MAKALAH
PENDIDIKAN PANCASILA
“PANCASILA
DAN HAK ASASI MANUSIA”
DISUSUN
OLEH :
1. FITRIANA WARDANI (4101412192)
2.
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU
PENGETAHUAN ALAM
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap individu terlahir ke dunia
ini memiliki seperangkat hak-hak yang merupakan karunia Tuhan yang diberikan
secara otomatis dimiliki oleh individu tersebut ketika ia terlahir ke dunia
ini. Hal ini sifatnya sangat mendasar dan fundamental bagi hidup dan kehidupan
manusia dan merupakan hak kodrati, yang tidak bisa terlepas dari dan dalam
kehidupan manusia.
Dalam pengkajian tentang hak-hak
asasi manusia, sejarah hak asasi manusia dimulai di Inggris dengan lahirnya Magna Charta (1215), yaitu perlindungan
tentang kaum bangsawan dan gereja. Pada tahun 1776 di Amerika Serikat terdapat Declaration of Independence (Deklarasi
Kemerdekaan) yang di dalamnya memuat hak asasi manusia dan hak asasi warga
Negara. Perkembangan selanjutnya adalah setelah Revolusi Perancis, di Perancis
tuntutan tentang hak-hak asasi warga Negara dengan semboyannya kemerdekaan,
persamaan dan persaudaraan.
Pada abad ke-20 perkembangan lebih
lanjut hak-hak asasi manusia tidak sekadar terbatas pada persamaan hak, hak
atas kebebasan dan hak pilih saja, tetapi meluas dan berkembang meliputi bidang
ekonomi (kesejahteraan) dan sosial budaya. Di Amerika Serikat sewaktu Presiden
Roosevelt dikenal dengan kebebasan
yaitu kebebasan berbicara, kebebasan memeluk agama, kebebasan dari rasa
ketakutan dan kebebasan berkeinginan.
Setelah Perang Dunia II peristiwa
yang penting dalam perkembangan hak-hak asasi manusia, adalah paham demokrasi
(dari, oleh, untuk) rakyat dan peristiwa penting diakuinya hak-hak asasi
manusia secara umum (universal), yaitu lahirnya “Universal Declaration of Human Rights” sebagai pernyataan umum
tentang Hak-Hak Asasi Manusia, pada tangggal 10 Desember 1948 dalam Sidang
Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa di Paris, yang memuat 30 pasal tentang
hak-hak asasi manusia.
Para pendiri Negara telah menyadari
bahwa dengan hak fundamental yang dimiliki setiap manusia dan juga bangsa
menjadikan manusia memiliki martabat serta derajat yang tinggi dibandingkan
dengan makhluk lainnya. Demikian pula bangsa Indonesia dapat berdiri sebagai
negara yang merdeka dan bermartabat seperti bangsa-bangsa merdeka lainnya di
dunia. Itulah sehinga materi yang berkenaan dengan HAM oleh pendiri negara
telah diinkorporasikan dalam perumusan Pancasila dan UUD 1945. Dimasukkannya
materi HAM di dalam UUD 1945 telah membawa konsekuensi bahwa HAM telah
merupakan hak konstitusional yang dijamin oleh hukum.
Pancasila baik sebagai dasar Negara
maupun sebagai ideologi bangsa banyak mendapat sorotan. Pada tatanan faktual
misalnya selalu digeneralisasi bahwa adanya penyimpangan-penyimpangan dalam
penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, pelanggaran
HAM dan bentuk lainnya seperti KKN, dianggap sebagai bukti ketidakberdayaan
ideology Pancasila dalam mengatasi berbagai masalah bangsa yang timbul dalam
era reformasi sekarang dan pengaruh kehidupan global. Pancasila juga mendapat
sorotan dari para penulis dari berbagai disiplin ilmu. Meskipun demikian, pada
dasarnya semua menyadari bahwa Pancasila memuat sejumlah nilai dasar (sistem
nilai universal) yang melandasi HAM dan tidak dapat dipisahkan dari cita rakyat
Indonesia. Pancasila tidak dapat dipisahkan dengan UUD 1945 sebagai landasan
konstitusional.
Masalah HAM adalah sesuatu hal yang
sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam era reformasi ini. Dalam
pemenuhan tentang HAM ini, kita harus ingat bahwa kita sebagai makhluk sosial
tidak dapat menghindari untuk bersentuhan atau bersinggungan dengan kepentingan
orang lain. Jangan sampai untuk memenuhi HAM pribadi masing – masing, orang sampai
melakukan pelanggaran terhadap HAM orang lain. Karena itulah penulis tertarik
untuk membahas tentang Hak Asasi Manusia.
B. PERUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang di atas masalah
yang akan di bahas adalaih sebagai berikut:
1. Apa
pengertian dan ciri pokok hakikat HAM?
2. Bagaimana
sejarah perkembangan HAM baik di Indonesia maupun di dunia?
3.
Bagaianakah implementasi HAM dalam Pancasila?
4. Bagaimanakah
prinsip HAM dalam sila-sila dari Pancasila?
5.
Bagaimanakan upaya penegakan HAM?
6.
Bagaimanakah praktik pelanggaran HAM di Indonesia?
7.
Apa sajakah masalah-masalah yang dihadapi dalam
penegakan HAM?
8. Bagaimanakah
upaya pencegahan pelanggaran HAM di Indonesia?
C. LANDASAN TEORI
Memahami amanat yang terkandung dalam alenia keempat pembukan UUD 1945,
maka sangat jelas bahwa Negara Indonesia yang dicita-citakan dan hendak
dibangun adalah Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat atau Negara
demokrasi. HAM adalah salah satu tiang yang sangat penting untuk menopang
terbangun tegaknya sebuah Negara demokrasi.
Sejalan dengan jiwa dan semangat pembukaan UUD yang mengamanatkan hendak
dibangunnya Negara demokrasi tersebut, maka UUD 1945 mengimplementasikan
kedalam pasal-pasal nya tentang hak asasi manusia.Bangsa Indonesia sejak awal
mempunyai komitmen yang sangat kuat untuk menjungjung tinggi HAM, oleh karena
itu bangsa Indonesia selalu berusaha untuk menegakkan sejalan dan selaras
dengan falsafah bagian pancasila dan perkembangan atau dinamika jaman nya.
Pembukaan UUD 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 merupakan
piagam HAM pertama di Indonesia, yang lahir lebih dulu disbanding pernyataan
HAM se jagad oleh PBB (10 Desember 1948). Komitmen kuat tentang HAM sebagaimana
tertuang dalam pembukaan UUD 1945 kemudian dijabarkan kedalam pasal-pasal
(batang tubuh) UUD 1945.
Namun dengan adanya berbagai pelanggaran HAM yang begitu banyak, maka
dipandang belum cukup apabila tentang HAM hanya sebagaimana tercantum dalam
piagam HAM yang ada selama ini.Untuk itu perlu adanya ketetapan MPR yang khusus
memuat tentang HAM.Tap MPR yang dimaksud sebagai piagam Ham terbaru itu adalah
ketetapan No.XVII/MPR/1998 tentang HAM.Berikut ini dijelaskan tentang pandangan
dan sikap bangsa Indonesia tentang HAM sebagi dimuat dalam lampiran Tap
tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian dan ciri pokok hakikat HAM
a) Pengertian
HAM
Hak asasi
manusia adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia sebagai anugerah
Tuhan yang dibawa sejak lahir. Menurut UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia dinyatakan bahwa HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat
dan keberadaan manusia sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang wajib
dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah, dan
setiap orang demi kehormatannya, serta perlindungan harkat dan martabat
manusia.
Menurut pendapat Jan Materson (dari
komisi HAM PBB), dalam Teaching Human Rights, United Nations sebagaimana
dikutip Baharuddin Lopa menegaskan bahwa HAM adalah hak-hak yang melekat pada
setiap manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia.
John Locke menyatakan bahwa HAM
adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai
hak yang kodrati. (Mansyur Effendi, 1994).
Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 39
Tahun 1999 tentang HAM disebutkan bahwa “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat
hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang
Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan
dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan
serta perlindungan harkat dan martabat manusia”.
HAM memiliki
beberapa ciri khusus, yaitu sebagai berikut:
Ø Hakiki (ada
pada setiap diri manusia sebagai makhluk Tuhan).
Ø Universal,
artinya hak itu berlaku untuk semua orang.
Ø Permanen dan
tidak dapat dicabut.
Ø Tak dapat
dibagi, artinya semua orang berhak mendapatkan semua hak.
b) Ciri pokok
hakikat HAM
Hakikat HAM memiliki beberapa ciri
pokok, diantaranya adalah:
v HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun diwarisi. HAM adalah bagian dari
manusia secara otomatis.
v
HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis,
pandangan politik atau asal-usul sosial dan bangsa.
v
HAM tidak bisa dilanggar. Tidak seorangpun mempunyai hak untuk membatasi atau
melanggar hak orang lain. Orang tetap mempunyai HAM walaupun sebuah Negara
membuat hukum yang tidak melindungi atau melanggar HAM (Mansyur Fakih, 2003).
2. Sejarah
perkembangan HAM di Indonesia dan di dunia
a) Sejarah
perkembangan HAM di Indonesia
Dalam perjalanan sejarah, bangsa
Indonesia sejak awal perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia sudah menuntut
dihormatinya HAM. Hal tersebut terlihat jelas dalam tonggak-tonggak sejarah perjuangan
pergerakan Indonesia melawan penjajah sebagai barikut:
Ø Kebangkitan
Nasional 20 Mei 1908, yang diawali dengan lahirnya berbagai pergerakan
kemerdekaan pada awal abad 20,menunjukan kebangkitan bangsa Indonesia untuk
membebaskan diri dari penjajahan bangsa lain.
Ø Sumpah
pemuda tanggal 28 Oktober1928 membuktikan bahwa bangsa Indonesia menyadari haknya
sebagai satu bangsa yang bertanah air satu dan menjunjung satu bahasa persatuan
Indonesia.
Ø Proklamasi
kemerdekaan bangsa Indonesiapada tanggal 17 Agustus1945 merupakan puncak
perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia diikuti dengan penetapan
Undang-Undang Dasar 1945 pada tanggal 18
Agustus 1945 yang dalam pembukaannya mengamanatkan :” Bahwa sesungguhnya
kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa. Oleh karena itu penjajahan diatas
dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri
keadilan”. Undang –Undang Dasar 1945 menetapkan aturan dasar yang sangat pokok,
termasuk hak asasi manusia.
Ø Rumusan hak
asasi manusia dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia secara eksplisit juga
telah dicantumkan dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Serikat dan
Undang-Undang Dasar Sementara 1950. Kedua konstitusi tersebut mencantumkan secara
rinci ketentuan-ketentuan mengenai hak asasi manusia.Dalam sidang konstituante
upaya untuk merumuskan naskah tentang hak asasi manusia juga telah dilakukan.
Ø Dengan tekad
melaksanakan Undang-Undang Dasar1945 secara murni dan konsekuen, maka pada
Sidang Umum MPRS 1966 telah ditetapkan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia Sementara XIV/MPRS/1966 tentang Pembentukan Panitia Ad Hoc
untuk menyiapkan Dokumen Rancangan Piagam Hak Asasi Manusia dan Hak-hak serta
Kewajiban Warga Negara.Berdasarkan Keputusan Pimpinan MPRS tanggal 6 Maret 1967
Nomor 24/B/1967, hasil kerja Panitia Ad Hoc diterima untuk dibahas pada
persidangan berikutnya. Namun pada Sidang Rancangan Piagan tersebut tidak
dibahas karena Sidang lebih mengutamakan membahas masalah mendesak yang
berkaitan dengan rehabilitasi dan konsolidasi nasional setelah terjadi tragedi
nasional berupa pemberontakan G-30-S/PKI pada tahun 1965, dan menata kembali
kehidupan nasional berdasar Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Ø Terbentuknya
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun
1993, yang mendapat tanggapan positif masalah penegakan hak asasi manusia,
sehingga lebih mendorong bangsa Indonesia untuk segera merumuskan hak asasi
manusia menurut sudut pandang bangsa Indonesia.
Ø Kemajuan
mengenai perumusan tentang hak asasi manusia tercapai ketika Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia tahun 1998 telah tercantum dalan Garis-Garis Besar Haluan Negara
secara lebih rinci.
b)
Sejarah Perkembangan HAM dunia
Sejarah dan perkembangan mengenai
HAM sudah ada dari dahulu, dimulai dari pemikiran – pemikiran tentang HAM pasca
Perang Dunia II yang dibagi ke dalam empat generasi, yaitu :
o Generasi pertama berpendapat bahwa pemikiran HAM hanya berpusat pada bidang
hukum dan politik. Fokus pemikiran HAM generasi pertama pada bidang hukum dan
politik disebabkan oleh dampak dan situasi perang dunia II, totaliterisme dan
adanya keinginan Negara-negara yang baru merdeka untuk menciptakan sesuatu
tertib hukum yang baru.
o Generasi kedua pemikiran HAM tidak saja menuntut hak yuridis melainkan juga
hak-hak sosial, ekonomi, politik dan budaya. Jadi pemikiran HAM generasi kedua
menunjukan perluasan pengertian konsep dan cakupan hak asasi manusia. Pada masa
generasi kedua, hak yuridis kurang mendapat penekanan sehingga terjadi
ketidakseimbangan dengan hak sosial-budaya, hak ekonomi dan hak politik.
o Generasi ketiga sebagai reaksi pemikiran HAM generasi kedua. Generasi
ketiga menjanjikan adanya kesatuan antara hak ekonomi, sosial, budaya, politik
dan hukum dalam suatu keranjang yang disebut dengan hak-hak melaksanakan
pembangunan. Dalam pelaksanaannya hasil pemikiran HAM generasi ketiga juga
mengalami ketidakseimbangan dimana terjadi penekanan terhadap hak ekonomi dalam
arti pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama, sedangkan hak lainnya
terabaikan sehingga menimbulkan banyak korban, karena banyak hak-hak rakyat
lainnya yang dilanggar.
o Generasi
keempat yang mengkritik peranan negara yang sangat dominan dalam proses
pembangunan yang terfokus pada pembangunan ekonomi dan menimbulkan dampak
negative seperti diabaikannya aspek kesejahteraan rakyat. Selain itu program
pembangunan yang dijalankan tidak berdasarkan kebutuhan rakyat secara
keseluruhan melainkan memenuhi kebutuhan sekelompok elit. Pemikiran HAM
generasi keempat dipelopori oleh Negara-negara di kawasan Asia yang pada tahun
1983 melahirkan deklarasi hak asasi manusia yang disebut Declaration of the
basic Duties of Asia People and Government.
Dari pemikiran
– pemikiran tersebut, nantinya akan menghasilkan hal – hal penting mengenai
perkembangan HAM di dunia. Hal – hal tersebut yaitu :
·
Magna Charta (1215)
Pada umumnya
para pakar di Eropa berpendapat bahwa lahirnya HAM di kawasan Eropa dimulai
dengan lahirnya magna Charta yang antara lain memuat pandangan bahwa raja yang
tadinya memiliki kekuasaan absolute (raja yang menciptakan hukum, tetapi ia
sendiri tidak terikat dengan hukum yang dibuatnya), menjadi dibatasi
kekuasaannya dan mulai dapat diminta pertanggung jawabannya dimuka hukum (
Mansyur Effendi, 1994 ).
·
Declaration of Independence of The United States
(1776)
Perkembangan HAM selanjutnya ditandai dengan
munculnya The American Declaration of Independence yang lahir dari paham
Rousseau dan Montesquuieu. Mulailah dipertegas bahwa manusia adalah merdeka
sejak di dalam perut ibunya, sehingga tidaklah logis bila sesudah lahir ia
harus dibelenggu.
·
Declaration des
Droits de Il ‘Homme et du Ctoyen (1789)
Selanjutnya, pada tahun 1789 lahirlah The French Declaration (Deklarasi
Perancis), dimana ketentuan tentang hak lebih dirinci lagi sebagaimana dimuat
dalam The Rule of Law yang antara lain berbunyi tidak boleh ada penangkapan
tanpa alasan yang sah. Dalam kaitan itu berlaku prinsip presumption of
innocent, artinya orang-orang yang ditangkap, kemudian ditahan dan dituduh,
berhak dinyatakan tidak bersalah, sampai ada keputusan pengadilan yang
berkekuatan hukum tetap yang menyatakan ia bersalah.
·
Atlantic Charter (1941)
Atlantik
Charter muncul setelah perang dunia ke II oleh F.D. Roosevelt. Pada Atlantic
Charter terdapat empat hak kebebasan utama yang harus dimiliki oleh setiap
orang tanpa terkecuali, yang disebut The Four Freedom, yaitu :
§ Hak untuk memiliki kebebasan berbicara dan menyatakan pendapat,
§ Hak untuk memiliki kebebasan memeluk agama dan beribadah sesuai dengan
ajaran agama yang diperlukannya,
§ Hak untuk memiliki kebebasan dari kemiskinan, yang dapat diartikan bahwa
setiap bangsa berhak untuk berusaha mencapai tingkat kehidupan yang damai dan sejahtera
bagi penduduknya,
§ Hak untuk memiliki kebebasan dari ketakutan, yang meliputi usaha,
pengurangan persenjataan, sehingga tidak satupun bangsa berada dalam posisi
berkeinginan untuk melakukan serangan terhadap negara lain ( Mansyur
Effendi,1994).
·
Universal Declaration of Human Rights (1948)
Merupakan deklarasi yang diumumkan oleh PBB, mengenai
hak – hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia. Deklarasi ini terdiri dari
30 pasal yang mengatur mengenai hak – hak tersebut.
3. Implementasi
HAM dalam Pancasila
HAM
merupakan salah satu contoh dari penerapan pancasila sila kedua. Maksudnya
disini adalah bagaimana HAM benar-benar dilaksanakan dan dijunjung tinggi
dengan tetap berpegang pada pernyataan pancasila yang berbunyi “Kemanusiaan
yang adil dan beradab”. Di dalam kehidupan bangsa, manusia mempunyai kedudukan
sebagai warga masyarakat dan warga negara. Oleh karena itu, mereka berhak untuk
memiliki suatu kedudukan (harkat, martabat, dan drajat) yang sama. Sila kedua
pancasila ini mengandung nilai-nilai kemanusiaan yang mengakui adanya harkat
dan martabat manusia, mengakui bahwa semua manusia adalah bersaudara, mengakui
bahwa setiap manusia berhak diperlakukan secara adil, dan pengakuan bahwa
setiap manusia wajib mengembangkan kehidupan bersama yang semakin berbudaya
(beradab).
Atas dasar
tersebut, sila kemanusiaan tidak akan membedakan manusia dalam memperlakukan
dan mengakui harkat dan martabatnya baik karena perbedaan kulit, suku, jenis
kelamin, agama, dan lain-lain. Setiap warga negara diberi kebebasan yang sama,
tidak ada perbedaan apapun misalnya kebebasan memeluk agama. Dalam melaksanakan
perintah agama, diwajibkan saling menghormati. Kita tidak boleh melecehkan
agama dan keyakinan orang lain.
Peraturan
pelaksanaan hak asasi manusia berbentuk peraturan perundang-undangan yang
bersumber pada pancasila. Dalam pelaksanaannya, hak asasi perlu dilindungi
dengan pelaksanaan kewajibannya. Setiap orang mempunyai hak asasi. Sesuai
dengan ajaran hak asasi dalam berbagai peraturan yang berlaku, hak asasi
manusia tidak dapat dilaksanakan secara mutlak sebab kalau dilaksanakan secara
mutlak maka akan melanggar hak asasi orang lain. Jadi batas pelaksanaan hak
asasi adalah hak milik orang lain.
Mertoprawiro
(dalam Margono, dkk, 2002: 60) menyatakan bahwa pelaksanaan hak asasi manusia
dalam pancasila harus selalu ada keserasian atau keseimbangan antara hak dan
kewajiban itu sesuai dengan hakikat kehidupan manusia yang tidak dapat
dipisahkan dengan masyarakatnya. Kedua saling membutuhkan dan mempengaruhi.
Keseimbangan tersebut harus dicapai sehingga dapat memberikan ketenangan dan
keberhasilan setiap manusia.
Oleh karena
itu, upaya pemajuan dan perlindungan Hak-hak Asasi Manusia di Indonesia
dilakukan berdasarkan prinsip keseimbangan. Prinsip keseimbangan mengandung
pengertian bahwa diantara Hak-hak Asasi Manusia perorangan dan kolektif serta
tanggung jawab perorangan terhadap masyarakat dan bangsa memerlukan
keseimbangan dan keselarasan. Keseimbangan dan keselarasan antara kebebasan dan
tanggung jawab merupakan faktor penting dalam pemajuan dan perlindungan Hak-hak
Asasi Manusia. Di dalam era globalisasai sekarang ini, tidak ada negara yang
bisa menutup dirinya dari masyarakat internasional, mengucilkan diri dari
komunitas internasional, dan sebaliknya kalau ingin menjalin hubungan dengan
banyak negara, pemerintah yang berkuasa tidak bisa berbuat sewenang-wenang,
sehingga kehilangan kelayakan sebagai suatu pemerintah. Demikian pula dengan
warga negara juga tidak bisa melanggar hukum dan Hak Asasi Manusia.
Semua pihak,
yakni pemerintah, organisasi-organisasi sosial politik dan kemasyarakatan,
maupun berbagai lembaga-lembaga swadaya masyarakat, serta semua kalangan dan
lapisan masyarakat dan warga negara perlu terlibat dalam penegakan Hak Asasi
Manusia di Indonesia. Upaya-upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam
rangka menegakan Hak Asasi Manusia di antaranya melalui pembentukan Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan pengadilan HAM, serta Komisi
Kebenaran dan Rekonsiliasi.
Pemerintah
juga memberlakukan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Undang-undang ini merupakan payung dari seluruh peraturan perundang-undangan
tentang Hak Asasi Manusia. Pembentukan Undang-Undang tersebut merupakan
perwujudan tanggung jawab bangsa Indonesia sebagai anggota PBB dalam menjunjung
tinggi dan melaksanakan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Ternyata
penegakan Hak Asasi Manusia masih jauh dari harapan masyarakat. Banyak hambatan
dan tantangan dalam penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia. Sejarah Indonesia
hingga kini mencatat berbagai penderitaan, kesengsaran, dan kesenjangan sosial.
Hal tersebut disebabkan oleh perilaku tidak adil dan diskriminatif atas dasar
etnik, ras, warna kulit, budaya, bahasa, agama, golongan, jenis kelamin, dan
status sosial lainnya. Kenyataan memang menunjukan bahwa pelaksanaan
penghormatan, perlindungan, atau pengakuan Hak Asasi Manusia masih jauh dari
memuaskan.
Hal tersebut
tercermin dari kejadian berupa penangkapan yang tidak sah, penculikan,
penganiayaan, pemerkosaan, penghilangan paksa, bahkan pembunuhan, pembakaran
rumah tinggal dan tempat ibadah, penyerangan pemuka agama beserta kelurganya
dan sebagainya.
Selain itu,
terjadi pula penyalahgunaan kekuasaan oleh oknum pejabat publik dan aparat
negara. Mereka yang seharusnya menjadi penegak hukum, pemelihara keamanan, dan
pelindung rakyat, kadang kala justru mengintimidasi, menganiaya atau bahkan
menghilangkan nyawa rakyat. Adapun hak –hak asasi manusia dapat dibedakan
menjadi: (1) hak-hak asasi pribadi meliputi kebebasan menyatakan pendapat,
memeluk agama, bergerak, dan sebagainya; (2) hak-hak asasi ekonomi yaitu hak
untuk memiliki sesuatu, membeli, dan menjual serta memanfaatkannya; (3) hak-hak
asasi politik yaitu hak untuk ikut serta dalam pemerintahan, hak pilih, hak
untuk mendirikan partai politik dan sebagainya; dan (4) hak-hak asasi untuk
mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan.
Implementasi
HAM dapat dipahami secara benar maka perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan
kesadaran akan pentingnya HAM dalam kehidupan sosial maupun kehidupan individu
yang tercermin dalam sikap dan perilaku sehari-hari, upaya tersebut harus
diupayakan secara terus menerus ke setiap orang sedini mungkin melalui
pendidikan HAM baik pendidikan formal maupun non formal. Implementasi HAM tidak
hanya disadari dengan pikiran tetapi harus dilaksanakan dengan sungguh-sungguh
agar tercipta keseimbangan hidup di dalam masyarakat.
4.
Prinsip HAM dari sila-sila dalam Pancasila
The founding fathers setelah
melakukan perenungan yang dalam dan panjang akhirnya menyepakati, menetapkan
serta mengesahkan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa, dasar dan ideologi
Negara pada 18 Agustus 1945. sumber
bahan dan nilai Pancasila digali dari diri bangsa Indonesia sendiri.
Nilai yang
terkandung dalam lima sila Pancasila, menurut Hamid Attamimi (BP-7 Pusat,
1993:69) memiliki fungsi konstruktif dan regulatif. Fungsi konstruktif
mengandung arti bahwa Pancasilalah yang menentukan apakah tata hukum Indonesia
merupahan tata hukum yang benar. Pancasila di sini merupakan dasar suatu tata
hukum, yang tanpa itu suatu tata hukum kehilangan arti dan makna sebagai hukum.
Pancasila juga memiliki fungsi regulatif yang menentukan apakah hukum positif
yang berlaku di Indonesia merupakan hukum yang adil atau tidak.
Bila mengacu
kepada fungsi konstruktif dan regulatif dari Pancasila, maka menjadi catatan
kita bersama bahwa setiap proses perumusan perundang-undangan (termasuk di
dalamnya UU tentang HAM), para perumus harus selalu menjadikan nilai-nilai
universal dan bahkan nilai lokal yang terkandung dalam Pancasila sebagai
acuannya.
Sistem nilai
universal dari Pancasila yang melandasi HAM adalah (a) nilai religius atau
ketuhanan, (b) nilai kemanusiaan, (c) nilai persatuan, (d) nilai kerakyatan,
dan (e) nilai keadilan.
Nilai
religius (ketuhanan) yang diamanatkan dalam sila pertama, dapat dikatakan
merupakan suatu keunikan dalam penyelenggaraan Negara RI dibandingkan dengan
Negara-negara Barat misalnya, yang tentunya berangkat dari kondisi masyarakat
Indonesia sendiri. Ide tentang HAM bagi bangsa Indonesia adalah HAM yang tidak
bertentangan dengan nilai-nilai ketuhanan. Karena HAM bersumber dari
nilai-nilai ketuhanan sehingga HAM yang dikembangkan tidak menyalahi aturan
yang ditetapkan Tuhan.
Manusia
dengan menempatkan dirinya sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa, maka
pada dasarnya manusia itu, termasuk manusia yang menyelenggarakan kekuasaan
tidak akan berarti apapun dalam kehidupannya tanpa kekuasaanNya, sebab di depan
Tuhan semua manusia sama.
Harkristuti
Harkrisnowo (2002: 5), merinci kerangka pikiran utama yang dapat ditarik dari
sila pertama Pancasila dalam kaitannya dengan HAM (termasuk kaitannya dengan hukum) adalah:
a.
Negara berkewajiban untuk menjamin hak dan kebebasan dasar pada setiap individu
untuk beragama secara bebas.
b.
Ketentuan perundang-undangan harus selalu mengacu pada nilai-nilai ke-Tuhan-an
yang universal
c.
Semua individu dalam Negara memiliki hak yang asasi untuk memilih dan
menjalankan ibadahnya sesuai dengan apa yang ia percaya, dan tiada apapun yang
dapat memaksanya untuk memilih dan menjalankan ibadahnya tersebut.
Derivasi
dari asas di atas telah secara tegas dirumuskan dalam pasal 2 UU No. 39 tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang menyebutkan bahwa “Negara Republik
Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak dan kebebasan dasar manusia
sebagai hak yang secara kodrati melekat pada dan tak terpisahkan dari manusia,
yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi peningkatan martabat
kemanusiaan, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kecerdasan serta keadilan” (Sinar
Grafika, 1999; 4). Pemahaman nilai ini di tingkat praksis juga Nampak belum
bulat. Hal ini dapat dilihat dari berbagai tingkat dan bentuk konflik yang
terjadi di beberapa daerah yang masih dilandasi oleh hal-hal yang primordial.
Kemanusaiaan
yang adil dan beradab sebagai sila kedua Pancasila mengandung nilai
kemanusiaan, yaitu pengakuan terhadap adanya martabat manusia dengan segala hal
asasinya yang harus dihormati oleh siapapun, dan perlakuan yang adil terhadap
sesama manusia. Pengertian manusia beradab adalah manusia yang memiliki daya
cipta, rasa, karsa dan iman, sehingga nyatalah bedanya dengan makhluk lain
(Suhadi, 2003: 42). Nilai-nilai kemanusiaan ini merupakan sumber nilai bagi
HAM. Tanpa nilai kemanusiaan, HAM akan mengakibatkan manusia ke luar dari
jatidirinya sebagai manusia. Untuk itu, kemanusiaan yang menjadi ciri khas
bangsa Indonesia adalah berkeadilan dan berkeadaban. Karena itu perwujudan HAM
harus meningkatkan keadilan dan peradaban manusia. Sila kedua Pancasila inilah
yang melandasi sejumlah hak dan kebebasan mendasar bagi seluruh individu yang
berada dalam wilayah Indonesia.
Prinsip yang
terkandung dalam sila kedua Pancasila menjadi landasan untuk berperilaku terhadap
sesama (Harkristuti Harkrisnowo, 2002:8), yang pada dasarnya antara lain
adalah:
a.
Setiap individu memiliki kebebasan mendasar yang dijamin Negara dan hanya
dibatasi oleh kebebasan orang lain.
b.
Setiap individu harus diberlakukan sama oleh Negara tanpa melihat asal-usul
biologis maupun sosialnya.
c.
Hak atas hidup yang berkualitas, hak atas rasa aman dari ancaman, serangan atau
derita apapun dimiliki oleh setiap individu.
d.
Setiap individu harus dilindungi dan berhak untuk tidak disiksa secara psikis
maupun psikologis dan pejabat publik.
Sila ketiga
pancasila yakni persatuan Indonesia mengandung nilai-nilai persatuan bangsa.
Nilai persatuan yang ada disesuaikan dengan nilai-nilai ke-Indonesia-an. Nilai
persatuan yang dimaksud adalah kondisi dinamis untuk mewujudkan persatuan dan
kesatuan secara terus menerus dari bangsa Indonesia yang sangat heterogen, baik
dari segi ras, suku, agama, tingkat ekonomi maupun keyakinan politik. Sila
ketiga Pancasila inilah yang membuahkan kerangka pikir, misalnya penghormatan
kepada setiap perbedaan yang ada, penghormatan pada hukum dan masyarakat adat,
harmoni dan keseimbangan.
Kerakyatan
yang dipimpin olah hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan /perwakilan,
sebagai sila keempat pancasila, merupakan asas yang menghasilkan seperangkat
nilai yang menjadi landasan kehidupan sebagai warga Negara dalam pemerintahan,
yang dirumuskan dalam hak untuk turut serta dalam pemerintahan. Manusia
Indonesia sebagai warga Negara dan warga masyarakat mempuyai kedudukan, hak,
dan kewajiban yang sama. Di dalam menyelesaikan masalah bersama diutamakan
musyawarah dengan melibatkan seluruh komponen ikut berpartisipasi dalam masalah
tersebut.
Pada
dasarnya asas yang dianut dalam sila keempat Pancasila adalah mengutamakan partisipasi
publik yang merupakan salah satu unsur dalam kerangka Good Governance. Implikasinya adalah bahwa dalam proses pengambilan
keputusan, publik harus dilibatkan untuk menyuarakan aspirasi mereka.
Sila kelima
pancasila di dalamnya terkandung nilai – nilai keadilan sosial, antara lain
berupa (a) perwujudan keadilan sosial dalam kehidupan masyarakat meliputi
seluruh rakyat Indonesia, (b) keadilan dalam kehidupan social terutama meliputi
bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial, kebudayaan, serta pertahanan
keamanan, dan (c) cita-cita masyarakat adil makmur material dan spiritual
secara merata bagi seluruh rakyat Indonesia, (d) adanya keseimbangan antara hak
dan kewajiban, serta menghormati hak-hak orang lain, dan (e) cinta akan
kemajuan dan pembangunan.
Nilai
keadilan harus menjadi dasar dalam pembangunan HAM karena tanpa keadilan HAM
akan menjadi manusia kehilangan jati dirinya sebagai manusia. Menjadilah ia
bertindak sewenang-wenang dan melanggar HAM manusia lainnya.
Sila
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia mengandung elemen keadilan yang
sebenarnya lebih dari sekedar keadilan menurut hukum (legal justice). Sila kelima Pancasila ini menurut Harkristuti
Harkrisnowo (2002:10), membawa ke depan sejumlah landasan pikir bagi semua
komponen yang menyangkut antara lain:
a.
Hak atas pendidikan, pekerjaan, perumahan yang layak bagi setiap insan
b.
Hak atas keadilan hukum yang didasarkan pada asas persamaan di muka hukum.
c.
Adannya mekanisme hukum memastikan bahwa keadilan diberikan pada setiap insan.
5. Upaya
Penegakan HAM
Untuk menjaga penegakkan HAM, maka dibutuhkan suatu lembaga yang memantau
proses penegakkan HAM. Di dalam PBB sendiri terdapat beberapa badan yang mengatur tentang penegakkan HAM secara internasional.
Hal ini membuat Indonesia membangun suatu mekanisme penegakkan HAM untuk
mengawasi proses penegakkan HAM di Indonesia. Berikut ini adalah lembaga –
lembaga ( internasional dan nasional ) yang mengawasi proses penegakkan HAM di
dunia internasional :
i)
Office of the United Nations High Commissioner for
Human Rights
Agen PBB yang bekerja untuk
mempromosikan dan melindungi hak asasi manusia yang dijamin di bawah hukum
internasional dan ditetapkan dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948
ii) United
Nations Security Council
Salah satu organ utama Perserikatan
Bangsa-Bangsa yang bertugas memelihara perdamaian dan keamanan internasional.
Kekuasaannya, yang diatur dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, termasuk
pembentukan operasi penjaga perdamaian , pembentukan sanksi internasional, dan
memiliki otorisasi tindakan militer. Kekuasaan tersebut telah ditinjau melalui
Resolusi Dewan Keamanan PBB Resolusi.
iii) United
Nations Human Rights Council
Badan antar-pemerintah dalam Sistem Perserikatan Bangsa-Bangsa. Bertindak
sebagai penghubung ke Komisi PBB tentang Hak Asasi Manusia dan sebagai bagian
dari Majelis Umum PBB. Dalam menjalankan pekerjaannya badan ini bekerja sama
dengan Kantor Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia dan melibatkan Perserikatan
Bangsa-Bangsa.
iv) International
Criminal Court
Pengadilan yang berfungsi untuk menuntut individu-individu yang melakukan
tindakan genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, dan
agresi.
v) OSCE
Representative on Freedom of the Media
Pengawas dalam bidang perkembangan
media di 56 negara anggota yang berpartisipasi di OSCE ( Organization for
Security and Cooperation in Europe ). Perwakilan akan memberikan peringatan
dini apabila terjadi pelanggaran kebebasan berekspresi dan akan
melanjutkan ke perwakilan OSCE sesuai dengan prinsip-prinsip dan komitmen
tentang kebebasan berekspresi dan kebebasan pers.
vi) UNESCO
Sebuah badan khusus PBB yang didirikan pada tanggal 16
November 1945. Bada ini memiliki tujuan untuk memberikan kontribusi pada
perdamaian dan keamanan internasional dengan mempromosikan melalui
kolaborasi pendidikan, ilmu pengetahuan, dan budaya dalam rangka
mensosialisasikan hormat kepada keadilan, aturan hukum, dan hak asasi
manusia dan kebebasan mendasar seperti yang dinyatakan dalam Piagam PBB. Badan
ini merupakan perwujudan dari Liga Bangsa-Bangsa pada bagian Komisi Kerjasama
dalam bidang Intelektual
Dalam
lingkup nasional juga terdapat beberapa lembaga yang mengawasi proses
penegakkan HAM, diantaranya :
1 .Mahkamah Konstitusi
Lembaga tinggi negara ini dalam sistem ketatanegaraan Indonesia merupakan
pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Agung. Menurut Undang
– Undang Mahkamah Konstitusi memiliki tugas sebagai berikut :
è Berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya
bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar,
memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh
UUD 1945, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang
hasil Pemilihan Umum
è Wajib memberi putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan
pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD 1945.
2. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
Komnas HAM
dibentuk melalui Keppres No. 5 Tahun 1993 pada tanggal 7 Juni 1993. Enam tahun
kemudian, atau dua tahun setelah pemerintahan Soeharto jatuh, dasar hukum
dirubah dengan peraturan perundang-undangan yang lebih kuat, yaitu Undang –
Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Undang-Undang ini juga
memberi wewenang yang lebih kuat pada lembaga tersebut. Sebagaimana dinyatakan
dalam Pasal 75 Undang – Undang Nomor 39 Tahun 1999, Komnas HAM memiliki mandat
untuk :
·
Mengembangkan
kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia, baik yang ada dalam
perangkat hukum nasional maupun Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dan
Piagam PBB,
·
Meningkatkan
perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna berkembangnya pribadi manusia
Indonesia seutuhnya dan kemampuannya berpartisipasi dalam berbagai bidang
kehidupan
·
Untuk mencapai
tujuan tersebut, Komnas HAM melakukan empat (4) fungsi
pokok, yaitu :
a.
Pemantauan,
b.
Penelitian/pengkajian,
c.
Mediasi,
d.
Pendidikan
Sejak itu pelaksanaan empat
fungsi tersebut dibagi dalam 4 sub komisi yaitu :
i.
Sub Komisi
Pemantauan,
ii.
Sub Komisi
Penyuluhan,
iii.
Sub Komisi Pengkajian/Penelitian,
dan
iv.
Sub Komisi
Mediasi
.
3. Pengadilan Hak Asasi Manusia
Pengadian Hak Asasi Manusia dibentuk
berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan hak asasi
manusia,Pengadilan Hak Asasi Manusia merupakan pengadilan khusus yang berada di
lingkungan Pengadilan umum dan berkedudukan di daerah Kabupaten atau
Kota.Pengadilan HAM adalah pengadilan khusus terhadap pelanggaran hak asasi
manusia yang berat.
Pengadilan
HAM bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran Hak Asasi
Manusia yang berat. Pengadilan HAM juga berwenang memeriksa dan memutus perkara
pelanggaran HAM yang berat yang dilakukan di luar batas territorial wilayah
Negara Republik Indonesia oleh warga Negara Indonesia.
4.Pengadilan HAM Ad Hoc
Pengadilan
Hak Asasi Manusia Ad Hoc dibentuk
atas usul dari DPR berdasarkan peristiwa tertentu dengan Keputusan Presiden
untuk memeriksa dan memutuskan perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat
yang terjadi sebelum diundangkannya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang
Pengadilan Hak Asasi Manusia.
5.Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 memberikan
alternative bahwa penyelesaian pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat dapat
dilakukan di luar Pengadilan Hak Asasi Manusia, yaitu melalui Komisi Kebenaran
dan Rekonsiliasi yang dibentuk berdasarkan
undang-undang.
6.Komisi Perlindungan Anak Indonesia
Lembaga independen yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dalam rangka meningkatkan efektifitas
penyelenggaraan perlindungan anak. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (yang
selanjutnya akan disebut dengan KPAI) dibentuk untuk merespon berbagai laporan
tentang adanya kekerasan, penelantaran dan belum terpenuhinya hak-hak dasar
anak di Indonesia. Keputusan politik untuk membentuk KPAI juga tidak dapat
dilepaskan dari dorongan dunia internasional. Komunitas internasional
menyampikan keprihatinan mendalam atas kondisi anak di Indonesia. Banyaknya
kasus pekerja anak, anak dalam area konflik, pelibatan anak dalam konflik
senjata (childs soldier) seperti yang terjadi di Aceh, tingginya angka
putus sekolah, busung lapar, perkawinan di bawah umur, trafficking, dan lain
sebagainya telah memantik perhatian komunitas internasional untuk menekan
pemerintah Indonesia agar membuat lembaga khusus yang bertugas memantau kondisi
perlindungan
anak di Indonesia. KPAI memiliki tugas sebagai berikut :
a.
melakukan sosialisasi seluruh ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak, mengumpulkan data
dan informasi, menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan, pemantauan,
evaluasi, dan pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak,
b.
memberikan laporan, saran, masukan, dan pertimbangan
kepada Presiden dalam rangka perlindungan anak.
KPAI terdiri dari 9 orang berupa 1 orang ketua, 2 wakil
ketua, 1 sekretaris, dan 5 anggota yang terdiri dari unsur pemerintah, tokoh
agama, tokoh masyarakat, organisasi sosial, organisasi kemasyarakatan,
organisasi profesi, lembaga swadaya masyarakat, dunia usaha dan kelompok
masyarakat yang peduli terhadap perlindungan anak.
7. Komisi Nasional Perempuan
Institusi hak asasi manusia yang dibentuk oleh negara untuk merespon isu
hak-hak perempuan sebagai hak asasi manusia, khususnya isu kekerasan terhadap
perempuan. Komnas Perempuan didirikan pada tahun 1998 berdasarkan Keputusan
Presiden No. 181 tahun 1998, sebagai jawaban pemerintah atas desakan kelompok
perempuan terkait dengan peristiwa yang dikenal sebagai tragedi Mei 1998--di
mana terjadi perkosaan massal terhadap perempuan etnis Tionghoa di beberapa
daerah di Indonesia. Pada saat itu, negara dianggap telah
gagal memberi perlindungan kepada perempuan korban kekerasan. Oleh karena itu,
negara, dalam hal ini pemerintah yang diwakili oleh Presiden RI, Habibie,
menganggap bahwa negara harus bertanggung jawab kepada korban dan kemudian
melakukan upaya yang sistematis untuk mengatasi kekerasan terhadap perempuan.
Berdasarkan Keputusan Presiden No. 181 tahun 1998 yang diperbaharui dalam
Peraturan Presiden (PerPres) No. 65 tahun 2005, maka keberadaan Komnas
Perempuan bertujuan untuk :
a.
Mengembangkan
kondisi yang kondusif bagi penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap
perempuan dan penegakan hak-hak asasi perempuan di Indonesia,
b.
Meningkatkan
upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan
di Indonesia.
2.
Praktik Pelanggaran HAM di Indonesia
Pendekatan
pembangunan yang mengutamakan "Security Approach" selama lebih
kurang 32 tahun orde baru berkuasa "Security Approach" sebagai
kunci menjaga stabilitas dalam rangka menjaga kelangsungan pembangunan demi
pertumbuhan ekonomi nasional. Pola pendekatan semacam ini, sangat berpeluang
menimbulkan pelanggaran hak asasi manusia oleh pemerintah, karena stabilitas
ditegakan dengan cara-cara represif oleh pemegang kekuasaan.
Sentralisasi
kekuasaan yang dilakukan oleh orde baru selama lebih kurang 32 tahun, dengan
pemusatan kekuasaan pada Pemerintah Pusat nota bene pada figure seorang
Presiden, telah mengakibatkan hilangnya kedaulatan rakyat atas negara sebagai
akibat dari penguasaan para pemimpin negara terhadap rakyat.
Pembalikan
teori kedaulatan rakyat ini mengakibatkan timbulnya peluang pelanggaran hak
asasi manusia oleh negara dan pemimpin negara dalam bentuk pengekangan yang
berakibat mematikan kreativitas warga dan pengekangan hak politik warga selaku
pemilik kedaulatan, hal ini dilakukan oleh pemegang kekuasaan dalam rangka
melestarikan kekuasaannya.
Kualitas
pelayanan publik yang masih rendah sebagai akibat belum terwujudnya good
governance yang ditandai dengan transparansi di berbagai bidang.
akuntabilitas, penegakan hukum yang berkeadilan dan demokratisasi. Serta belum
berubahnya paradigma aparat pelayan publik yang masih memposisikan dirinya
sebagai birokrat bukan sebagai pelayan masyarakat, hal ini akan menghasilkan
pelayanan publik yang buruk dan cenderung untuk timbulnya pelanggaran hak asasi
manusia.
Konflik
Horizontal dan Konflik Vertikal telah melahirkan berbagai tindakan kekerasan
yang melanggar hak asasi manusia baik oleh sesama kelompok masyarakat,
perorangan, maupun oleh aparat.
Pelanggaran
terhadap hak asasi kaum perempuan masih sering terjadi, walaupun Perserikatan
Bangsa- Bangsa telah mendeklarasikan hak asasi manusia yang pada intinya
menegaskan bahwa setiap orang dilahirkan dengan mempunyai hak akan kebebasan
dan martabat yang setara tanpa membedakan; ras, warna kulit, keyakinan agama
dan politik, bahasa, dan jenis kelamin. Namun faktanya adalah bahwa instrumen
tentang hak asasi manusia belum mampu melindungi perempuan.
3.
Masalah-masalah yang di hadapi dalam penegakan HAM
Masalah HAM merupakan masalah yang kompleks, setidak-tidaknya ada tiga
masalah utama yang harus dicermati dalam membahas masalah HAM, antara lain:
Pertama, HAM merupakan masalah yang sedang hangat dibicarakan, karena:
(1) topik HAM merupakan salah satu di antara tiga masalah utama yang
menjadi keprihatinan dunia. Ketiga topik yang memprihatinkan itu antara lain:
HAM, demokratisasi dan pelestarian lingkungan hidup.
(2) Isu HAM selalu diangkat oleh
media massa setiap bulan Desember sebagai peringatan diterimanya Piagam Hak
Asasi Manusia oleh Sidang Umum PBB tanggal 10 Desember 1948.
(3) Masalah HAM secara khusus kadang
dikaitkan dengan hubungan bilateral antara negara donor dan penerima bantuan.
Isu HAM sering dijadikan alasan untuk penekanan secara ekonomis dan politis.
Kedua, HAM sarat dengan masalah tarik ulur antara paham universalisme dan
partikularisme. Paham universalisme menganggap HAM itu ukurannya bersifat
universal diterapkan di semua penjuru dunia. Sementara paham partikularisme
memandang bahwa setiap bangsa memiliki persepsi yang khas tentang HAM sesuai
dengan latar belakang historis kulturalnya, sehingga setiap bangsa dibenarkan
memiliki ukuran dan kriteria tersendiri.
Ketiga, Ada tiga tataran diskusi tentang HAM, yaitu
(1) tataran
filosofis, yang melihat HAM sebagai prinsip moral umum dan berlaku universal karena menyangkut
ciri kemanusiaan yang paling asasi.
(2) tataran ideologis, yang melihat HAM dalam
kaitannya dengan hak-hak kewarganegaraan, sifatnya partikular, karena terkait
dengan bangsa atau negara tertentu.
(3) tataran kebijakan praktis sifatnya sangat
partikular karena memperhatikan situasi dan kondisi yang sifatnya
insidental.
Pandangan bangsa Indonesia tentang Hak asasi manusia dapat ditinjau dapat
dilacak dalam Pembukaan UUD 1945, Batang Tubuh UUD 1945, Tap-Tap MPR dan
Undang-undang. Hak asasi manusia dalam Pembukaan UUD 1945 masih bersifat sangat
umum, uraian lebih rinci dijabarkan dalam Batang Tubuh UUD 1945, antara lain:
Hak atas kewarganegaraan (pasal 26 ayat 1, 2); Hak kebebasan beragama (Pasal 29
ayat 2); Hak atas kedudukan yang sama di dalam hukum dan pemerintahan (Pasal 27
ayat 1); Hak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat
(Pasal 28); Hak atas pendidikan (Pasal 31 ayat 1, 2); Hak atas kesejahteraan
sosial (Pasal 27 ayat 2, Pasal 33 ayat 3, Pasal 34). Catatan penting berkaitan
dengan masalah HAM dalam UUD 1945, antara lain: pertama, UUD 1945 dibuat
sebelum dikeluarkannya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Perserikatan
Bangsa-Bangsa tahun 1948, sehingga tidak secara eksplisit menyebut Hak asasi
manusia, namun yang disebut-sebut adalah hak-hak warga negara. Kedua, Mengingat
UUD 1945 tidak mengatur ketentuan HAM sebanyak pengaturan konstitusi RIS dan
UUDS 1950, namun mendelegasikan pengaturannya dalam bentuk Undang-undang yang
diserahkan kepada DPR dan Presiden.
Masalah HAM juga diatur dalam Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak
Asasi Manusia. Pada bagian pandangan dan sikap bangsa Indonesia terhadap hak
asasi manusia, terdiri dari pendahuluan, landasan, sejarah, pendekatan dan
substansi, serta pemahaman hak asasi manusia bagi bangsa Indonesia. Pada bagian
Piagam Hak Asasi Manusia terdiri dari pembukaan dan batang tubuh yang terdiri
dari 10 bab 44 pasal. Pada pasal-pasal Piagam HAM ini diatur secara eksplisit
antara lain:
·
Hak untuk hidup
·
Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan
·
Hak mengembangkan diri
·
Hak keadilan
·
Hak kemerdekaan
·
Hak atas kebebasan informasi
·
Hak keamanan
·
Hak kesejahteraan
·
Kewajiban menghormati hak orang lain dan kewajiban
membela negara
·
Hak perlindungan dan pemajuan.
8.Upaya
Pencegahan Pelanggaran HAM di Indonesa
v Pendekatan Security
yang terjadi di era orde baru dengan mengedepankan upaya represif
menghasilkan stabilitas keamanan semu dan berpeluang besar menimbulkan
terjadinya pelanggaran hak asasi manusia tidak boleh terulang kembali, untuk
itu supremasi hukum dan demokrasi harus ditegakkan, pendekatan hukum dan dialogis
harus dikemukakan dalam rangka melibatkan partisipasi masyarakat dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.
v Sentralisasi
kekuasaan yang terjadi selama ini terbukti tidak memuaskan masyarakat, bahkan
berdampak terhadap timbulnya berbagai pelanggaran hak asasi manusia, untuk itu
desentralisasi melalui otonomi daerah dengan penyerahan berbagai kewenangan
dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah perlu dilanjutkan, otonomi
daerah sebagai jawaban untuk mengatasi ketidakadilan tidak boleh berhenti,
melainkan harus ditindaklanjutkan dan dilakukan pembenahan atas segala
kekurangan yang terjadi.
v Reformasi
aparat pemerintah dengan merubah paradigma penguasa menjadi pelayan masyarakat
dengan cara mengadakan reformasi di bidang struktural, infromental, dan kultular
mutlak dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan public untuk
mencegah terjadinya berbagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia oleh
pemerintah.
v Perlu
penyelesaian terhadap berbagai Konflik Horizontal dan Konflik Vertikal di tanah
air yang telah melahirkan berbagai tindakan kekerasan yang melanggar hak asasi
manusia baik oleh sesama kelompok masyarakat dengan acara menyelesaikan akar
permasalahan secara terencana, adil, dan menyeluruh.
v Kaum
perempuan berhak untuk menikmati dan mendapatkan perlindungan yang sama bagi
semua hak asasi manusia di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil, dan
bidang lainnya, termasuk hak untuk hidup, persamaan, kebebasan dan keamanan
pribadi, perlindungan yang sama menurut hukum, bebas dari diskriminasi, kondisi
kerja yang adil. Untuk itu badan-badan penegak hukum tidak boleh melakukan
diskriminasi terhadap perempuan, lebih konsekuen dalam mematuhi Konvensi
Perempuan sebagaimana yang telah diratifikasi dalam Undang-undang No.7 Tahun
1984, mengartikan fungsi Komnas anti Kekerasan Terhadap Perempuan harus dibuat
perundang-undangan yang memadai yang menjamin perlindungan hak asasi perempuan
dengan mencantumkan sanksi yang memadai terhadap semua jenis pelanggarannya.
v Anak sebagai
generasi muda penerus bangsa harus mendapatkan manfaat dari semua jaminan hak
asasi manusia yang tersedia bagi orang dewasa. Anak harus diperlakukan dengan
cara yang memajukan martabat dan harga dirinya, yang memudahkan mereka
berintraksi di dalam masyarakat, anak tidak boleh dikenai siksaan, perlakuan
atau hukuman yang kejam dan tidak manusiawi, pemenjaraan atau penahanan
terhadap anak merupakan tindakan ekstrim terakhir, perlakuan hukum terhadap
anak harus berbeda dengan orang dewasa, anak harus mendapatkan perlindungan
hukum dalam rangka menumbuhkan suasana fisik dan psikologis yang memungkinkan
anak berkembang secara normal dan baik, untuk itu perlu dibuat aturan hukum
yang memberikan perlindungan hak asasi anak, setiap pelanggaran terhadap aturan
harus ditegakan secara professional tanpa pandang bulu.
v Supremasi
hukum harus ditegakan, sistem peradilan harus berjalan dengan baik dan adil,
para pejabat penegak hukum harus memenuhi kewajiban tugas yang dibebankan
kepadanya dengan memberikan pelayanan yang baik dan adil kepada masyarakat pencari
keadilan, memberikan perlindungan kepada semua orang dari perbuatan melawan
hukum, menghindari tindakan kekerasan yang melawan hukum dalam rangka menegakan
hukum.
v Perlu adanya
kontrol dari masyarakat (Social control) dan pengawasan dari lembaga politik
terhadap upaya-upaya penegakan hak asasi manusia yang dilakukan oleh
pemerintah.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
- Hak asasi manusia adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia sebagai anugerah Tuhan yang dibawa sejak lahir. Ciri pokok hakikat HAM yaitu HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun diwarisi, HAM berlaku untuk semua orang, dan HAM tidak bisa dilanggar.
- Hal – hal penting mengenai perkembangan HAM di dunia, seperti magna charta, Declaration of Independence of The United States, Declaration des Droits de Il ‘Homme et du Ctoyen, Atlantic Charter, Universal Declaration of Human Rights, ternyata dihasilkan dari pemikiran-pemikiran mengenai perkembangan HAM terdahulu yang dibagi ke dalam empat generasi.
- HAM merupakan salah satu contoh dari penerapan pancasila sila kedua. Hak asasi manusia dalam pancasila harus selalu ada keserasian atau keseimbangan antara hak dan kewajiban itu sesuai dengan hakikat kehidupan manusia.
- Prinsip HAM dilandasi oleh system nilai universal dalam Pancasila yaitu (a) nilai religius atau ketuhanan, (b) nilai kemanusiaan, (c) nilai persatuan, (d) nilai kerakyatan, dan (e) nilai keadilan.
- Upaya penegakan HAM dilaksanakan oleh lembaga internasional maupun lembaga nasional. Lembaga internasional misalnya Office of the United Nations High Commissioner for Human Rights, United Nations Security Council, United Nation Human Rights Council, International Criminal Court, dll. Dan lembaga nasional misalnya Mahkamah Konstitusi, Komnas HAM, Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Komisi Ombudsman Nasional, dll.
- Pelanggaran HAM di Indonesia masih sering terjadi. Hal ini menunjukkan bahwa instrumentasi tentang HAM belum mampu melindung warga Negara.
- Masalah utama yang dihadapi dalam penegakan HAM yaitu HAM merupakan masalah yang sedang hangat dibicarakan, HAM sarat dengan masalah tarik ulur antara paham universalisme dan partikularisme, serta ada tiga tataran diskusi tentang HAM.
- Upaya pencegahan pelanggaran HAM di Indonesia dilaksanakan dengan pendekatan security, desentralisasi melalui otonomi daerah, penegakan supremasi hukum, kontrol dari masyarakat (Social control), dll.
B. SARAN
Dengan demikian, segala hal yang
berkaitan dengan pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara, bahkan moral negara,
politik Negara, pemerintahan Negara, hokum dan peraturan perundang-undangan
Negara, kebebasan dan hak asasi warga Negara, harus dijiwai dengan nilai-nilai
Pancasila dan sebagai makhluk sosial kita harus mampu mempertahankan dan
memperjuangkan HAM kita sendiri. Di samping itu kita juga harus bisa
menghormati dan menjaga HAM orang lainjangan sampai kita melakukan pelanggaran
HAM. Dan jangan sampai pula HAM kita dilanggar dan diinjak-injak oleh orang
lain. Diharapkan juga kepada pemerintah dan instansi yang berkaitan dengan
perlindungan HAM dapat menentukan dan menetapkan kebijakan sesuai sesuai dengan
kondisi Indonesia saat ini. Dalam menentukan kebijakan perundang-undangan
jangan hanya melihat satu sisi saja. Karena terkadang undang-undang tentang HAM
yang berkaitan saat ini tidak mampu memberikan bantuan yang berarti bagi orang-orang yang tertindas.
C.
DAFTAR PUSTAKA
A.T. Soegito, 2012. Pendidikan Pancasila,
Semarang:UNNES PRESS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar