuk menuntut individu-individu yang melakukan tindakan genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, dan agresi.

v)      OSCE Representative on Freedom of the Media
Pengawas dalam bidang perkembangan media di 56 negara anggota yang berpartisipasi di OSCE ( Organization for Security and Cooperation in Europe ). Perwakilan akan memberikan peringatan dini apabila terjadi  pelanggaran kebebasan berekspresi dan akan melanjutkan ke perwakilan OSCE sesuai dengan prinsip-prinsip dan komitmen tentang kebebasan berekspresi dan kebebasan pers.

vi)    UNESCO
Sebuah badan khusus PBB yang didirikan pada tanggal 16 November 1945. Bada ini memiliki tujuan untuk memberikan kontribusi pada perdamaian dan keamanan internasional dengan mempromosikan melalui  kolaborasi pendidikan, ilmu pengetahuan, dan budaya dalam rangka mensosialisasikan  hormat kepada keadilan, aturan hukum, dan hak asasi manusia dan kebebasan mendasar seperti yang dinyatakan dalam Piagam PBB. Badan ini merupakan perwujudan dari Liga Bangsa-Bangsa pada bagian Komisi Kerjasama dalam bidang Intelektual

Dalam lingkup nasional juga terdapat beberapa lembaga yang mengawasi proses penegakkan HAM, diantaranya :
1 .Mahkamah Konstitusi
Lembaga tinggi negara ini dalam sistem ketatanegaraan Indonesia merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Agung. Menurut Undang – Undang Mahkamah Konstitusi memiliki tugas sebagai berikut :
è  Berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil Pemilihan Umum
è  Wajib memberi putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD 1945.
2.      Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
Komnas HAM dibentuk melalui Keppres No. 5 Tahun 1993 pada tanggal 7 Juni 1993. Enam tahun kemudian, atau dua tahun setelah pemerintahan Soeharto jatuh, dasar hukum dirubah dengan peraturan perundang-undangan yang lebih kuat, yaitu Undang – Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Undang-Undang ini juga memberi wewenang yang lebih kuat pada lembaga tersebut. Sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 75 Undang – Undang Nomor 39 Tahun 1999, Komnas HAM memiliki mandat untuk :
·         Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia, baik yang ada dalam perangkat hukum nasional maupun Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dan Piagam PBB,
·         Meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuannya berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan
·      Untuk mencapai tujuan tersebut, Komnas HAM melakukan empat (4) fungsi
        pokok, yaitu :
a.                Pemantauan,
b.               Penelitian/pengkajian,
c.                Mediasi,
d.               Pendidikan
Sejak itu pelaksanaan empat fungsi tersebut dibagi dalam 4 sub komisi yaitu :
                                                i.                    Sub Komisi Pemantauan,
                                              ii.                    Sub Komisi Penyuluhan,
                                            iii.                    Sub Komisi Pengkajian/Penelitian, dan
                                            iv.                    Sub Komisi Mediasi
    
.
3.    Pengadilan Hak Asasi Manusia
Pengadian Hak Asasi Manusia dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan hak asasi manusia,Pengadilan Hak Asasi Manusia merupakan pengadilan khusus yang berada di lingkungan Pengadilan umum dan berkedudukan di daerah Kabupaten atau Kota.Pengadilan HAM adalah pengadilan khusus terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang berat.
   Pengadilan HAM bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat. Pengadilan HAM juga berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran HAM yang berat yang dilakukan di luar batas territorial wilayah Negara Republik Indonesia oleh warga Negara Indonesia.
         4.Pengadilan HAM Ad Hoc
Pengadilan Hak Asasi Manusia Ad Hoc dibentuk atas usul dari DPR berdasarkan peristiwa tertentu dengan Keputusan Presiden untuk memeriksa dan memutuskan perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang terjadi sebelum diundangkannya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
         5.Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 memberikan alternative bahwa penyelesaian pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat dapat dilakukan di luar Pengadilan Hak Asasi Manusia, yaitu melalui Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi yang dibentuk   berdasarkan undang-undang.
6.Komisi Perlindungan Anak Indonesia
Lembaga  independen yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dalam rangka meningkatkan efektifitas penyelenggaraan perlindungan anak. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (yang selanjutnya akan disebut dengan KPAI) dibentuk untuk merespon berbagai laporan tentang adanya kekerasan, penelantaran dan belum terpenuhinya hak-hak dasar anak di Indonesia. Keputusan politik untuk membentuk KPAI juga tidak dapat dilepaskan dari dorongan dunia internasional. Komunitas internasional menyampikan keprihatinan mendalam atas kondisi anak di Indonesia. Banyaknya kasus pekerja anak, anak dalam area konflik, pelibatan anak dalam konflik senjata (childs soldier) seperti yang terjadi di Aceh, tingginya angka putus sekolah, busung lapar, perkawinan di bawah umur, trafficking, dan lain sebagainya telah memantik perhatian komunitas internasional untuk menekan pemerintah Indonesia agar membuat lembaga khusus yang bertugas memantau kondisi perlindungan anak di Indonesia. KPAI memiliki tugas sebagai berikut :
a.       melakukan sosialisasi seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak, mengumpulkan data dan informasi, menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan, pemantauan, evaluasi, dan pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak,
b.      memberikan laporan, saran, masukan, dan pertimbangan kepada Presiden dalam rangka perlindungan anak.

KPAI terdiri dari 9 orang berupa 1 orang ketua, 2 wakil ketua, 1 sekretaris, dan 5 anggota yang terdiri dari unsur pemerintah, tokoh agama, tokoh masyarakat, organisasi sosial, organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi, lembaga swadaya masyarakat, dunia usaha dan kelompok masyarakat yang peduli terhadap perlindungan anak.
              7. Komisi Nasional Perempuan
Institusi hak asasi manusia yang dibentuk oleh negara untuk merespon isu hak-hak perempuan sebagai hak asasi manusia, khususnya isu kekerasan terhadap perempuan. Komnas Perempuan didirikan pada tahun 1998 berdasarkan Keputusan Presiden No. 181 tahun 1998, sebagai jawaban pemerintah atas desakan kelompok perempuan terkait dengan peristiwa yang dikenal sebagai tragedi Mei 1998--di mana terjadi perkosaan massal terhadap perempuan etnis Tionghoa di beberapa daerah di Indonesia. Pada saat itu, negara dianggap telah gagal memberi perlindungan kepada perempuan korban kekerasan. Oleh karena itu, negara, dalam hal ini pemerintah yang diwakili oleh Presiden RI, Habibie, menganggap bahwa negara harus bertanggung jawab kepada korban dan kemudian melakukan upaya yang sistematis untuk mengatasi kekerasan terhadap perempuan. Berdasarkan Keputusan Presiden No. 181 tahun 1998 yang diperbaharui dalam Peraturan Presiden (PerPres) No. 65 tahun 2005, maka keberadaan Komnas Perempuan bertujuan untuk :
a.       Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan penegakan hak-hak asasi perempuan di Indonesia,
b.      Meningkatkan upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan di Indonesia.

2.      Praktik Pelanggaran HAM di Indonesia
Pendekatan pembangunan yang mengutamakan "Security Approach" selama lebih kurang 32 tahun orde baru berkuasa "Security Approach" sebagai kunci menjaga stabilitas dalam rangka menjaga kelangsungan pembangunan demi pertumbuhan ekonomi nasional. Pola pendekatan semacam ini, sangat berpeluang menimbulkan pelanggaran hak asasi manusia oleh pemerintah, karena stabilitas ditegakan dengan cara-cara represif oleh pemegang kekuasaan.
Sentralisasi kekuasaan yang dilakukan oleh orde baru selama lebih kurang 32 tahun, dengan pemusatan kekuasaan pada Pemerintah Pusat nota bene pada figure seorang Presiden, telah mengakibatkan hilangnya kedaulatan rakyat atas negara sebagai akibat dari penguasaan para pemimpin negara terhadap rakyat.
Pembalikan teori kedaulatan rakyat ini mengakibatkan timbulnya peluang pelanggaran hak asasi manusia oleh negara dan pemimpin negara dalam bentuk pengekangan yang berakibat mematikan kreativitas warga dan pengekangan hak politik warga selaku pemilik kedaulatan, hal ini dilakukan oleh pemegang kekuasaan dalam rangka melestarikan kekuasaannya.
Kualitas pelayanan publik yang masih rendah sebagai akibat belum terwujudnya good governance yang ditandai dengan transparansi di berbagai bidang. akuntabilitas, penegakan hukum yang berkeadilan dan demokratisasi. Serta belum berubahnya paradigma aparat pelayan publik yang masih memposisikan dirinya sebagai birokrat bukan sebagai pelayan masyarakat, hal ini akan menghasilkan pelayanan publik yang buruk dan cenderung untuk timbulnya pelanggaran hak asasi manusia.
Konflik Horizontal dan Konflik Vertikal telah melahirkan berbagai tindakan kekerasan yang melanggar hak asasi manusia baik oleh sesama kelompok masyarakat, perorangan, maupun oleh aparat.
Pelanggaran terhadap hak asasi kaum perempuan masih sering terjadi, walaupun Perserikatan Bangsa- Bangsa telah mendeklarasikan hak asasi manusia yang pada intinya menegaskan bahwa setiap orang dilahirkan dengan mempunyai hak akan kebebasan dan martabat yang setara tanpa membedakan; ras, warna kulit, keyakinan agama dan politik, bahasa, dan jenis kelamin. Namun faktanya adalah bahwa instrumen tentang hak asasi manusia belum mampu melindungi perempuan.

3.      Masalah-masalah yang di hadapi dalam penegakan HAM
Masalah HAM merupakan masalah yang kompleks, setidak-tidaknya ada tiga masalah utama yang harus dicermati dalam membahas masalah HAM, antara lain: Pertama, HAM merupakan masalah yang sedang hangat dibicarakan, karena:
(1) topik HAM merupakan salah satu di antara tiga masalah utama yang menjadi keprihatinan dunia. Ketiga topik yang memprihatinkan itu antara lain: HAM, demokratisasi dan pelestarian lingkungan hidup.
 (2) Isu HAM selalu diangkat oleh media massa setiap bulan Desember sebagai peringatan diterimanya Piagam Hak Asasi Manusia oleh Sidang Umum PBB tanggal 10 Desember 1948.
 (3) Masalah HAM secara khusus kadang dikaitkan dengan hubungan bilateral antara negara donor dan penerima bantuan. Isu HAM sering dijadikan alasan untuk penekanan secara ekonomis dan politis.
Kedua, HAM sarat dengan masalah tarik ulur antara paham universalisme dan partikularisme. Paham universalisme menganggap HAM itu ukurannya bersifat universal diterapkan di semua penjuru dunia. Sementara paham partikularisme memandang bahwa setiap bangsa memiliki persepsi yang khas tentang HAM sesuai dengan latar belakang historis kulturalnya, sehingga setiap bangsa dibenarkan memiliki ukuran dan kriteria tersendiri.
Ketiga, Ada tiga tataran diskusi tentang HAM, yaitu
(1) tataran filosofis, yang melihat HAM sebagai prinsip moral umum dan   berlaku universal karena menyangkut ciri kemanusiaan yang paling asasi.
 (2) tataran ideologis, yang melihat HAM dalam kaitannya dengan hak-hak kewarganegaraan, sifatnya partikular, karena terkait dengan bangsa atau negara tertentu.
 (3) tataran kebijakan praktis sifatnya sangat partikular karena memperhatikan   situasi dan kondisi yang sifatnya insidental.
Pandangan bangsa Indonesia tentang Hak asasi manusia dapat ditinjau dapat dilacak dalam Pembukaan UUD 1945, Batang Tubuh UUD 1945, Tap-Tap MPR dan Undang-undang. Hak asasi manusia dalam Pembukaan UUD 1945 masih bersifat sangat umum, uraian lebih rinci dijabarkan dalam Batang Tubuh UUD 1945, antara lain: Hak atas kewarganegaraan (pasal 26 ayat 1, 2); Hak kebebasan beragama (Pasal 29 ayat 2); Hak atas kedudukan yang sama di dalam hukum dan pemerintahan (Pasal 27 ayat 1); Hak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat (Pasal 28); Hak atas pendidikan (Pasal 31 ayat 1, 2); Hak atas kesejahteraan sosial (Pasal 27 ayat 2, Pasal 33 ayat 3, Pasal 34). Catatan penting berkaitan dengan masalah HAM dalam UUD 1945, antara lain: pertama, UUD 1945 dibuat sebelum dikeluarkannya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948, sehingga tidak secara eksplisit menyebut Hak asasi manusia, namun yang disebut-sebut adalah hak-hak warga negara. Kedua, Mengingat UUD 1945 tidak mengatur ketentuan HAM sebanyak pengaturan konstitusi RIS dan UUDS 1950, namun mendelegasikan pengaturannya dalam bentuk Undang-undang yang diserahkan kepada DPR dan Presiden.
Masalah HAM juga diatur dalam Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia. Pada bagian pandangan dan sikap bangsa Indonesia terhadap hak asasi manusia, terdiri dari pendahuluan, landasan, sejarah, pendekatan dan substansi, serta pemahaman hak asasi manusia bagi bangsa Indonesia. Pada bagian Piagam Hak Asasi Manusia terdiri dari pembukaan dan batang tubuh yang terdiri dari 10 bab 44 pasal. Pada pasal-pasal Piagam HAM ini diatur secara eksplisit antara lain:
·         Hak untuk hidup
·         Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan
·         Hak mengembangkan diri
·         Hak keadilan
·         Hak kemerdekaan
·         Hak atas kebebasan informasi
·         Hak keamanan         
·         Hak kesejahteraan
·         Kewajiban menghormati hak orang lain dan kewajiban membela negara
·         Hak perlindungan dan pemajuan.

8.Upaya Pencegahan Pelanggaran HAM di Indonesa
v Pendekatan Security yang terjadi di era orde baru dengan mengedepankan upaya represif menghasilkan stabilitas keamanan semu dan berpeluang besar menimbulkan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia tidak boleh terulang kembali, untuk itu supremasi hukum dan demokrasi harus ditegakkan, pendekatan hukum dan dialogis harus dikemukakan dalam rangka melibatkan partisipasi masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
v Sentralisasi kekuasaan yang terjadi selama ini terbukti tidak memuaskan masyarakat, bahkan berdampak terhadap timbulnya berbagai pelanggaran hak asasi manusia, untuk itu desentralisasi melalui otonomi daerah dengan penyerahan berbagai kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah perlu dilanjutkan, otonomi daerah sebagai jawaban untuk mengatasi ketidakadilan tidak boleh berhenti, melainkan harus ditindaklanjutkan dan dilakukan pembenahan atas segala kekurangan yang terjadi.
v Reformasi aparat pemerintah dengan merubah paradigma penguasa menjadi pelayan masyarakat dengan cara mengadakan reformasi di bidang struktural, infromental, dan kultular mutlak dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan public untuk mencegah terjadinya berbagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia oleh pemerintah.
v Perlu penyelesaian terhadap berbagai Konflik Horizontal dan Konflik Vertikal di tanah air yang telah melahirkan berbagai tindakan kekerasan yang melanggar hak asasi manusia baik oleh sesama kelompok masyarakat dengan acara menyelesaikan akar permasalahan secara terencana, adil, dan menyeluruh.
v Kaum perempuan berhak untuk menikmati dan mendapatkan perlindungan yang sama bagi semua hak asasi manusia di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil, dan bidang lainnya, termasuk hak untuk hidup, persamaan, kebebasan dan keamanan pribadi, perlindungan yang sama menurut hukum, bebas dari diskriminasi, kondisi kerja yang adil. Untuk itu badan-badan penegak hukum tidak boleh melakukan diskriminasi terhadap perempuan, lebih konsekuen dalam mematuhi Konvensi Perempuan sebagaimana yang telah diratifikasi dalam Undang-undang No.7 Tahun 1984, mengartikan fungsi Komnas anti Kekerasan Terhadap Perempuan harus dibuat perundang-undangan yang memadai yang menjamin perlindungan hak asasi perempuan dengan mencantumkan sanksi yang memadai terhadap semua jenis pelanggarannya.
v Anak sebagai generasi muda penerus bangsa harus mendapatkan manfaat dari semua jaminan hak asasi manusia yang tersedia bagi orang dewasa. Anak harus diperlakukan dengan cara yang memajukan martabat dan harga dirinya, yang memudahkan mereka berintraksi di dalam masyarakat, anak tidak boleh dikenai siksaan, perlakuan atau hukuman yang kejam dan tidak manusiawi, pemenjaraan atau penahanan terhadap anak merupakan tindakan ekstrim terakhir, perlakuan hukum terhadap anak harus berbeda dengan orang dewasa, anak harus mendapatkan perlindungan hukum dalam rangka menumbuhkan suasana fisik dan psikologis yang memungkinkan anak berkembang secara normal dan baik, untuk itu perlu dibuat aturan hukum yang memberikan perlindungan hak asasi anak, setiap pelanggaran terhadap aturan harus ditegakan secara professional tanpa pandang bulu.


v Supremasi hukum harus ditegakan, sistem peradilan harus berjalan dengan baik dan adil, para pejabat penegak hukum harus memenuhi kewajiban tugas yang dibebankan kepadanya dengan memberikan pelayanan yang baik dan adil kepada masyarakat pencari keadilan, memberikan perlindungan kepada semua orang dari perbuatan melawan hukum, menghindari tindakan kekerasan yang melawan hukum dalam rangka menegakan hukum.
v Perlu adanya kontrol dari masyarakat (Social control) dan pengawasan dari lembaga politik terhadap upaya-upaya penegakan hak asasi manusia yang dilakukan oleh pemerintah.

























BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
  1.   Hak asasi manusia adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia sebagai anugerah Tuhan yang dibawa sejak lahir. Ciri pokok hakikat HAM yaitu HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun diwarisi, HAM berlaku untuk semua orang, dan HAM tidak bisa dilanggar.
  2. Hal – hal penting mengenai perkembangan HAM di dunia, seperti magna charta, Declaration of Independence of The United States, Declaration des Droits de Il ‘Homme et du Ctoyen, Atlantic Charter, Universal Declaration of Human Rights, ternyata dihasilkan dari pemikiran-pemikiran mengenai perkembangan HAM terdahulu yang dibagi ke dalam empat generasi.
  3. HAM merupakan salah satu contoh dari penerapan pancasila sila kedua. Hak asasi manusia dalam pancasila harus selalu ada keserasian atau keseimbangan antara hak dan kewajiban itu sesuai dengan hakikat kehidupan manusia.
  4. Prinsip HAM dilandasi oleh system nilai universal dalam Pancasila yaitu (a) nilai religius atau ketuhanan, (b) nilai kemanusiaan, (c) nilai persatuan, (d) nilai kerakyatan, dan (e) nilai keadilan.
  5. Upaya penegakan HAM dilaksanakan oleh lembaga internasional maupun lembaga nasional. Lembaga internasional misalnya Office of the United Nations High Commissioner for Human Rights, United Nations Security Council, United Nation Human Rights Council, International Criminal Court, dll. Dan lembaga nasional misalnya Mahkamah Konstitusi, Komnas HAM, Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Komisi Ombudsman Nasional, dll.
  6. Pelanggaran HAM di Indonesia masih sering terjadi. Hal ini menunjukkan bahwa instrumentasi tentang HAM belum mampu melindung warga Negara.
  7. Masalah utama yang dihadapi dalam penegakan HAM yaitu HAM merupakan masalah yang sedang hangat dibicarakan, HAM sarat dengan masalah tarik ulur antara paham universalisme dan partikularisme, serta ada tiga tataran diskusi tentang HAM.
  8. Upaya pencegahan pelanggaran HAM di Indonesia dilaksanakan dengan pendekatan security, desentralisasi melalui otonomi daerah, penegakan supremasi hukum, kontrol dari masyarakat (Social control), dll. 
B.     SARAN
Dengan demikian, segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara, bahkan moral negara, politik Negara, pemerintahan Negara, hokum dan peraturan perundang-undangan Negara, kebebasan dan hak asasi warga Negara, harus dijiwai dengan nilai-nilai Pancasila dan sebagai makhluk sosial kita harus mampu mempertahankan dan memperjuangkan HAM kita sendiri. Di samping itu kita juga harus bisa menghormati dan menjaga HAM orang lainjangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM. Dan jangan sampai pula HAM kita dilanggar dan diinjak-injak oleh orang lain. Diharapkan juga kepada pemerintah dan instansi yang berkaitan dengan perlindungan HAM dapat menentukan dan menetapkan kebijakan sesuai sesuai dengan kondisi Indonesia saat ini. Dalam menentukan kebijakan perundang-undangan jangan hanya melihat satu sisi saja. Karena terkadang undang-undang tentang HAM yang berkaitan saat ini tidak mampu memberikan bantuan yang berarti bagi orang-orang yang tertindas.

C.     DAFTAR PUSTAKA
A.T. Soegito, 2012. Pendidikan Pancasila, Semarang:UNNES PRESS
                   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar